Sabtu, 15 September 2012

Kitab Penuh Keutamaan


Kitab Penuh Keutamaan
Mochtar Pabottingi ;  Profesor Riset LIPI
REPUBLIKA, 14 September 2012


Jika dipahami secara arif, ada enam manfaat atau keutamaan dari kebiasaan membaca Alquran. Pertama sekali adalah pematrian tauhid dalam jiwa kita. Tauhid adalah “eliksir“ bagi kesehatan jiwa. Kedua adalah penetapan tentang arah dan tujuan yang benar dalam hidup.

Selanjutnya adalah keterpanggilan pada kesadaran tentang pentingnya terus membaca dan terus belajar agar kita bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang luas dan mantap atas pelbagai masalah. Penguasaan ilmu pengetahuan memperkuat keimanan serta mencerahkan dan sekaligus melipatgandakan amal kebajikan.

Regularitas membaca Alquran juga merupakan pengukuhan adab dan etika atau akhlak dan budi pekerti. Kelima adalah penyuntikkan kontinu dari “nafas ilahiat“ bagi ketenangan jiwa kita. Terakhir, banyak kaum Muslimin yang tidak menyadari bahwa kebiasaan membaca Alquran juga berdampak positif pada peneguhan sosok diri atau “pohon keluarga“. Mari kita simak keenam keutamaan itu satu per satu.

Tauhid adalah patokan posisi jiwa bagi segala amal kebajikan yang benar dan bagi berbuahnya segala amal kebajikan itu. Tanpa landasan tauhid, amal kebajikan akan sirna begitu saja ibarat embun menguap ke udara. Dan, lebih lagi, manakala tauhid benar-benar tertanam kuat dalam diri kita, kita akan mudah terlindung dari pelbagai penyakit jiwa.

Tiap jiwa yang ditandai oleh keteguhan tauhid meyakini bukan hanya tentang adanya asal muasal tunggal dari segala makhluk serta proses seluruh kehidupan, melainkan juga asal muasal segala peristiwa dalam sejarah. Dengan tauhid, kita percaya bahwa segala hal dan seluruh alam ciptaan serta segala yang bersangkut paut dengan semua itu sepenuh-penuhnya berasal dari, dan bermuara pada Allah.

Berkat ketertanaman tauhid dari kebiasaan membaca Alquran itu, terus tergerak pulalah jarum radar jiwa kita untuk dengan sendirinya menunjuk pada tujuan hidup yang benar. Sinar tauhid yang terpancar sangat kuat dari seluruh ayat dan/atau surat dalam Alquran bu kan hanya membuat kita percaya sepenuhnya pada keesaan Allah dan pada kemahakuasaan-Nya, melainkan di atas semuanya juga pada kesadaran bahwa seluruh alam ciptaan dimaksudkan Allah untuk tujuan yang indah, benar, dan mulia. Keyakinan atas hal inilah yang akan terus membuat radar jiwa kita senantiasa menunjuk pada tujuan-tujuan hidup yang indah, benar, dan mulia pula.

Wahyu dan/atau firman pertama Allah yang diturunkan-Nya melalui Malaikat Jibril tak lain adalah perintah untuk membaca. Di dalam Alquran, sungguh banyak ayat yang menekankan pentingnya mendayagunakan akal serta menguasai ilmu pengetahuan yang baik.

Dalam Islam, kian luas dan dalam kita berilmu, kian mantap dan kukuh pulalah iman kita. Hanya dengan berilmu pengetahuan secara benar dan mantap kita bisa beriman secara benar dan mantap pula. Dan hanya dengan beriman secara benar kita bisa berlaku atau beramal juga secara benar. Di sini berlaku sirkularitas.

Seluruh rangkaian firman Allah dalam Alquran menanamkan dalam jiwa kita adab dan etika atau akhlak dan budi pekerti perihal bagaimana memuliakan sesama manusia dengan tujuan ultimate menjadi rahmat bagi alam semesta.

Banyak tidak disadari bahwa lewat Alquran, Allah sendiri memberikan teladan puncak tentang adab dan etika itu.

Allah berbisik begitu lembut pada akal dan kalbu kita. Dia sama sekali tidak mentang-mentang. Dia menyapa dengan “Wahai manusia” atau “Wahai orang-orang beriman.” Allah mendekati jiwa kaum Muslimin dengan penuh Kasih. Jika dibaca secara utuh dan sekali lagi dengan hati bersih, tidaklah keliru jika kita menandaskan hawa seluruh ancaman tentang siksaan atau neraka di dalam Alquran pun tak lain dari pernyataan kasih, yaitu jika kita bisa membaca itu semua by detour.

Allah adalah Maha Pendidik. Dan, Dia sematalah yang mengetahui setiap noktah atau gelagat dalam kompleksitas kimiawi jiwa kita. Maka bagi kita yang percaya, tidaklah berlebihan untuk menjunjung Alquran sebagai Kitab Induk Segala Kasih. Itulah sebabnya maka jika kaum Muslimin, kaum Mukminin, kaum Muhsinin membaca Kitab Suci ini dengan hati bersih bukanlah suatu kejadian langka jika mereka menangis tersedu-sedu.

Dengan rajin membaca Alquran, terutama di awal siang dan awal malam, insya Allah jiwa kita akan selalu tenteram. Saya tak pernah tahu persis apa yang melahirkan rasa tenteram dari situ. Mungkin lantaran tiap kata di dalamnya selalu pas, terpilih, dan terukur. Mungkin karena praktis seluruh ayat Alquran senantiasa berujung secara berima. Mungkin karena tempo kalimatkalimatnya senantiasa berirama.

Terakhir, pada tiap rumah atau keluarga di mana anak-beranak secara turun-temurun terbiasa membaca Alquran, sosok diri serta “pohon keluarga” akan terbangun sangat nyata di dalam jiwa tiap anggotanya. Takkan mudah mereka mengalami krisis identitas. Ibarat “lagu-lagu favorit”, ayat-ayat Alquran yang setiap saat dilantunkan, terutama ayat-ayat yang paling digemari, adalah pengantar kenangan. Sebab, hampir setiap peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga mempunyai asosiasi dengan bunyi ayat-ayat tertentu pada Alquran yang terekam di dalam sejarah keseharian keluarga.

Saya, misalnya, hampir selalu teringat ayah yang sudah lama tiada tiap kali mendengar lantunan Surat Al Ikhlas. Semasih hidup, itulah ayat yang hampir selalu beliau baca dalam shalat. Dan, lantunan hampir seluruh surah dalam Juz Amma akan selalu mengingatkan saya kepada ibu dan binda (tante). Beliau berdualah yang dengan sabar bergantian mengajariku membaca Alquran di usia dini.

Akhir kata, kita perlu menekankan bahwa Alquran bukan hanya sebuah rahmat dan mukjizat multidimensi. Ia tak lain dari pernyataan tak bertara tentang cinta, tentang kasih, dan akhirnya tentang pesan inti bahwa seluruh alam raya dan sejarah, terutama pelahiran serta pengiprahan manusia di dalamnya, diciptakan dan dilaksanakan Allah bukanlah untuk sekadar permainan, melainkan untuk suatu tujuan yang maha mulia. ●

◄ Newer Post Older Post ►