Senin, 17 September 2012

Optimalisasi Sertifikasi


Optimalisasi Sertifikasi
Elfindri ;  Guru Besar Ekonomi SDM Universitas Andalas
KOMPAS, 17 September 2012


Niat awal program sertifikasi adalah untuk meningkatkan kinerja guru dan dosen. Program ini sudah berjalan hampir lima tahun dan diperkirakan akan selesai tahun 2014.
Selain pemantapan proses administrasi tenaga kependidikan, program sertifikasi disertai dengan peningkatan insentif untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dibuat oleh pemerintah.

Mengingat program sertifikasi sangat penting—berimplikasi pada pendanaan untuk kesejahteraan tenaga pendidik—maka pada dasarnya program sertifikasi mesti menghasilkan suatu kondisi kemajuan di segala bidang, baik peningkatan aktivitas guru dan dosen dalam mempersiapkan pembelajaran, pengembangan diri, sampai menghasilkan karya akademik. Luarannya adalah menghasilkan anak didik yang berkualitas.

Belum Dipahami

Belum banyak yang paham apa yang diperbaiki melalui sertifikasi guru dan dosen. Padahal, dari sisi absensi, jika guru dan dosen tak di tempat sewaktu jam mengajar, terjadilah inefisiensi, termasuk keterlambatan datang dan ketidaksiapan dalam proses belajar-mengajar. Lebih dari itu, guru dan dosen dituntut untuk semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai pendidik.

Angka absensi guru ini tinggi. Di India, misalnya, ditemukan bahwa 29 persen dari guru tidak hadir di sekolah saat mereka seharusnya bertugas. Korupsi di bidang sosial ini, berupa absensi guru, menjadi pertanyaan besar bagi Esther Duflo et al dalam jurnal di American Economic Review, tahun 2012. Pertanyaan paling mendasar dalam studi itu adalah bagaimana program insentif untuk meningkatkan kehadiran guru di sekolah.

Studi itu mencoba mengintervensi dengan peningkatan insentif guru. Dengan menggunakan kamera pemantau, sekolah yang memperoleh insentif berupa kenaikan gaji dan honorarium dibandingkan dengan sekolah kontrol.

Hasil menunjukkan, terjadi penurunan absensi pada sekolah yang mendapat insentif 21 persen poin relatif dibandingkan sekolah kontrol, dan saat bersamaan ternyata insentif juga meningkatkan indeks capaian anak murid sebesar 0,17 poin. Artinya, sebenarnya masih menjadi pertanyaan jika proses peningkatan insentif tidak disertai peningkatan kapasitas guru, termasuk supervisi akan efektivitas sekolah.

Data yang penulis olah dari isian secara online untuk dosen penerima tunjangan sertifikasi dan guru besar, menunjukkan bahwa setelah ada insentif bagi dosen dan guru besar, memang ada peningkatan kinerja. Bentuknya berupa peningkatan publikasi dalam jurnal dan penulisan buku. Namun, peningkatan tersebut masih relatif terbatas.

Peningkatan insentif justru meningkatkan alokasi mengajar relatif dibandingkan dengan peningkatan waktu untuk melakukan riset. Tentunya fenomena ini cukup aneh mengingat misi dari insentif—melalui proses sertifikasi—adalah untuk peningkatan kapasitas penelitian dan peningkatan mutu pembelajaran sebagai tenaga pendidik.

Maka, untuk konteks Indonesia, program sertifikasi guru dan dosen menjadi bukan sekadar meningkatkan proses pengadministrasian, melainkan juga meningkatkan kapasitas dan kesadaran yang lebih tinggi terhadap masa depan karier guru dan dosen.

Optimalisasi Sertifikasi

Mengingat instrumen insentif saat ini sudah berjalan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga menetapkan kewajiban bagi dosen untuk menulis buku dan artikel. Guru diharapkan juga semakin meningkat jumlah jam mengajarnya. Agar dampak insentif dan regulasi baru optimal, perlu perbaikan berikut.

Pertama, masa berlaku sertifikasi harus ada batasnya. Ibarat ban, semakin lama semakin habis masa berlakunya. Masa berlaku sertifikasi adalah upaya untuk menetapkan bahwa insentif itu bukan berlaku seumur hidup guru dan dosen. Insentif akan berlanjut ketika guru dan dosen dapat memperlihatkan kinerja yang juga semakin membaik.

Dengan pembatasan masa berlaku dan review secara berkala terhadap kinerja guru dan dosen, akan terlaksana proses di mana kinerja dibayar dengan insentif dan begitu pula sebaliknya. Performance pay system dengan sendirinya akan terbangun sebagai sebuah instrumen peningkatan mutu pendidikan.

Kedua, insentif juga dapat menjadi instrumen untuk memastikan kembali berjalannya penempatan dan penugasan guru dan dosen, baik dari segi fungsionalisasi mata ajar maupun distribusi guru dan dosen berdasarkan lokasi atau unit satuan pendidikan. Begitu banyaknya penugasan guru dan dosen yang tidak sesuai dengan bidangnya membuat sertifikasi tidak banyak artinya untuk kualitas.

Tata Penempatan Guru

Guru pada daerah padat penduduk membuat sekolah-sekolah satelit di kabupaten tidak sepenuhnya memiliki guru berkualifikasi baik. Dengan cara ini, pemerintah daerah dapat memanfaatkan instrumen insentif untuk menata penempatan guru, seperti halnya menyediakan guru di daerah terpencil.

Ketiga adalah peningkatan institusi pendidikan dengan meningkatkan kapasitas dari tenaga edukatif. Kebanyakan sekolah gagal meningkatkan mutu karena kemampuan dasar guru tidak terpenuhi. Maka, proses sertifikasi tidak saja sebaiknya menetapkan penjenjangan guru dan dosen, tetapi sekaligus melahirkan pemetaan akan stok guru berdasarkan kapasitas yang dimiliki.

Di antara kelompok yang akan dilihat adalah kapasitas pedagogi, kapasitas kognitif, serta kapasitas aktualisasi soft skills dan karakter. Ketiga kelompok kapasitas ini penting dipetakan. Insentif dapat diberikan untuk meningkatkan kapasitas guru. Misalnya, guru/dosen yang kurang cakap mengajar ditingkatkan pembekalan pendidikan pedagoginya. Jika unsur kognitif yang kurang, didorong pendalaman ilmunya.

Termasuk bagian yang sangat penting adalah memetakan karakter pendidik yang ada. Dengan demikian, perbaikan pendidikan melalui insentif sertifikasi tidaklah sekadar bagaimana mencapai sasaran program, tetapi bagaimana agar program insentif dapat mengarahkan keberadaan guru/dosen pada harkat dan martabatnya, yaitu memajukan pendidikan di Indonesia. ●
◄ Newer Post Older Post ►