Minggu, 16 September 2012

Siklus Tujuh Abad


Siklus Tujuh Abad
Zaenal A Budiyono;  Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC)
REPUBLIKA, 15 September 2012


Sebagian besar orang mungkin kurang peduli akan sejarah kita, latar belakang bangsaini. Padahal, sejarah mengajarkan banyak hal, termasuk memelihara semangat kita untuk maju dengan berkaca pada catatan masa lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kunjungan kenegaraan di Mongolia, belum lama ini bercerita mengenai kebesaran Chinggis Khan di masa lalu.

Sejarah mencatat, sekitar abad XIII Mongolia di bawah kepemimpinan Chinggis Khan pernah menguasai dunia. Kekuasaan Mongol ketika itu tergelar mulai dari Eropa Timur hingga Asia tenggara. Kehebatan Khan bahkan terus melegenda melampaui zamannya.

Bagaimana dengan sejarah awal Nusantara kita? Indonesia juga tak kalah gemilang dalam mencatat tinta sejarah. Pada abad VII, Kerajaan Sriwijaya sudah menaklukkan Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi. Dapat dikatakan, pada era tersebut, kebesaran Nusantara terwakili dalam kemegahan Sriwijaya.

Lalu, beberapa abad kemudian Sriwijaya meredup. Di sisi lain, tak ada kerajaan di Nusantara yang muncul secara dominan dan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah lain. Baru setelah tujuh abad kemudian (abad XIV), muncul kekuatan besar dari Pulau Jawa, yaitu Majapahit. Kekuasaannya mencakup Malaya, Kalimantan, Sumatra, Bali, dan Filipina. Era majapahit yang paling terkenal adalah ketika Patih Gajah Mada mengumandangkan Sumpah Palapa, yang menjadi embrio penyatuan Nusantara.

Setelah itu, Majapahit meredup dan Nusantara masuk dalam “zaman kegelapan“ atau periode kolonialisme. Puluhan kerajaan di Bumi Pertiwi tak mampu menangkal hegemoni Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang, justru mereka kerap sibuk dalam perang saudara. Baru pada 1945 (awal abad XX), Indonesia merdeka berhasil diwujudkan. Inilah momentum awal menuju kebangkitan Nusantara ketiga. Presiden SBY meyakini bahwa siklus tujuh abad kejayaan Nusantara akan kembali kita rengkuh. Setelah Sriwijaya menancapkan kekuasaan pada abad VII, Majapahit menguasai kawasan regional pada abad XIV, maka kini, di abad XXI, Indonesia memiliki momentum untuk kembali menjadi pemain utama di dunia.

Pandangan Presiden di atas bukannya tanpa dasar. Ilmuan terbesar Islam, Ibnu Khaldun, sudah memperkenalkan pendekatan mengenai gejala periodisasi kekuasaan tersebut. Dalam karya terbesarnya, “Muqaddimah“, Khaldun memperkenalkan teori “siklus peradaban“ atau dikenal juga sebagai Ashabiyyah.

Teori ini menjelaskan bahwa suatu peradaban (kekuasaan) akan muncul melalui siklus berjuang, membangun hingga alienasi, sampai akhirnya datanglah keruntuhan.

Menyoal “Kepantasan“

Kita boleh berdebat panjang mengenai “kepantasan“ Indonesia menuju negara maju. Namun, setidaknya bangsa ini memiliki ruang untuk optimistis dengan menilik pada sejarah, modal, dan kapasitas kita sendiri. Mari kita lihat, apakah Indonesia memang pantas menjadi negara maju serta pemain penting di kawasan.

Saat ini kinerja ekonomi Indonesia banyak dipuji karena mampu melewati krisis ekonomi 2008 dan krisis global 2011 secara smooth. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus menunjukkan grafik positif di tengah-tengah sentimen negatif pasar global. Hingga Juli 2012, pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 6,4 persen. Angka itu termasuk yang cukup tinggi di tengah-tengah krisis Eropa dan Amerika. Kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak lepas dari strategi ekspor di satu sisi dan penguatan pasar domestik.

Dengan penduduk yang demikian besar, tentu pasar domestik kita dengan sendirinya juga terbuka lebar. Kinerja pertumbuhan dan investasi yang “kinclong“ ini membuat mata dunia internasional terbuka. Goldman Sachs Asset Management, sebuah perusahaan yang mengelola dana investasi global, September 2012, memperkenalkan akronim baru, yaitu MIST (Meksiko, Indonesia, South Korea, dan Turki).

Kaukus negara-negara MIST tumbuh dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, bahkan melampaui Jerman pada 2011. Meksiko, negara berperekonomian terbesar kedua di Amerika Latin, mencatat rekor penjualan mobil terbesar.

Pertumbuhannya sudah melampaui Brasil selama dua tahun berturut-turut.
Ekonomi Meksiko tumbuh 4,6 persen dalam tiga bulan pertama 2012, yang tercepat dalam enam kuartal. Sedangkan, Brasil diprediksi hanya tumbuh kurang dari tiga persen selama dua kuartal penuh di 2012.

Performa Indonesia di atas kertas tak kalah biru. Konsumsi domestik dan investasi yang makin kuat menyokong ekonominya tumbuh di atas prediksi sebesar 6,4 persen di kuartal kedua ini. Di sisi lain, India tumbuh 5,3 persen di kuartal pertama lalu, yang terjelek dalam sembilan tahun terakhir. S&P memperingatkan bahwa peringkat utang India bisa turun jika India tidak kembali tumbuh dan mengatasi masalah politiknya. Sementara, South Korea (Korea Selatan) dan Turki tak perlu diperdebatkan lagi. Kedua negara tersebut sudah sejak beberapa tahun terakhir menjadi pemain kunci di kawasan.

Penguatan Diplomasi

Di kancah politik dan diplomasi, posisi kita makin tahun juga menunjukkan grafik yang terus menguat, seiring peran nyata di dunia. Status Indonesia sebagai big brother di ASEAN kini secara bertahap kembali kita raih. Dunia melihat kerja Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan. Dua kasus yang menguatkan peran Indonesia di Asia Tenggara, antara lain solusi atas konflik perbatasan yang melibatkan Thailand-Kamboja dan makin terbukanya kemungkinan penerapan demokrasi di Myanmar. Inilah fakta-fakta bahwa Indonesia berada pada jalur yang benar untuk memperkuat perannya di dunia internasional.

Maka, saat hendak bertolak dari Ulaan Baatar menuju Vladivostok, Rusia, untuk menghadiri KTT APEC, Presiden SBY sekali lagi mengingatkan akan kejayaan Mongolia di masa lalu. Hanya saja, Presiden memberi catatan, semua itu seakan lenyap sehingga Mongolia sekarang ini lebih mirip dengan negara yang baru membangun. Rumput-rumput liar terlihat jelas di kiri-kanan jalanan berdebu dan sempit. Kita harus belajar untuk mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. ●

◄ Newer Post Older Post ►