APEC dan Peran Indonesia
Firmanzah ; Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan |
SINDO, 10 September 2012
Sejarah mencatat, peran Indonesia dalam kerja sama perdagangan dan investasi Asia Pasifik (APEC) sangatlah penting.
Indonesia berperan dalam pendirian APEC dan hadir pada konferensi tingkat menteri di Canberra 1989. Setelah pertemuan APEC di Blake Island Seattle (AS) pada 1993, Indonesia menjadi tuan rumah KTT APEC 1994 yang bertempat di Bogor. Selanjutnya, perjuangan kepentingan nasional di sejumlah forum APEC terus dilakukan, baik pada tataran konsultasi, penyusunan maupun implementasi kesepakatan.
Saat ini, kita mendapatkan momentum di saat dunia melihat Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki daya tahan (resilient) terhadap krisis global. Pada KTT APEC ke-24 di Vladivostok Rusia, 7–9 September 2012, terjadi perpindahan keketuaan APEC dari Rusia ke Indonesia sehingga peran Indonesia dalam mewarnai kerja sama di tingkat regional semakin meningkat dengan puncaknya pada KTT APEC 2013 yang akan diselenggarakan di Bali. Tema besar yang akan diusung Indonesia pada KTT APEC tahun depan adalah Resilient Asia Pacific: The Global Engine Growth.
Melalui keketuaan Indonesia pada APEC 2013, kita yakin peran dan posisi Indonesia dalam kancah internasional akan semakin strategis. Hal ini tentunya tetap didasarkan pada perjuangan kepentingan nasional dalam forum tersebut. Posisi Indonesia sebagai salah satu di antara sembilan negara APEC yang masuk G-20 sangatlah strategis dalam menjaga stabilitas kawasan sekaligus sebagai motor penggerak ekonomi kawasan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Pasifik.
Pada 2012 tren ini juga masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara sentral dalam menjaga pertumbuhan kawasan. Dengan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan purchasing power parity (PPP) lebih dari USD1 triliun dan meningkatnya kelas menengah, Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi di Asia Pasifik. Tentunya besaran (size) ekonomi nasional bukan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk impor bagi negara-negara yang tergabung dalam APEC. Terbukanya pasar kawasan merupakan peluang bagi ekspor produk nasional.
Pada 2011, aktivitas perdagangan Indonesia-APEC mencapai 76% dari total perdagangan Indonesia-dunia. Terlebih masuknya sejumlah negara Amerika Latin seperti Meksiko,Cile, dan Peru memberikan alternatif ekspor produk nasional di tengah pelemahan ekonomi sejumlah negara yang menjadi pasar tradisional Indonesia.
Tantangan ke Depan
Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 hampir dapat dipastikan berada dalam situasi penyelesaian krisis keuangan dan ekonomi global. Efek pelemahan global akibat krisis berkepanjangan di Zona Eropa berdampak pada pelemahan kawasan Asia Pasifik, khususnya bagi mereka yang mengandalkan ekspor ke Eropa dan Amerika. Sepanjang 2010–2011, negara-negara yang tergabung dalam APEC mengalami tekanan pelemahan global akibat krisis utang Eropa.
Hal ini ditambah dengan pelemahan ekonomi yang juga terjadi di Amerika Serikat turut menambah penurunan kinerja ekonomi sejumlah negara APEC. Imbas dari hal ini telah terasa. China, Jepang, dan sejumlah negara lainnya mengalami perlambatan ekonomi. Tekanan ini akan semakin kuat jika konsolidasi ekonomi kawasan Asia Pasifik berjalan lamban atau stagnan. Oleh karena itu, tema yang diusung selama keketuaan Indonesia pada APEC 2013 adalah untuk membangun daya tahan terhadap krisis, baik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik ataupun krisis yang diakibatkan kawasan lain.
Asia Pasifik terintegrasi dengan kawasan lain sehingga perlu adanya kemampuan adaptasi (adaptive capacity) untuk merespons setiap sentimen negatif. Ketidakpastian pasokan pangan dan minyak dunia membutuhkan koordinasi dan kerja sama kawasan untuk terhindar dari persaingan yang berpotensi menciptakan destabilitas kawasan. Kepemimpinan Indonesia juga akan sangat menentukan bagi tidak hanya terciptanya ketahanan ekonomi, tetapi juga pengondisian bagi terciptanya kawasan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia Pasifik.
Pada KTT APEC di Vladivostok diangkat empat tema sentral, yaitu integrasi regional melalui perdagangan dan investasi,ketahanan pangan, sistem rantai nilai (supply-chains), dan intensifikasi kerja sama untuk pertumbuhan yang inovatif. Keempat tema sentral ini merupakan pijakan bagi Indonesia dalam merumuskan agenda pertemuan tahun depan di Bali. Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 juga diharapkan mampu meningkatkan pencapaian kerja sama ekonomi APEC selama ini.
