Jumat, 21 September 2012

Rivalitas antara Obama dan Romney


Rivalitas antara Obama dan Romney
Chusnan Maghribi ;  Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
SUARA MERDEKA, 20 September 2012


Prestasi datar dalam bidang sosial ekonomi bisa dimanfaatkan Romney untuk menggempur Obama

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) memang baru digelar 6 November mendatang namun hiruk-pikuk penyelenggaraan telah memasuki babak penentuan seiring berakhirnya konvensi dua partai --Republik pada akhir Agustus dan Demokrat awal September-- serta dimulainya masa kampanye dua pasang capres-cawapres yang akan bertarung.

Kedua pasang capres-cawapres, baik Barack Hussein Obama dan Joseph ’’Joe’’ Biden (Obiden) dari Demokrat maupun Mitt Romney dan Paul Ryan (Rory) dari Republik, memulai kampanye di Negara Bagian Iowa dan New Hampshire pada 9 September 2012. Keduanya mencoba memanfaatkan seluruh masa kampanye semaksimal dan seefektif mungkin untuk meraih simpati sebanyak-banyaknya pemilih.

Lantas siapa yang lebih berhasil menggaet dukungan massa guna menggaransi pencapaian kesuksesan memenangi pilpres? Warga AS merupakan masyarakat rasional. Mayoritas selalu rasional menentukan pilihan politiknya, mendasarkan pada pertimbangan akal sehat, bukan fanatisme buta, termasuk dalam memilih pasangan capres-cawapres.
Mereka berupaya seobjektif mungkin memastikan pilihan politiknya. Kedinamisan hasil jajak pendapat yang dilakukan banyak lembaga polling tiap menjelang pilpres, adalah gambaran betapa tinggi tingkat rasionalitas warga AS dalam menentukan sikap politiknya.
Terkait rivalitas Obama selaku incumbent (petahana) dan Romney sebagai penantang dalam pilpres November mendatang pun mereka dipastikan rasional menentukan pilihannya. Dalam jajak pendapat pendahuluan yang dilakukan sejumlah lembaga polling akhir Juli lalu, sementara Obama unggul atas Romney.

Jajak pendapat yang dilakukan Gallup terhadap komunitas Yahudi di seluruh (50) negara bagian misalnya, Obama menang telak dengan meraup dukungan 74 persen, sementara Romney 26 persen. Lalu, polling bersama oleh Quinnipiac University, CBS News, dan New York Times di Pennsylvania, Florida, dan Ohio, Obama juga mengungguli rivalnya.
Di Pennsylvania Obama menggaet 53 persen suara pendukung, sedangkan Romney 42 persen, dan hanya 5 persen belum menentukan pilihan. Di Florida, Obama meraih 51 persen, Romney 45 persen, dan 4 persen masih ragu. Di Ohio, Obama mengantongi 50 persen, Romney 44 persen, dan 6 persen masih ragu. Obama banyak dipilih kaum perempuan.

Apakah Obama pasti memenangi pilpres? Jika dia berhasil mempertahankan simpati dan dukungan besar massa di tiga negara bagian tersebut hampir pasti dia sukses memenangi Pilpres 2012 sehingga dia menduduki Gedung Putih untuk periode kedua. Pennsylvania, Florida, dan Ohio dikenal sebagai tiga negara bagian paling menentukan.

Prestasi Ekonomi

Sejarah menunjukkan sejak 1960 tidak pernah satu pun kandidat pernah menang menjadi presiden lantaran gagal menang di dua dari tiga negara bagian yang juga biasa disebut swing state itu. Tiga negara bagian itu secara tradisional bukanlah pendukung fanatik Demokrat atau Republik.

Masalahnya tentu, apakah dalam rentang waktu sekitar 2 bulan ke depan Obama mampu mempertahankan dukungan besar rakyat di tiga negara bagian tersebut? Tidak mudah bagi Obama mempertahankannya. Selain karena selisih hasil polling khususnya di tiga negara bagian tadi tidak terlalu besar, dan ada warga yang belum menentukan pilihan, juga prestasi pemerintahan 4 tahun belakangan tidak cukup istimewa di mata publik AS, terutama bidang sosial ekonomi.

Obama tampil sebagai presiden pertama berkulit gelap dengan mewarisi krisis ekonomi nasional cukup parah dari George Walker Bush. Empat tahun pemerintahannya belum sukses mengatasi masalah. Pertumbuhan ekonomi 2008-2012 tak pernah tembus 2 persen tiap tahun.

Pertumbuhan 2,2 persen yang dipatok The Fed (Bank Sentral AS) pada semester I-2012 hanya terpenuhi 1,9 persen akibat kemelambatan investasi dan kekeringan. Kekeringan di AS saat ini terparah dalam 50 tahun terakhir. Pemerintahan Obama juga tak cukup sukses mengatasi pengangguran. Tingkat pengangguran 8,1 persen, dan 6 bulan terakhir cuma sanggup menurunkan 0,3 persen.

Prestasi datar di bidang sosial ekonomi itu menjadi sisi lemah yang bisa dimanfaatkan Romney untuk menggempur Obama.  Satu-satunya prestasi yang spektakuler di mata publik AS tentu keberhasilannya pada Mei 2011 dalam menamatkan riwayat pemimpin Al-Qaedah Usamah bin Ladin yang sejak tragedi Black September 2001 dianggap sebagai musuh nomor satu AS. Keberhasilannya itu dapat dimanfaatkan untuk menutup sisi kelemahan tadi.

Rivalitas Obama-Romney dipastikan berlangsung ketat hingga pilpres digelar. Keduanya berpeluang sama besar menggaet dukungan sebanyak-banyaknya pemilih untuk memenangi pesta demokrasi tersebut.

◄ Newer Post Older Post ►