Selasa, 18 September 2012

Mengurai Kemacetan Jawa

Mengurai Kemacetan Jawa
Rahardi Ramelan ;  Pengamat Teknologi dan Masyarakat;
Wakil Ketua Bappenas 1993-1998
KOMPAS, 18 September 2012


Tradisi mudik dan arus balik pada Lebaran lalu kembali memakan korban jiwa. Tercatat lebih dari 800 orang meninggal.

Ternyata kita tetap belum berhasil mengatasi arus massal penduduk dengan aman, yang sebelumnya sudah dapat diprediksi. Mudik sudah menjadi budaya banyak bangsa di dunia ini. Keterikatan dengan tempat kelahiran dan ”kampung” tidak terlepas dari perilaku dan nilai budaya. Pemerintah harus menyikapinya dengan saksama.

Arus mudik yang terjadi setiap tahun janganlah dilihat sebagai fenomena berdiri sendiri. Lalu menyelesaikan dan mengatasinya hanya dengan memfasilitasi infrastruktur transportasi, yang selama ini jadi fokus utamanya. Seharusnya kita melihatnya secara utuh, mengapa pergerakan penduduk dalam jumlah yang besar ini terjadi.

Pemerintah dan wakil rakyat di DPR menyadari bahwa keadaan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tak seimbang. Pusat pertumbuhan ekonomi tetap terkonsentrasi di kota- kota besar dan Pulau Jawa. Itulah yang menyebabkan bottle-neck antara lain di Merak-Bakauheni dan jalur pantura Jawa.

Pada 1980-an, kita sudah menyadari ketertinggalan pembangunan Indonesia bagian timur (IBT). Namun, ketertinggalan itu tak pernah jadi fokus pembangunan di semua pemerintahan kita. Hanya janji-janji belaka.

Pergantian pemerintahan, walaupun menjanjikan perubahan, tetap mendahulukan pertumbuhan daripada pemerataan. Itulah yang menyebabkan konsentrasi pembangunan—termasuk infrastruktur—di sekitar kota besar di Pulau Jawa terus berkembang. Listrik di Jawa tak boleh padam. Pelabuhan terus diperluas dan dibangun. Jalan raya atau jalan tol terus dikembangkan. Pusat perkantoran dan permukiman makin menjulang. Jakarta pun menjadi kota dengan mal terbanyak di dunia.

Transportasi

Pada tahun 1980, rencana jalur ganda kereta api adalah melalui jalur selatan Jawa: Jakarta-Cirebon-Kroya-Yogyakarta-Surabaya.

Jalur ini diharapkan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa bagian selatan yang tertinggal. Kenyataannya, sampai sekarang terus mengalir tenaga kerja yang berdatangan ke Jakarta dan mereka yang menjadi TKI kebanyakan berasal dari daerah Jawa bagian selatan.

Sekarang ini justru jalur utara jadi primadona, didasari keinginan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Jalur utara yang dikenal dengan pantura terus dimanja: jalur ganda dipercepat, jalan tol terus dibangun, direncanakan juga kereta api cepat Jakarta-Surabaya, di samping angkutan udara dan angkutan laut yang terus bertambah frekuensinya.

Seharusnya kita kembali fokus pada pembangunan di Jawa bagian selatan. Keterbatasan APBN agar diutamakan untuk penyelesaian jalur ganda kereta api di selatan Jawa. Paling tidak, memperbanyak long siding agar kereta api rangkaian panjang bisa berpapasan. Saat ini rangkaian kereta api dibatasi oleh kemampuan stasiun tempat berpapasan. Bahkan, jalan tembus selatan Jawa pun tak pernah jadi prioritas.

Kita harus membangun pusat pertumbuhan ekonomi di Sumatera secara besar-besaran daripada proyek Jembatan Selat Sunda. Memfokuskan kembali pembangunan IBT dengan transportasi lautnya dibandingkan dengan terus berkutat pada pembangunan di Jawa.

Peran Swasta

Sudah banyak pengusaha dan konglomerat yang menikmati pertumbuhan ekonomi di Jawa. Hanya langit yang membatasi pertumbuhan mereka. Pembangunan mal, perkantoran, perumahan, dan kawasan industri di sekitar kota besar itu yang akhirnya menyebabkan masalah transportasi sekitar kota besar di Jawa, dan akhirnya tiap Lebaran memengaruhi angkutan mudik.

Para pengusaha dan konglomerat semestinya diharuskan membangun bagian lain dari Indonesia. Mungkin jalan yang tercepat, pemerintah dan pemda mengeluarkan peraturan pembatasan pembangunan di kota-kota besar dan Jawa bagian utara. Indonesia bukan hanya Jawa. Jawa bukan hanya kota besar dan pantura.

Sumber energi berasal dari Sumatera dan Kalimantan. Berbagai hasil tambang berasal dari Papua, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, daerah itu tetap saja termarjinalkan dalam pembangunan.

Sudah saatnya pemerintah mengubah haluan. Jawa jangan dimanjakan. SBY harus berani melakukan perubahan arah pembangunan. ●
◄ Newer Post Older Post ►