Sabtu, 01 September 2012

Kegagalan Pengelolaan Angkutan Lebaran


Kegagalan Pengelolaan Angkutan Lebaran
Sumaryoto ;  Mantan Pemimpin Komisi Perhubungan DPR
MEDIA INDONESIA, 01 September 2012
Bandingkan dengan artikel Sumaryoto di Suara Merdeka 01 September 2012


HINGGA Senin (27/8), Mabes Polri mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 5.233 kasus dengan korban meninggal 908 jiwa dan luka berat 1.505 jiwa. Artinya, kecelakaan lalu lintas angkutan Lebaran tahun ini meningkat 10% (naik 489 kasus) bila dibandingkan dengan tahun lalu, dengan korban meninggal dunia juga naik 129 jiwa (17%), dan luka berat naik 171 jiwa (13%). Jumlah kerugian materi tahun ini sementara tercatat Rp8.330.279.704.

Bandingkan dengan angka kecelakaan angkutan Lebaran 2011 yang mencapai 2.770 kasus dengan 449 korban tewas, 760 korban luka berat, 1.914 korban luka ringan, dan kerugian materi Rp7,5 miliar. Bandingkan pula dengan angka kecelakaan angkutan Lebaran 2010 dan 2009. Pada 2010, angka kecelakaan mencapai 1.351 kasus dengan korban meninggal 302 jiwa, luka berat 405 jiwa, luka ringan 826 jiwa, dan kerugian materi Rp5,3 miliar. Pada 2009, angka kecelakaan mencapai 1.597 kasus dengan korban meninggal 675 jiwa, luka berat 801 jiwa, luka ringan 1.595 jiwa, dan kerugian materi Rp3,7 miliar.

Khusus wilayah Jawa Tengah, angka kecelakaan lalu lintas selama arus mudik dan balik Lebaran 2012 mencapai 93 kasus. Polda Jateng bahkan menempati urutan teratas dalam hal angka kecelakaan setelah Polda Jawa Timur (56 kasus), Polda Jawa Barat (22), Polda Metro Jaya (12), dan Polda Sulawesi Selatan (5).

Mabes Polri mencatat tingginya angka kecelakaan pada arus mudik dan balik Lebaran tahun ini lebih banyak disebabkan faktor human error (kesalahan manusia).

Tingginya angka kecelakaan lalu lintas di setiap arus mudik dan balik Lebaran di Indonesia sangat ironis bila dibandingkan dengan arus mudik dan balik di China setiap lunar session atau Imlek (tahun baru China). Di ‘Negeri Tirai Bambu’, ratusan juta penduduk mudik ke kampung halaman, tetapi tidak terjadi kasus kecelakaan sebanyak di Indonesia dan merenggut korban hingga 908 jiwa.

Kemacetan lalu lintas angkutan Lebaran 2012 juga lebih parah daripada tahun lalu. Pada arus mudik H-2, jarak Jakarta-Pekalongan, misalnya, harus ditempuh dalam waktu 36 jam, padahal normalnya 6-7 jam. Pada arus balik H+6, jarak Indramayu-Subang harus ditempuh dalam waktu 5 jam, padahal normalnya 1 jam.

Di bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta, terminalterminal bus, dan terminalterminal bus bayangan pada musim mudik dan balik tahun ini juga banyak terjadi penumpukan penumpang.

Menumpuknya penumpang, tingginya kemacetan lalu lintas, dan banyaknya jumlah korban kecelakaan cukuplah menjadi bukti bahwa pemerintah telah gagal mengelola angkutan Lebaran 2012 atau Idul Fitri 1433 H. Pemerintah bahkan tak pern nah belajar dari pengalaman s sebelumnya dalam mengelola angkutan Lebaran.

Proyek Tahunan

Dalam perbaikan jalan pantai utara Jawa (pantura), misalnya, dari tahun ke tahun pemerintah selalu menargetkan selesai pada H-7. Kementerian PU bahkan menjadikan Lebaran sebagai `proyek' tahunan. Buruknya kondisi infrastruktur jalan telah menyebabkan banyaknya kasus kecelakaan, terutama sepeda motor.

