Sang Pengembara Komaruddin Hidayat ; Rektor UIN Syarif Hidayatullah |
SINDO, 28 September 2012
Terdapat struktur kejiwaan lain dalam teori archetype yang melekat kuat dan memengaruhi karakter seseorang yang disebut wanderer, yaitu kecenderungan setiap orang untuk jadi pengelana, pengembara, peziarah atau senang keluyuran.
Pada anak kecil, ketika memasuki usia tiga tahunan, gejala ini mulai terlihat jelas. Dia tidak bisa tinggal diam. Selalu ingin mengenal objek-objek yang baru. Rasa penasaran untuk mengetahui benda-benda asing sangat tinggi. Pada usia ini orang tua dituntut selalu mengawasinya. Dorongan selalu berkelana untuk memperluas wawasan dan pengalaman baru ini tetap melekat sampai tua. Karena itu yang namanya agenda ziarah, hijrah, migrasi, rekreasi, pesiar, turisme, jalan-jalan, berlibur, riset, dan semacamnya tidak akan pernah hilang dalam kehidupan masyarakat.
Riset dan bisnis sarana transportasi semakin berkembang karena manusia selalu perlu untuk memenuhi nalurinya sebagai wanderer. Bahkan hidup itu sendiri merupakan rangkaian journey sejak lahir sampai tua. Di dalam perjalanan dan pengembaraan hidup itu seseorang ingin menemukan dirinya dan mengetahui posisinya, baik dalam konteks sosial maupun alam semesta. Pengembaraan hidup pada tataran intelektual (intellectual journey) yang paling efektif tentu saja melalui jalur dan kendaraan sekolah serta pendidikan.
Setiap orang terlahir dengan membawa sifat untuk selalu belajar dan mengetahui hal-hal baru. Di samping karena dorongan naluri, dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya diharapkan akan membantu memecahkan problem yang dihadapi agar kehidupan lebih nyaman dijalani. Karenanya hasil pengembaraan keilmuan yang sangat menonjol ditandai dengan inovasi di bidang techne atau peralatan teknis sehingga masyarakat modern disebut sebagai technicalistic society.
Masyarakat yang kreatif menciptakan peralatan teknis dan sangat tergantung pada hasil teknologi, seperti mobil, telepon, televisi, pesawat terbang, komputer, air conditioner, dan teknologi lain yang pada awalnya merupakan hasil pengembaraan intelektual, namun akhirnya kembali lagi sebagai fasilitas untuk memenuhi naluri wanderer. Secara psikologis, sifat dan spirit wanderer ini mesti dipupuk terus agar seseorang atau bangsa terbiasa menghargai riset (research).
Sejarah bangsa membuktikan,mereka yang sangat peduli pada riset mampu menghasilkan teori-teori ilmiah baru yang pada urutannya mendongkrak perkembangan ekonomi dan peradabannya. Sangat disayangkan sistem dan kultur pendidikan kita kurang menghargai aktivitas dan tradisi riset keilmuan. Para petinggi negeri bersikap pragmatis, sudah merasa puas dengan menjual hasil kekayaan alam yang lama-lama akan menipis dan habis.
Sifat wanderer memiliki sisi negatif kalau tidak terarah dengan disertai keyakinan yang benar dan mulia. Yaitu sifat yang tidak pernah puas, selalu asyik dalam pengembaraan dan pencarian terus-menerus. Pengembaraan itu tejadi terutama pada tataran imajinasi dan pemikiran. Bagi mereka yang memiliki uang dan badan sehat, jalan-jalan merupakan agenda yang sangat disenangi. Bukankah kalau libur dan punya uang berlebih orang akan memilih jalan-jalan? Dalam dunia ilmu pengetahuan, berbagai penemuan diawali oleh imajinasi dan mitologi.
Imajinasi yang begitu kreatif dan liar bisa dilihat dalam film kartun yang menjadi sarana untuk menyalurkan naluri wanderer. Di antara stimulan bagi pengembaraan imajinasi dan riset keilmuan adalah bintang-gemintang di langit. Sampai kapan pun manusia berimajinasi mampu melakukan ziarah ke planet-planet lain di luar bumi. Dalam masyarakat Jawa, imajinasi itu dulu diwujudkan dalam sosok Gatotkaca yang bisa terbang ke langit.
Atau Ontoredjo yang bisa menghilang ke perut bumi. Berkat kemajuan teknologi canggih, keduanya sekarang menjadi kenyataan. Dalam tradisi Islam, cerita tentang mikraj Nabi yang terbang dengan kendaraan Bouroq ke langit tujuh juga membangkitkan imajinasi mistikalspiritual mengingat secara saintifik keilmuan sulit dibuktikan, melainkan didekati dengan iman. Dalam analisis psikologi perkembangan, wanderer ini merupakan tahap awal anak dan remaja dalam upaya menemukan jati dirinya sehingga tidak segan-segan melakukan trial and errors.
