Minggu, 09 September 2012

Pidato Memukau


Pidato Memukau
Budiarto Shambazy ;  Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 08 September 2012


Konvensi Nasional Demokrat di Charlotte, North Carolina, Amerika Serikat, 4-6 September, menggelorakan semangat (fire up) partai menghadapi pemilihan umum presiden pada November mendatang. Harapannya, konvensi kelak merebut suara dari kelompok independen/undecided voters.

Satu-satunya alasan Demokrat berada di atas angin karena pidato memukau Michelle Obama, Bill Clinton, Wakil Presiden Joe Biden, dan Presiden Barack Obama. Tak pelak lagi, pidato mereka membuat Konvensi Nasional Republik di Tampa, Florida, 27-30 Agustus, menjadi hambar.

Sudah berbulan-bulan Demokrat berada di atas angin karena berbagai jajak pendapat selalu mengunggulkan Obama di atas calon presiden dari Republik, Mitt Romney (65). Keunggulan itu menjadi lebih mutlak setelah konvensi di Charlotte.
Romney berupaya memperkuat diri dengan memilih anggota DPR muda, Paul Ryan (42), sebagai calon wakil presiden. Akan tetapi, saat konvensi belum begitu tampak firing up yang diharapkan.

Salah satu argumen mengapa Romney diduga sukar mengalahkan Obama karena keterpilihan dia terbatas. Dari sosoknya, Romney dinilai sebagai orang yang terlalu biasa alias datar-datar saja.

Ia tidak secerdas dan kurang konservatif seperti Newt Gingrich, misalnya. Romney memang pernah menjabat sebagai Gubernur Massachusetts, tetapi lebih bercitra sebagai pengusaha jutawan yang dianggap kurang prorakyat.

Sebagai calon presiden dari Republik, Romney ”memanjakan” segelintir orang kaya saja, antara lain menjanjikan pemotongan dan keringanan pajak. Ia penganut kapitalisme murni/ekonomi pasar dengan mengurangi drastis peran pemerintah.
Jika terpilih, ia akan menjegal Obamacare, program jaminan kesehatan bagi sekitar 60 persen rakyat. Ini langkah kurang populer karena Obama justru tercatat sebagai presiden pertama dalam sejarah yang berhasil melakukannya.

Bagi Romney dan Republik, Obamacare dianggap sebagai redistribusi kekayaan yang mengkhianati kapitalisme/individualisme. Padahal, Obamacare bukan program sosialisme, melainkan prakarsa penting untuk menyejahterakan rakyat.

Pengalaman dan pemahaman internasional Romney dianggap kurang. Misalnya saja, ia keceplosan menyebut Rusia sebagai musuh bebuyutan sehingga menimbulkan sinisme dari masyarakat bahwa ia masih hidup di era Perang Dingin.
Berbeda dengan Obama yang sudah mengakhiri perang di Irak dan sebentar lagi menarik pasukan dari Afganistan. Apabila Romney bertekad menambah persenjataan jika terpilih, Obama lebih cenderung meningkatkan diplomasi global.
Pendek kata, duet Obama-Biden berada di atas angin karena mereka, ibarat Anda masuk ke restoran, sudah jadi menu yang dikenal akrab untuk disantap. Pengunjung restoran masih ragu apakah menu Romney-Ryan bisa diandalkan?

Sesungguhnya Obama bukan tanpa cacat karena situasi ekonomi AS yang masih buruk bisa dieksplorasi lagi oleh Romney. Masih ingat mantra: it’s the economy, stupid?

Tingkat pengangguran masih tinggi, sekitar 8 persen, atau sekitar 2 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008. Utang luar negeri telah menembus 16 triliun dollar AS, defisit masih sukar dikontrol, dan anggaran masih timpang.

Romney-Ryan menghidupkan mantra amat terkenal yang diucapkan Ronald Reagan ketika mengalahkan Presiden Jimmy Carter dalam pemilihan presiden 1980: Are you better off now than four years ago?Bandingkan dengan mantra yang diucapkan Biden: Osama bin Laden is dead, General Motors is alive!

Pada akhirnya, pemilihan presiden di AS, yang memakai sistem the winner takes all, ditentukan di sedikit negara bagian kunci (battleground states) saja, termasuk Michigan, Ohio, dan Florida.

Sungguh asyik menyaksikan pidato-pidato pada Konvensi Nasional Demokrat. Michelle Obama menyibak tabir lebih akrab lagi tentang suaminya, Biden tampil sebagai suara terkeras yang membela Obama, sedangkan Obama sendiri biasa saja.

Memang Obama bukan yang dulu, ketika malam kemenangannya di Chicago tahun 2008 dan pelantikannya tahun 2009 di Washington DC mengundang isak tangis ribuan orang. Namun, ia tetap Obama yang menggembala negara dan bangsanya yang terpuruk akibat kepemimpinan gagal Presiden George W Bush.

Tak pelak lagi, pidato terbaik adalah yang disampaikan Clinton. Wartawan CNN, Wolf Blitzer, menyebut itulah pidato terbaik Clinton!

Dalam usia 66 tahun, setelah dua kali menjalani operasi bedah jantung, Clinton masih layak disebut sebagai orator/politisi paling ulung di negaranya. Inilah presiden yang pernah dimakzulkan Kongres karena skandal seks, tetapi bisa lolos!
Ini bukti ketangguhan Clinton sebagai politisi yang mampu mendapatkan dukungan dari dua partai sekaligus. Presiden periode 1992-2000 itu merangkum hampir semua masalah penting yang dihadapi bangsa AS, apa yang sudah dan akan dilakukan Obama, dan kelemahan-kelemahan Romney, cuma dalam pidato sekitar 40 menit.

Ia menyelingi pidatonya dengan humor yang mengundang tawa hadirin. Beruntunglah Obama karena setelah konvensi Clinton akan kampanye di dua negara bagian kunci: Ohio dan Florida.

Pidato memukau memengaruhi hasil akhir, terutama untuk kalangan yang belum menetapkan pemilih/independen. Namun, berlaku pula pemeo the singer, not the song karena yang lebih penting karakter yang berpidato daripada isinya.

Beda dengan pemimpin-pemimpin atau politisi- politisi kita yang makin ”tuna-pidato” yang tak ada isi. ●

◄ Newer Post Older Post ►