Kamis, 06 September 2012

Newmont dan Persetujuan Wajib DPR


Newmont dan Persetujuan Wajib DPR
Miko Kamal ;  Advokat dan Pengajar Magister Hukum
Universitas Bung Hatta Padang
REPUBLIKA, 05 September 2012


Mahkamah Konstitusi(MK) pada Selasa 31 Juli 2012, telah memutuskan Sengketa Kewenangan Lemba ga Negara (SKLN) antara Presiden Republik Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pembelian sisa saham divestasi tujuh persen PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) berdasarkan Kontrak Karya (KK) 1986 harus dengan persetujuan DPR.
 
Meskipun tidak bulat, putusan itu tentu harus dipatuhi oleh Pemerintah.
Dengan keluarnya putusan MK, bukan berarti pemerintah tidak berhak membeli saham divestasi tujuh persen PT NNT itu. Sebagaimana yang dikatakan Hakim Achmad Sodiki (salah seorang hakim yang berbeda pendapat), pembelian saham itu adalah hak konstitusional pemerintah. Sodiki berpendapat, hak konstitusional itu termaktub di Pasal 33 UUD 1945.

Hak konstitusional pemerintah ini terserap baik di Pasal 24 ayat (3) KK 1986: “the company shall ensure that its shares owned by the foreign investor(s) are offered either for sale or issue firstly to the government, and secondly (if the government does not accept this offer within thirty (30) days of the date of the offer) to Indonesian nationals or Indonesian companies controlled by Indonesian nationals“. Melalui Pasal ini, pemerintah ditegaskan sebagai pihak yang paling berhak membeli sisa saham divestasi PT NNT, kecuali pemerintah tak menerima tawaran itu dalam 30 hari.

Komposisi kepemilikan PT NNT adalah pemegang 56 persen saham Newmont saat ini. Pemegang saham sisa adalah PT Pukuafu Indah (PT Pukuafu) sebesar 20 persen dan PT Multi Daerah Bersaing (PT MDB) sebesar 24 persen. Perusahaan yang disebutkan terakhir adalah perusahaan patungan antara perusahaan nasional milik Group Bakrie PT Multi Capital (PT MC) dan PT Daerah Maju Bersaing (PT DMB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah yang didirikan melalui Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perseroan Terbatas Daerah Maju Bersaing. Pemilik saham PT DMB adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Perbandingan kepemilikan saham PT MDB adalah 75 persen dan 25 persen. Angka 75 persen untuk PT MC dan 25 persen adalah milik PT DMB.

Mengacu ke persentase kepemilikan saham tersebut, maka struktur kepemilikan saham Newmont sebenarnya dapat diurai lebih rinci, yaitu PT NNT sebesar 56 persen, PT Pukuafu sebesar 20 persen, PT MC sebesar 18 persen, dan PT DMB sebesar enam persen. Berdasarkan rincian ini, kita pantas galau kalau kesempatan pemerintah pusat untuk memiliki saham sisa tujuh persen itu ditutup rapat. Misalnya, kesempatan itu ditutup dengan jalan mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa (baca Pemerintah Daerah) melalui PT MDB membeli tujuh persen saham itu.

Skema pembelian saham Newmont oleh pemerintah daerah hanya akan menggendutkan pundi-pundi pemilik swasta nasional PT MC. Dengan fakta struktur kepemilikan saham 75:25 persen antara PT MC dan PT DMB di PT MDB, pemerintah daerah kelak hanya akan menguasai saham tambahan 1,75 persen (total setelah divestasi akan menjadi 7,75 persen) saja di Newmont.
 
Sebaliknya, dengan skema itu, PT MC akan mendapatkan tambahan sebesar 5,25 persen atau membengkak menjadi 23,25 persen.

Bandingkan kalau kesempatan pembelian saham itu diberikan kepada pe merintah pusat. Total kepemilikan saham pemerintah di Newmont akan men jadi 13 persen. Poin saya adalah, kalau, opsi pembelian saham oleh pemerintah daerah melalui PT MDB yang dituruti, maka maksud para perumus Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 23 ayat (4) KK 1986 s agar publik dapat menikmati hasil dari “cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara“ tidak akan terpenuhi.

Persetujuan Wajib DPR

Hambatan waktu mungkin menjadi isu krusial yang menghalangi pemerintah merealisasikan pembelian saham divestasi tujuh persen Newmont dalam waktu dekat. Perjanjian jual-beli saham antara pemerintah dan pihak Newmont berakhir Agustus 2012. Padahal, putusan , MK memerintahkan pemerintah untuk menganggarkan pembelian itu melalui mekanisme Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun depan yang menurut jadwal kenegaraan baru akan disahkan pada akhir Oktober 2012.

Terlepas dari isu hambatan waktu itu, berdasar putusan MK, hal penting yang mesti dilakukan pemerintah adalah menyiapkan teknis formal permintaan persetujuan DPR. Secara hukum, DPR tak berhak dan/atau tidak punya kuasa untuk menolak usulan pembelian saham yang t kelak diajukan Pemerintah. Persetujuan DPR adalah persetujuan wajib.

Oleh karena itu, ke-ngotot-an sebagian anggota DPR agar Pemerintah menyerahkan pembelian sisa divestasi tujuh persen saham Newmont kepada pemerintah daerah melalui PT MDB yang mayoritas (75 persen) sahamnya dimiliki oleh PT MC patut dicurigai sebagai permainan bisnis tak baik pihak tertentu. Kalau sebagian anggota DPR tetap ngotot dan sukses pula memengaruhi DPR secara kelembagaan untuk tidak menyetujui pembelian saham itu, pelanggaran terhadap Pasal 33 UUD 1945 serta Pasal 24 ayat (3) KK 1986 akan terjadi.
◄ Newer Post Older Post ►