Pahlawan Nasional
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi |
SINDO, 08 September 2012
Dua hari lalu, Kamis (6 September 2012), saya diundang untuk ikut berbicara dalam seminar tentang pemberian gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh pendiri negara (founding people) yang diselenggarakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Ketiga tokoh tersebut adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Kahar Muzakkir. Saya sungguh heran, bahkan agak kaget, ketika tahu bahwa ketiga tokoh tersebut belum mendapat gelar pahlawan nasional. Lebih kaget lagi kala mendengar saat pembukaan seminar itu bahwa Bung Karno dan Bung Hatta juga belum mendapat gelar pahlawan nasional meski keduanya pernah mendapat gelar pahlawan proklamator.
Selama ini saya memang tidak pernah menghafal siapa saja pahlawan nasional kita, tetapi menurut saya orang-orang seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Kahar Muzakkir sudah seharusnya menjadi pahlawan nasional. Apalagi dari 156 pahlawan nasional yang kita miliki sekarang, banyak yang, maaf, kualitas kepahlawanannya tidak sekelas dengan mereka.
Menurut Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2009, gelar pahlawan nasional diberikan kepada mereka yang telah berjuang melawan penjajahan dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah melakukan tindakan kepahlawanan, dan/atau telah menunjukkan prestasi atau karya yang luar biasa bagi pembangunan bangsa dan negara. Jika tiga hal itu yang menjadi ukuran utamanya, tak dapat disangkal, kelima orang tersebut sangatlah layak untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
Nama mereka telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia sebagai para pendiri negara yang tergabung di dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK) yang kemudian, atas berkat rahmat Allah, memerdekakan Indonesia. Melalui kedua badan dan panitia itu mereka telah ikut menyusun dan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai undangundang dasar negara.
Secara logis, jika dikaitkan dengan situasi gawat saat itu, tak mungkin Indonesia bisa merdeka jika para pendiri negara tidak bersepakat tentang dasar dan konstitusi Negara. Tanpa itu kita takkan hidup di negara Indonesia yang merdeka seperti sekarang ini. Seperti diketahui, pada awal 1945 pemerintah penjajahan Jepang menyatakan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang untuk itu dibentuk sebuah badan untuk menyiapkan konstitusinya yang kemudian kita kenal sebagai BPUPK.
Kata Pemerintah Jepang,kalau mau menjadi negara merdeka harus ada konstitusi yang memuat himpunan norma-norma dasar bernegaranya. Namun BPUPK bukan hanya membuat UUD negara,melainkan jauh lebih penting dari itu, mereka berusaha dan berhasil membuat dasar negara. Menurut Ketua BPUPK saat itu, Radjiman Wediyodiningrat, pembuatan undang-undang dasar negara harus didahului dengan pembuatan dasar negara, sebab sebuah konstitusi harus bersumber dari (dan menjabarkan) dasar negara.
Pada akhir sidang pleno BPUPK yang pertama, tepatnya 1 Juni 1945, Bung Karno mengusulkan Pancasila untuk disepakati sebagai dasar negara. Sidang pertama BPUPK, 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, itu diwarnai perdebatan seru dan penuh retorik yang sangat bermutu, tetapi gagal mencapai kesepakatan tentang dasar negara.
Ketika situasi menjadi sangat gawat karena Perang Dunia II, dengan mengambil momentum sidang Cuo Sangiin VIII yang berlangsung tanggal 18 sampai dengan 22 Juni,Bung Karno membentuk panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang, yaitu Soerkarno, Hatta, Yamin, Meramis, Achmad Soerbardjo, Wachid Hasyim, Kahar Muzakkir, Agoes Salim, dan Abikoesno Tjokrosoeyoso.
Dari tangan Panitia Sembilan inilah lahir Mukadimah Undang-Undang Dasar yang kemudian kita kenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta yang disusun oleh sembilan orang di bawah pimpinan Bung Karno inilah yang menjadi Pembukaan UUD yang di dalamnya memuat Pancasila dasar negara yang berlaku sekarang dengan perubahan kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Keberlakuan Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan oleh PPK (sebagai pelanjut BPUPK) yang diketuai Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945. Bung Karno,Bung Hatta,Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kahar Muzakkir, dan Kasman Singodimedjo adalah anggota-anggota BPUPK dan/atau PPK yang nyata-nyata ikut mendirikan negara dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 dengan segala perkembangannya sampai sekarang ini.
Maka layaklah jika mereka pahlawan nasional, tentu bersama dengan anggota-anggota BPUPK dan PPK lainnya. Seandainya kelima orang itu masih hidup dan ditanya, apakah mereka ingin mendapat gelar pahlawan nasional, pastilah mereka menjawab tidak butuh gelar pahlawan. Mereka adalah pejuang pendiri dan pembela kelangsungan negara Republik Indonesia yang sangat ikhlas dan tak pernah ingin mendapat gelar pahlawan.