Coba-coba dan salah. Atau anak kecil yang lagi belajar berjalan, dia akan mengalami jatuh dan bangun berulang kali tidak kenal putus asa. Spirit ini mestinya jangan sampai hilang, sekalipun seseorang sudah dewasa atau tua karena banyak peluang dan tantangan baru untuk maju yang mesti didahului dengan pengalaman jatuh dan bangun. Rasanya perjalanan bangsa ini juga bagaikan seorang wanderer yang tengah mencari jati dirinya. ●
Riset dan bisnis sarana transportasi semakin berkembang karena manusia selalu perlu untuk memenuhi nalurinya sebagai wanderer. Bahkan hidup itu sendiri merupakan rangkaian journey sejak lahir sampai tua. Di dalam perjalanan dan pengembaraan hidup itu seseorang ingin menemukan dirinya dan mengetahui posisinya, baik dalam konteks sosial maupun alam semesta. Pengembaraan hidup pada tataran intelektual (intellectual journey) yang paling efektif tentu saja melalui jalur dan kendaraan sekolah serta pendidikan.
Setiap orang terlahir dengan membawa sifat untuk selalu belajar dan mengetahui hal-hal baru. Di samping karena dorongan naluri, dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya diharapkan akan membantu memecahkan problem yang dihadapi agar kehidupan lebih nyaman dijalani. Karenanya hasil pengembaraan keilmuan yang sangat menonjol ditandai dengan inovasi di bidang techne atau peralatan teknis sehingga masyarakat modern disebut sebagai technicalistic society.
Masyarakat yang kreatif menciptakan peralatan teknis dan sangat tergantung pada hasil teknologi, seperti mobil, telepon, televisi, pesawat terbang, komputer, air conditioner, dan teknologi lain yang pada awalnya merupakan hasil pengembaraan intelektual, namun akhirnya kembali lagi sebagai fasilitas untuk memenuhi naluri wanderer. Secara psikologis, sifat dan spirit wanderer ini mesti dipupuk terus agar seseorang atau bangsa terbiasa menghargai riset (research).
Sejarah bangsa membuktikan,mereka yang sangat peduli pada riset mampu menghasilkan teori-teori ilmiah baru yang pada urutannya mendongkrak perkembangan ekonomi dan peradabannya. Sangat disayangkan sistem dan kultur pendidikan kita kurang menghargai aktivitas dan tradisi riset keilmuan. Para petinggi negeri bersikap pragmatis, sudah merasa puas dengan menjual hasil kekayaan alam yang lama-lama akan menipis dan habis.
Sifat wanderer memiliki sisi negatif kalau tidak terarah dengan disertai keyakinan yang benar dan mulia. Yaitu sifat yang tidak pernah puas, selalu asyik dalam pengembaraan dan pencarian terus-menerus. Pengembaraan itu tejadi terutama pada tataran imajinasi dan pemikiran. Bagi mereka yang memiliki uang dan badan sehat, jalan-jalan merupakan agenda yang sangat disenangi. Bukankah kalau libur dan punya uang berlebih orang akan memilih jalan-jalan? Dalam dunia ilmu pengetahuan, berbagai penemuan diawali oleh imajinasi dan mitologi.
Imajinasi yang begitu kreatif dan liar bisa dilihat dalam film kartun yang menjadi sarana untuk menyalurkan naluri wanderer. Di antara stimulan bagi pengembaraan imajinasi dan riset keilmuan adalah bintang-gemintang di langit. Sampai kapan pun manusia berimajinasi mampu melakukan ziarah ke planet-planet lain di luar bumi. Dalam masyarakat Jawa, imajinasi itu dulu diwujudkan dalam sosok Gatotkaca yang bisa terbang ke langit.
Atau Ontoredjo yang bisa menghilang ke perut bumi. Berkat kemajuan teknologi canggih, keduanya sekarang menjadi kenyataan. Dalam tradisi Islam, cerita tentang mikraj Nabi yang terbang dengan kendaraan Bouroq ke langit tujuh juga membangkitkan imajinasi mistikalspiritual mengingat secara saintifik keilmuan sulit dibuktikan, melainkan didekati dengan iman. Dalam analisis psikologi perkembangan, wanderer ini merupakan tahap awal anak dan remaja dalam upaya menemukan jati dirinya sehingga tidak segan-segan melakukan trial and errors.
Coba-coba dan salah. Atau anak kecil yang lagi belajar berjalan, dia akan mengalami jatuh dan bangun berulang kali tidak kenal putus asa. Spirit ini mestinya jangan sampai hilang, sekalipun seseorang sudah dewasa atau tua karena banyak peluang dan tantangan baru untuk maju yang mesti didahului dengan pengalaman jatuh dan bangun. Rasanya perjalanan bangsa ini juga bagaikan seorang wanderer yang tengah mencari jati dirinya. ●