Selasa, 18 September 2012

Korupsi dan Konflik Tanah di Kebun Sawit


Korupsi dan Konflik Tanah di Kebun Sawit
A Yunan Firdaus ;  Advokat; Anggota Public Interest Lawyer Network
KOMPAS, 18 September 2012


Tertangkapnya Bupati Buol Amran Batalipu oleh KPK dengan sangkaan menerima suap dalam penerbitan HGU PT Hardaya Inti Plantations adalah modal awal untuk mengungkap korupsi di kebun sawit. Ini sekaligus sebagai pintu masuk untuk menyelesaikan konflik tanah.

Praktik korupsi adalah salah satu penyebab utama terjadinya konflik tanah di kebun sawit. Sebab, dengan korupsi, segala aturan hukum yang difungsikan untuk mengatur usaha kebun sawit agar berjalan sesuai aturan dikesampingkan.

Alhasil, masyarakat kecil yang tanah pekarangan dan pertaniannya diambil alih secara melawan hukum melakukan perlawanan secara kolektif. Maraklah konflik- konflik tanah di kebun sawit, yang sebarannya ada di semua pulau besar di Nusantara.

Statistik konflik tanah di kebun sawit jumlahnya ratusan. Data yang direkam oleh Sawit Watch menyebutkan ada 663 kasus, tersebar di 20 provinsi.

Celah-celah Korupsi

Korupsi di kebun sawit umumnya terjadi karena investor ingin menghindari beban pemenuhan syarat administratif yang diatur peraturan perundang-undangan. Izin prinsip investasi, izin lokasi, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), hak guna usaha (HGU), dan izin usaha perkebunan (IUP) merupakan dokumen yang harus dimiliki perusahaan kebun sawit yang syaratnya ditentukan secara ketat. Inisiatif perbuatan korupsi bisa bermula dari pengusahanya, pejabat publiknya, atau kemufakatan jahat dari keduanya.

Secara hukum, berbagai perizinan untuk usaha kebun sawit diberikan dengan syarat-syarat ketat. Ketat dalam arti bila salah satu syarat tidak dipenuhi, izin tak dapat diterbitkan. Dalam Peraturan Kepala BPN No 2/1999 tentang Izin Lokasi, misalnya, untuk mendapatkan izin lokasi harus memenuhi berbagai syarat. Di antaranya, lokasi harus sesuai rencana tata ruang wilayah, sudah punya izin prinsip penanaman modal, dilengkapi pertimbangan teknis aspek yuridis dan fisik tanah, serta harus ada forum konsultasi dengan masyarakat yang tanahnya masuk dalam areal izin lokasi.

Dalam forum konsultasi tersebut harus ada penyebarluasan informasi rencana penanaman modal, rencana perolehan tanah dan penyelesaian masalah perolehan tanah, pengumpulan informasi data sosial dan lingkungan, serta alternatif bentuk dan besarnya ganti rugi atas tanah.

Contoh lain, untuk mendapatkan HGU dipersyaratkan antara lain adanya izin lokasi dan persetujuan amdal. Jadi, jika satu syarat tidak dipenuhi— sesuai aturan—izin berikutnya tidak dapat diterbitkan.

Namun, praktiknya, pelanggaran terhadap aturan-aturan hukum untuk usaha kebun sawit tetap terjadi. Colchester dkk (2006) dalam laporannya menyebut bentuk-bentuk pelanggaran antara lain kebun sawit beroperasi tanpa izin yang lengkap, amdal terlambat dilakukan, informasi tidak diberikan kepada masyarakat, dan ganti rugi tidak dilaksanakan. Dalam beberapa kasus lain, ada kebun sawit yang telah beroperasi sementara HGU belum didapatkan. Padahal, Badan Pertanahan Nasional
menyatakan dalam pertemuan Roundtable on Sustainable Palm Oil 2009, di Kuala Lumpur, bahwa operasi kebun sawit di atas tanah yang belum ada HGU termasuk tindakan ilegal.

Aturan hukum yang dirumuskan secara ketat dibuat longgar dengan sengaja dan konspiratif sehingga terbit izin-izin yang seharusnya tidak bisa diterbitkan. Dalam logika korupsi, di situasi seperti itu diduga kuat ada perbuatan korupsi antara penerima izin dan pemberi izin.

Berharap pada KPK

Mengendus perbuatan korupsi, apalagi menemukan pelakunya, bukan perkara mudah. Dalam kasus kebun sawit, sangat sulit masyarakat mendapatkan bukti- bukti dugaan korupsi karena perbuatan korupsi tersebut dilakukan secara rapi dan antarpelaku saling menutupi.

Untuk itu, dengan diangkatnya kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Buol dan petinggi PT Hardaya Inti Plantations, diharapkan KPK bisa mengungkap kasus-kasus korupsi lainnya di kebun sawit, yang diyakini jumlahnya cukup banyak. Dengan semakin banyak kasus korupsi di kebun sawit yang diungkap, akan jadi modal dan dasar untuk menuntut pembatalan izin-izin usaha kebun sawit yang menyebabkan konflik tanah di mana-mana.

Selain diharapkan bisa menertibkan usaha kebun sawit, penegakan hukum korupsi di kebun sawit akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang tanahnya diambil alih secara melawan hukum oleh perusahaan. Dalam situasi ini, harapan bisa digantungkan pada KPK di tengah melempemnya aparat penegak hukum yang lain. ●
◄ Newer Post Older Post ►