Hal ini terlihat pada semakin menurunnya biaya transaksi perdagangan periode 2007–2010 sebesar 5% dengan nilai penghematan mencapai USD58,7 juta. Penurunan tarif pada 2010 dapat ditekan menjadi 5,8% dari 17% pada 1989.Kerja sama ekonomi APEC juga berhasil meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 10,8% dalam kurun waktu 1 dekade (1999–2009) sehingga tingkat kemiskinan di kawasan APEC dapat ditekan dan berkurang 35% dalam kurun 1999–2009. Ketika Indonesia memimpin APEC 2013, berarti juga Indonesia menjaga perekonomian dunia mengingat APEC menguasai 56% PDB dunia, 39,8% penduduk dunia, dan total PDB 2011 USD38,9 triliun.
Di saat kawasan ini berhasil meningkatkan daya tahan dengan tetap menjaga pertumbuhan, hal itu akan berdampak positif terhadap perekonomian global. Oleh karena itu, tantangan keketuaan Indonesia pada APEC 2013 menjadi sangat strategis dalam meningkatkan posisi tawar-menawar Indonesia di tingkat global. Keberhasilan Indonesia keluar dari krisis ekonomi 1998 dan menjaga daya tahan perekonomian nasional pada sejumlah krisis seperti subprime mortgage dan krisis keuangan di Zona Eropa dapat menjadi inspirasi bagi APEC.
Kemampuan nasional untuk tetap menjaga defisit fiskal pada posisi yang aman, pembangunan inklusi, proteksi sosial, terkendalinya inflasi, dan terjaganya stabilitas sosial-politik merupakan kunci melewati kondisi krisis. Pembangunan nasional yang tidak hanya bertumpu atas keberpihakan industri besar tetapi juga industri mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi model pembangunan di Asia Pasifik.
Pengurangan disparitas infrastruktur dan pembangunan antarnegara APEC menjadi tantangan selama keketuaan Indonesia. Perlu disadari, di dalam APEC tidak semua negara memiliki kemampuan ekonomi yang setara. Dinamika antara kepentingan negara berkembang dan maju dalam APEC terus mewarnai kesepakatan perdagangan dan investasi. Indonesia sebagai bagian dari negara berkembang dapat berperan untuk lebih menyeimbangkan kepentingan antara negara maju dan berkembang.
Dengan demikian sebagian besar manfaat kerja sama perdagangan dan investasi APEC tidak hanya dinikmati oleh negara maju, tetapi negara berkembang juga dapat mengambil manfaat secara signifikan dalam forum tersebut. ●
Saat ini, kita mendapatkan momentum di saat dunia melihat Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki daya tahan (resilient) terhadap krisis global. Pada KTT APEC ke-24 di Vladivostok Rusia, 7–9 September 2012, terjadi perpindahan keketuaan APEC dari Rusia ke Indonesia sehingga peran Indonesia dalam mewarnai kerja sama di tingkat regional semakin meningkat dengan puncaknya pada KTT APEC 2013 yang akan diselenggarakan di Bali. Tema besar yang akan diusung Indonesia pada KTT APEC tahun depan adalah Resilient Asia Pacific: The Global Engine Growth.
Melalui keketuaan Indonesia pada APEC 2013, kita yakin peran dan posisi Indonesia dalam kancah internasional akan semakin strategis. Hal ini tentunya tetap didasarkan pada perjuangan kepentingan nasional dalam forum tersebut. Posisi Indonesia sebagai salah satu di antara sembilan negara APEC yang masuk G-20 sangatlah strategis dalam menjaga stabilitas kawasan sekaligus sebagai motor penggerak ekonomi kawasan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Pasifik.
Pada 2012 tren ini juga masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara sentral dalam menjaga pertumbuhan kawasan. Dengan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan purchasing power parity (PPP) lebih dari USD1 triliun dan meningkatnya kelas menengah, Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi di Asia Pasifik. Tentunya besaran (size) ekonomi nasional bukan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk impor bagi negara-negara yang tergabung dalam APEC. Terbukanya pasar kawasan merupakan peluang bagi ekspor produk nasional.
Pada 2011, aktivitas perdagangan Indonesia-APEC mencapai 76% dari total perdagangan Indonesia-dunia. Terlebih masuknya sejumlah negara Amerika Latin seperti Meksiko,Cile, dan Peru memberikan alternatif ekspor produk nasional di tengah pelemahan ekonomi sejumlah negara yang menjadi pasar tradisional Indonesia.