Tapi kita sendirilah yang harus bisa menghargai para pendiri negara, sebagai orangorang yang telah mewakafkan diri, berjuang mati-matian untuk kemerdekaan dan kelangsungan negara Republik Indonesia. Kita harus mengabadikan dan memberi informasi kepada anak cucu kita bahwa kita mempunyai ”pahlawan yang sangat berjasa”, yaitu bapak-bapak yang telah berjuang bagi kebangunan dan kejayaan Indonesia yang sekarang ini kita nikmati karunianya. ●
Selama ini saya memang tidak pernah menghafal siapa saja pahlawan nasional kita, tetapi menurut saya orang-orang seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, dan Kahar Muzakkir sudah seharusnya menjadi pahlawan nasional. Apalagi dari 156 pahlawan nasional yang kita miliki sekarang, banyak yang, maaf, kualitas kepahlawanannya tidak sekelas dengan mereka.
Menurut Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2009, gelar pahlawan nasional diberikan kepada mereka yang telah berjuang melawan penjajahan dan mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah melakukan tindakan kepahlawanan, dan/atau telah menunjukkan prestasi atau karya yang luar biasa bagi pembangunan bangsa dan negara. Jika tiga hal itu yang menjadi ukuran utamanya, tak dapat disangkal, kelima orang tersebut sangatlah layak untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
Nama mereka telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia sebagai para pendiri negara yang tergabung di dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK) yang kemudian, atas berkat rahmat Allah, memerdekakan Indonesia. Melalui kedua badan dan panitia itu mereka telah ikut menyusun dan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai undangundang dasar negara.
Secara logis, jika dikaitkan dengan situasi gawat saat itu, tak mungkin Indonesia bisa merdeka jika para pendiri negara tidak bersepakat tentang dasar dan konstitusi Negara. Tanpa itu kita takkan hidup di negara Indonesia yang merdeka seperti sekarang ini. Seperti diketahui, pada awal 1945 pemerintah penjajahan Jepang menyatakan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang untuk itu dibentuk sebuah badan untuk menyiapkan konstitusinya yang kemudian kita kenal sebagai BPUPK.
Kata Pemerintah Jepang,kalau mau menjadi negara merdeka harus ada konstitusi yang memuat himpunan norma-norma dasar bernegaranya. Namun BPUPK bukan hanya membuat UUD negara,melainkan jauh lebih penting dari itu, mereka berusaha dan berhasil membuat dasar negara. Menurut Ketua BPUPK saat itu, Radjiman Wediyodiningrat, pembuatan undang-undang dasar negara harus didahului dengan pembuatan dasar negara, sebab sebuah konstitusi harus bersumber dari (dan menjabarkan) dasar negara.
Pada akhir sidang pleno BPUPK yang pertama, tepatnya 1 Juni 1945, Bung Karno mengusulkan Pancasila untuk disepakati sebagai dasar negara. Sidang pertama BPUPK, 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, itu diwarnai perdebatan seru dan penuh retorik yang sangat bermutu, tetapi gagal mencapai kesepakatan tentang dasar negara.
Ketika situasi menjadi sangat gawat karena Perang Dunia II, dengan mengambil momentum sidang Cuo Sangiin VIII yang berlangsung tanggal 18 sampai dengan 22 Juni,Bung Karno membentuk panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang, yaitu Soerkarno, Hatta, Yamin, Meramis, Achmad Soerbardjo, Wachid Hasyim, Kahar Muzakkir, Agoes Salim, dan Abikoesno Tjokrosoeyoso.
Dari tangan Panitia Sembilan inilah lahir Mukadimah Undang-Undang Dasar yang kemudian kita kenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta yang disusun oleh sembilan orang di bawah pimpinan Bung Karno inilah yang menjadi Pembukaan UUD yang di dalamnya memuat Pancasila dasar negara yang berlaku sekarang dengan perubahan kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Keberlakuan Pancasila dan UUD 1945 ditetapkan oleh PPK (sebagai pelanjut BPUPK) yang diketuai Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945. Bung Karno,Bung Hatta,Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kahar Muzakkir, dan Kasman Singodimedjo adalah anggota-anggota BPUPK dan/atau PPK yang nyata-nyata ikut mendirikan negara dengan dasar Pancasila dan UUD 1945 dengan segala perkembangannya sampai sekarang ini.
Maka layaklah jika mereka pahlawan nasional, tentu bersama dengan anggota-anggota BPUPK dan PPK lainnya. Seandainya kelima orang itu masih hidup dan ditanya, apakah mereka ingin mendapat gelar pahlawan nasional, pastilah mereka menjawab tidak butuh gelar pahlawan. Mereka adalah pejuang pendiri dan pembela kelangsungan negara Republik Indonesia yang sangat ikhlas dan tak pernah ingin mendapat gelar pahlawan.
Tapi kita sendirilah yang harus bisa menghargai para pendiri negara, sebagai orangorang yang telah mewakafkan diri, berjuang mati-matian untuk kemerdekaan dan kelangsungan negara Republik Indonesia. Kita harus mengabadikan dan memberi informasi kepada anak cucu kita bahwa kita mempunyai ”pahlawan yang sangat berjasa”, yaitu bapak-bapak yang telah berjuang bagi kebangunan dan kejayaan Indonesia yang sekarang ini kita nikmati karunianya. ●