Minggu, 09 September 2012

Ayo Golf Bareng Jawa Pos


Ayo Golf Bareng Jawa Pos
Leak Kustiya ;  Pemimpin Redaksi Jawa Pos
JAWA POS, 08 September 2012


SANGAT menyenangkan bila Surabaya dilihat dengan view yang sedikit agak menanjak. Ia sungguh kota yang indah luar-dalam. Yang untuk memahami keasyikan hidup di dalamnya secara utuh, kita harus punya niat tersendiri.

Selain sekian banyak keunikan dan kenyamanan, Surabaya juga memiliki sebentuk aset berupa 90 green indah yang tersebar di Citraland Golf Club & Hotel Surabaya, Bukit Darmo Golf, Golf Graha Famili & Country Club, Pakuwon Golf & Famili Club, dan Yani Golf Club.

Lima lapangan golf itu punya tantangan tingkat kesulitan yang kalau ditotal mencapai 351 par. Itu bahkan masih akan bertambah kalau pembangunan 9 hole baru di Pakuwon Golf & Famili Club rampung dalam waktu dekat ini. Masih kurang? Cukup bergeser sedikit ke arah selatan, ada Finna Golf & Country Club dan Taman Dayu Golf Club & Resort. 

Minus Yani Golf Club, seluruh lapangan golf itu ada karena komitmen yang tidak main-main dari para pengembang: menggaris tegas beratus hektare luas kavlingnya untuk tidak dipenuhi bangunan rumah lalu dijual. Lapangan golf, selain lapangan olahraga, adalah ruang terbuka hijau, resapan, pepohonan yang menjadi paru-paru kota, juga sanctuary untuk burung-burung, selain lapangan pekerjaan, tentu. Karena dibuat dengan dasar sikap kemandirian para pengusaha, kita tak pernah mendengar kasus-kasus mark-up pembangunan lapangan golf seperti yang terjadi pada pembangunan stadion dan wisma atlet yang melibatkan para pejabat serta politisi. Padahal, merawat lapangan golf yang begitu luas butuh biaya sangat besar.

Ini tak ada maksud untuk terlalu agresif mengajak Anda semua guna merasakan sisi istimewa Kota Surabaya itu. Namun, sekali lagi, semua lapangan golf tersebut adalah kekayaan Kota Surabaya yang tidak semua kota besar di mana pun mampu memiliki.

Secara serampangan dan iseng, saya pernah mencoba menelisik ke Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo, Wagub Jatim Gus Ipul , Wawali Surabaya Bambang D.H., serta mantan Wawali Surabaya Arif Afandi dengan mengajukan sebuah pertanyaan: Pernahkah sesekali Bapak menyusuri lapangan golf di Surabaya yang hijau dan luxurious itu? Jawabnya adalah: Belum.

''Hobiku benthik...,'' jawab Gus Ipul lantas tertawa.

Benthik adalah permainan anak-anak kampung zaman dahulu kala -di Surabaya bernama patil lele- yang kini telah punah. Cara memainkannya, ada kemiripan dengan golf. Pemenang permainan benthik akan digendong sepanjang jarak pukulan sebagai hadiahnya.

Lantas, siapa saja kira-kira yang bermain di lapangan golf Surabaya yang luas menghampar-hampar itu? Banyak. Para pegolf, kebanyakan para pengusaha, lebih memilih turun lapangan untuk merumput sebelum pagi menjelang. Berjalan menyusuri fairway -jarak antara tee box tempat melakukan pukulan pertama hingga area hole- akan bersensasi dengan hamparan rumput berembun. Burung-burung masih bermalas-malasan di rerimbunan pohon, tapi kicaunya sudah seramai Pasar Bratang. Duhai amboi indahnya pagi di lapangan golf Surabaya...

Nah, selain sisi-sisi opsional itu, tentu banyak hal fundamental mengapa para pengembang tekun merawat lapangan dan banyak orang tertarik bermain golf:

Melatih Fokus, Kendalikan Emosi 

Untuk menghasilkan pukulan yang baik, kekuatan otot bukan faktor utama. Di driving range, tempat berlatih memukul bola, para pemula                                  mendemonstrasikan kenyataan itu dengan lugunya. Badannya kekar, lengannya kekar berotot. Karena merasa tenaganya kuat, pukulan berusaha diayun sekuat tenaga, dengan harapan bola akan melambung sejauh-jauhnya. Wesss... Ayunan stik golf menghasilkan suara seperti desing jet. Tapi  hasilnya, thos!                                                         Kluthuk... kluthuk... kluthuk... Bola segede telur ayam kampung itu hanya terlempar beberapa meter. Dalam bahasa komik Kho Ping Hoo: bolanya hanya meloncat seujung tombak. Itu terjadi karena impact dari benturan club stick dan permukaan bola yang tidak akurat, perhatian yang tidak fokus, terlalu emosional, dan swing yang buruk. Meski pukulannya kuat.

Harus Konsisten dan Semangat 

Untuk bisa bermain bagus, dibutuhkan konsistensi berlatih dan jangan mudah bosan. Banyak yang putus asa di tengah jalan lalu menjual murah stiknya karena tak tahan dengan hasil pukulan yang tak kunjung membaik. Padahal, sudah berlatih berbulan-bulan sampai pinggang kecethit, punggung soak, pundak salah urat, dan lengan terkilir, rasanya sakiiiit semua. Malah, tak jarang karena saking njarem-nya, ada yang ketika batuk, konon dadanya seperti ditusuk hingga tembus ke punggung. Maka, ketika seorang pemula (seperti saya) mencoba turun bermain di lapangan, caddy-caddy selalu menyemangati, ''Wow...good shot Pak!'' katanya. Padahal, arah bola melenceng tak sesuai kehendak hati.

Selalu Ada Yang Kurang 

Di lapangan golf Surabaya, ada beberapa komunitas pemain senior yang usianya sudah lebih dari 70 tahun. Mereka tetap sehat, gembira, dan terus berlatih. Dalam golf, selalu ada perasaan tertantang untuk bisa memperbaiki pukulan dan bermain lebih baik daripada hari kemarin. Tapi, kadang suasana hati dan tagihan credit card juga ikut memengaruhi kualitas permainan. Seperti guyonan Rinto Harno, ketua Persatuan Golf Surabaya: dalam golf memang selalu ada yang kurang. Pukulan kurang keras, pukulan kurang jauh, bola kurang ke kiri, kurang ke kanan, stiknya kurang bagus, dan seterusnya...

Ayo sekarang bermain golf bersama Jawa Pos.
◄ Newer Post Older Post ►