Mengapa perbaikan jalur pantura tidak dikerjakan jauh hari sebelum Lebaran? Itu ka rena APBN periode tahunan sudah jadi 1 Januari-31 Desember, bukan lagi Maret-April sebagaimana pada era Orde Baru.

Mengapa para pemudik banyak memilih sepeda motor? Selain pelayanan angkutan umum masih buruk serta tak ada jaminan keamanan dan kenyamanan, mudik dengan sepeda motor murah meriah.

Bandingkan bila menggunakan bus. Untuk jurusan Jakarta-Pekalongan, misalnya, tiket bus ber-AC yang biasanya bertarif Rp50 ribu pada saat mudik Lebaran bisa mencapai Rp250 ribu atau lima kali lipat. Ironisnya, pemerintah seakan tak berdaya menghadapi ulah para pengusaha bus nakal yang menaikkan tarif seenaknya.

Pemerintah juga tak kunjung membuat terobosan dalam mengurai kemacetan, misalnya menjadikan jalur alternatif dan jalur selatan Jawa hanya untuk sepeda motor dan kendaraan kecil/pribadi, sedangkan jalur pantura hanya untuk kendaraan umum/bus.
Sebelumnya, pemerintah sesumbar akan dapat menyelenggarakan angkutan Lebaran 2012 dengan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, realitasnya justru sebaliknya: angkutan Lebaran tahun ini lebih buruk daripada tahun lalu. Pemerintah gagal mengantisipasi lonjakan jumlah penumpang, mengurangi angka kecelakaan, dan mengurai kemacetan.

Dianggap Biasa

Sebanyak 908 orang, jumlah korban meninggal dalam angkutan Lebaran 2012, bukan jumlah yang sedikit. Bila 908 orang itu menjadi korban bencana alam, wabah penyakit, narkotika, atau terorisme, tentu kita sudah kalang kabut.

Namun ketika 908 orang itu menjadi korban kecelakaan lalu lintas, kita seakan bersikap biasa-biasa saja. Pemerintah pun tak merasa bersalah. Tak ada permintaan maaf dari pemerintah yang telah gagal mengelola angkutan Lebaran 2012. Padahal, kegagalan menyelenggarakan angkutan Lebaran berarti kegagalan melaksanakan amanat Pasal 34 UUD 1945 ayat (3) yang menyatakan, `Negara bertanggung jawab atas tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat dan fasili tas pelayanan umum sesuai harkat kemanusiaan’.

Komisi Perhubungan DPR sudah selayaknya memanggil menteri perhubungan, menteri pekerjaan umum, dan pihakpihak terkait lainnya untuk dimintai pertanggungjawaban soal kegagalan mengelola angkutan Lebaran 2012.

Di pihak lain, pemerintah harus membuat terobosan. Pertama, perbaikan jalur pantura harus sudah beres jauh hari sebelum Lebaran. Untuk jalur di luar pantura, pemerintah pusat harus bekerja sama dengan pemerintah daerah karena banyak jalan yang berstatus jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota sehingga untuk perbaikannya, perlu melibatkan mereka terutama terkait dengan anggaran.

Kedua, menjadikan angkutan umum aman dan nyaman serta menindak pengusaha bus nakal yang menaikkan tarif seenaknya sehingga tak banyak pemudik menggunakan sepeda motor. Ketiga, menjadikan jalur alternatif dan jalur selatan Jawa hanya untuk sepeda motor dan kendaraan kecil/pribadi, sedangkan jalur pantura hanya untuk kendaraan umum/bus.

Dengan kata lain, pemerintah harus memperbaiki sistem, infrastruktur jalan, dan sarana transportasi seperti bus, kereta, kapal, dan pesawat bila pengelolaan angkutan Lebaran tahun depan tidak ingin dikatakan lebih buruk daripada tahun ini.

Perbaikan-perbaikan itu harus dimulai dari sekarang karena angkutan Lebaran sesungguhnya sama dengan angkutan reguler.
◄ Newer Post Older Post ►