Senin, 03 September 2012

Dana Haji dan Anggito Abimanyu


Dana Haji dan Anggito Abimanyu
Bambang Setiaji ;  Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
SINDO , 03 September 2012


Masuknya Anggito Abimanyu menjadi direktur jenderal (dirjen) haji di lingkungan Kementerian Agama diharapkan memberi angin segar di lingkungan kementerian itu serta angin segar atau berkah bagi perbankan, khususnya perbankan syariah, dan ekonomi pada umumnya. 

Dirjen Haji mengelola dana pesanan seat dengan jumlah dana yang fantastik dan semakin lama semakin besar untuk waktu ke depan dengan makin panjangnya antrean haji. Sekarang ini antrean sudah sekitar 10 tahun ke depan dengan dana pesan seat yang masuk sudah sekitar Rp40 triliun. Pemupukan dana ini sangat bermanfaat bagi ekonomi. Dana ini bisa untuk meminjami negara dengan jalan membeli surat hutang negara dan mengurangi beban utang luar negerinya.

Demikian juga dapat untuk memberi insentif ekonomi misalnya membantu usaha kecil menengah dan wirausaha baru yang diharapkan tumbuh dan dapat menolong kebutuhan pekerjaan bagi penganggur sekitar 10 juta lowongan dan sekitar 20 juta pekerjaan lagi untuk meng-upgrade kualitas pekerjaan kurang produktif yang sekarang ada. Dengan gebrakan sistem yang diharapkan akan lebih transparan dari Anggito yang terkenal memiliki integritas dan bebas kepentingan, KPK diharapkan tidak menghentikan akumulasi tabungan ini, karena dana ini merupakan berkah yang benar-benar dapat membantu ekonomi.

Misi Ekonomi Dana Haji 

Dengan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, baik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberi lapangan kerja yang masif diperlukan insentif sisi suplai untuk menurunkan suku bunga. Dirjen Haji dapat memainkan lisensi bagi perbankan yang ingin menjadi pengelola dana pesanan perjalanan haji dengan syarat disalurkan kepada usaha kecil menengah dengan suku bunga yang rendah.

Suku bunga yang rendah diharapkan memberi insentif investasi dan mendorong wirausaha baru. Seandainya Dirjen Haji tidak memiliki misi seperti itu dan hanya mengandalkan integritas dan transparansi dan menyerahkan dana tersebut sesuai mekanisme pasar, hal tersebut juga sudah memberi angin segar dunia perbankan, menurunkan sedikit suku bunga. Akan tetapi, perlu diwaspadai bila dana itu hanya akan terserap di pasar uang dan memutar kembali tanpa menyentuh sektor riil.

Maka dari itu misi ekonomi dalam pengelolaan dana itu sebagai manifestasi keberkahan agama sangat penting. Bank syariah sangat sesuai mengelola dana tersebut, baik dilihat dari karakteristiknya sesuai dengan kepentingan haji, dan secara ekonomi peran perbankan ini sangat baik untuk pengembangan sektor riil. Hal ini terjadi mengingat dalam operasi perbankan syariah diharamkan transaksi keuangan tanpa underlying transaksi di sektor riil (yang umumnya terjadi dalam bisnis spekulasi).

Di sisi lain operasi perbankan konvensional jika mendapatkan dana murah dan berlebih, maka sebagian dana tersebut akan diputar kembali di sektor keuangan yang belum tentu berimbas langsung ke sektor riil. Perbedaan ini dicerminkan oleh rasio kredit atau pembiayaan terhadap besarnya deposito (LDR). LDR perbankan konvensional pada lima tahun terakhir rata-rata sebesar 70%, sedangkan rasio serupa di perbankan syariah sebesar 96%.

Hal ini berarti hampir semua dana yang masuk di perbankan syariah diputar kembali untuk menggerakkan sektor riil baik langsung produksi maupun untuk membiayai barang konsumsi misalnya mobil, rumah, dan motor. Barang-barang konsumsi ini tetap menggerakkan industri terkait. Dengan demikian perbankan syariah memecahkan persoalan perkembangan ekonomi yang sering bersifat bubble dan memicu krisis.

Peran ini belum terlalu nyata mengingat pangsa pasar perbankan syariah ini masih kurang dari 5%. Sebaliknya di bank konvensional hanya sekitar 70% dana yang disalurkan yang langsung berkaitan sektor riil. Dana lain secara kasar sekitar 30% digunakan untuk misalnya untuk bermain di pasar valuta asing, disimpan kembali di Bank Indonesia dan sebagainya.

Dengan demikian dana-dana ini hanya memutar dari uang ke uang. Perilaku perbankan ini menyumbang terjadinya penggelembungan ekonomi (bubble) di mana angka-angka ekonomi terlihat besar, misalnya angka pendapatan per kapita kita sudah lebih dari USD3000, tetapi rakyat masih berkutat pada lingkaran kemiskinan. Gambaran ekonomi yang menggelembung dan ekonomi yang timpang sangat sejalan.

Polemik Dana Haji 

Dana pesanan seat haji menjadi polemik apakah menjadi milik Kementerian Agama cq Dirjen Haji atau tetap masih merupakan milik nasabah. Hal tersebut memiliki implikasi terhadap bagi hasilnya milik siapa. Atas polemic tersebut dan bagaimana keputusan akhirnya sebaiknya bagi hasil atau bunga dari dana tersebut sebaiknya ditentukan rendah dan digunakan untuk suatu misi perbaikan ekonomi.

Hal ini juga sangat cocok dengan misi haji itu sendiri dan misi agama pada umumnya yang sangat concern dengan pembebasan kemiskinan dan kefakiran per definisi adalah orang yang tidak memiliki penghasilan atau pengangguran. Sebagai pengelola dana haji lembaga Dirjen Haji memiliki wewenang untuk bermain dengan tujuan membantu kaum fakir yang riil, dengan jalan memberikan insentif menurunkan suku bunga, supaya hal ini terjadi, bunga atau bagi hasil dana haji tersebut harus ditentukan rendah tetapi dengan syarat harus disalurkan oleh bank dengan margin yang rendah pula.

Hal ini tentu akan mengubah mindsetpengelola dana, pemerintah tidak seyogianya mengambil keuntungan finansial, tetapi keuntungan harus berupa ekonomi makro seperti bertambahnya wirausaha, tumbuhnya investasi, pertumbuhan ekonomi, dan berkurangnya pengangguran. Selain hal itu, dana bagi hasil dapat untuk menurunkan biaya perjalanan haji yang dapat diberikan sebagai diskon atau uang saku bagi para peserta.
◄ Newer Post Older Post ►