Tantangan ke Depan
Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 hampir dapat dipastikan berada dalam situasi penyelesaian krisis keuangan dan ekonomi global. Efek pelemahan global akibat krisis berkepanjangan di Zona Eropa berdampak pada pelemahan kawasan Asia Pasifik, khususnya bagi mereka yang mengandalkan ekspor ke Eropa dan Amerika. Sepanjang 2010–2011, negara-negara yang tergabung dalam APEC mengalami tekanan pelemahan global akibat krisis utang Eropa.
Hal ini ditambah dengan pelemahan ekonomi yang juga terjadi di Amerika Serikat turut menambah penurunan kinerja ekonomi sejumlah negara APEC. Imbas dari hal ini telah terasa. China, Jepang, dan sejumlah negara lainnya mengalami perlambatan ekonomi. Tekanan ini akan semakin kuat jika konsolidasi ekonomi kawasan Asia Pasifik berjalan lamban atau stagnan. Oleh karena itu, tema yang diusung selama keketuaan Indonesia pada APEC 2013 adalah untuk membangun daya tahan terhadap krisis, baik yang terjadi di kawasan Asia Pasifik ataupun krisis yang diakibatkan kawasan lain.
Asia Pasifik terintegrasi dengan kawasan lain sehingga perlu adanya kemampuan adaptasi (adaptive capacity) untuk merespons setiap sentimen negatif. Ketidakpastian pasokan pangan dan minyak dunia membutuhkan koordinasi dan kerja sama kawasan untuk terhindar dari persaingan yang berpotensi menciptakan destabilitas kawasan. Kepemimpinan Indonesia juga akan sangat menentukan bagi tidak hanya terciptanya ketahanan ekonomi, tetapi juga pengondisian bagi terciptanya kawasan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia Pasifik.
Pada KTT APEC di Vladivostok diangkat empat tema sentral, yaitu integrasi regional melalui perdagangan dan investasi,ketahanan pangan, sistem rantai nilai (supply-chains), dan intensifikasi kerja sama untuk pertumbuhan yang inovatif. Keempat tema sentral ini merupakan pijakan bagi Indonesia dalam merumuskan agenda pertemuan tahun depan di Bali. Keketuaan Indonesia pada APEC 2013 juga diharapkan mampu meningkatkan pencapaian kerja sama ekonomi APEC selama ini.
Hal ini terlihat pada semakin menurunnya biaya transaksi perdagangan periode 2007–2010 sebesar 5% dengan nilai penghematan mencapai USD58,7 juta. Penurunan tarif pada 2010 dapat ditekan menjadi 5,8% dari 17% pada 1989.Kerja sama ekonomi APEC juga berhasil meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 10,8% dalam kurun waktu 1 dekade (1999–2009) sehingga tingkat kemiskinan di kawasan APEC dapat ditekan dan berkurang 35% dalam kurun 1999–2009. Ketika Indonesia memimpin APEC 2013, berarti juga Indonesia menjaga perekonomian dunia mengingat APEC menguasai 56% PDB dunia, 39,8% penduduk dunia, dan total PDB 2011 USD38,9 triliun.
Di saat kawasan ini berhasil meningkatkan daya tahan dengan tetap menjaga pertumbuhan, hal itu akan berdampak positif terhadap perekonomian global. Oleh karena itu, tantangan keketuaan Indonesia pada APEC 2013 menjadi sangat strategis dalam meningkatkan posisi tawar-menawar Indonesia di tingkat global. Keberhasilan Indonesia keluar dari krisis ekonomi 1998 dan menjaga daya tahan perekonomian nasional pada sejumlah krisis seperti subprime mortgage dan krisis keuangan di Zona Eropa dapat menjadi inspirasi bagi APEC.
Kemampuan nasional untuk tetap menjaga defisit fiskal pada posisi yang aman, pembangunan inklusi, proteksi sosial, terkendalinya inflasi, dan terjaganya stabilitas sosial-politik merupakan kunci melewati kondisi krisis. Pembangunan nasional yang tidak hanya bertumpu atas keberpihakan industri besar tetapi juga industri mikro, kecil, dan menengah dapat menjadi model pembangunan di Asia Pasifik.
Pengurangan disparitas infrastruktur dan pembangunan antarnegara APEC menjadi tantangan selama keketuaan Indonesia. Perlu disadari, di dalam APEC tidak semua negara memiliki kemampuan ekonomi yang setara. Dinamika antara kepentingan negara berkembang dan maju dalam APEC terus mewarnai kesepakatan perdagangan dan investasi. Indonesia sebagai bagian dari negara berkembang dapat berperan untuk lebih menyeimbangkan kepentingan antara negara maju dan berkembang.
Dengan demikian sebagian besar manfaat kerja sama perdagangan dan investasi APEC tidak hanya dinikmati oleh negara maju, tetapi negara berkembang juga dapat mengambil manfaat secara signifikan dalam forum tersebut. ●