Selasa, 11 September 2012

APEC dan Kemandirian Sikap Indonesia

APEC dan Kemandirian Sikap Indonesia
Zaenal A Budiyono ;  Asisten Staf Khusus Presiden,
Anggota Delegasi Indonesia di APEC Rusia 2012 
SINDO, 11 September 2012


Independensi atau kemandirian sikap ditunjukkan Indonesia dalam setiap forum internasional, termasuk pada KTT APEC di Vladivostok, Rusia, baru-baru ini.

Presiden SBY pada briefing terbatas kepada delegasi selalu mengulang garis politik atau posisi Indonesia terhadap sejumlah isu. Presiden menegaskan dua hal. Pertama, apa pun bentuk negosiasi yang dilakukan delegasi Indonesia semua harus bertujuan satu yaitu memenangkan kepentingan nasional Indonesia. Kedua, Indonesia bukan follower kelompok negara-negara tertentu dan tak akan bermain api dengan agenda-agenda mereka.

Mengenai sikap semata-mata demi kepentingan nasional di forum APEC ini tercermin dari kokohnya posisi Indonesia terhadap AS dan China mengenai kategori environmental goods (EG). AS yang memaksakan 300-an produk harus masuk kategori EG mendapat perlawanan keras dari delegasi Indonesia sebab asumsi tersebut sangat tidak adil bagi negara berkembang termasuk kita. Kemampuan dalam memproduksi barang di banyak negara dunia ketiga tak bisa dibandingkan apple to apple dengan negara-negara maju.

Bila usul AS itu diterima forum, negara maju (AS) akan mendominasi perdagangan dunia. Indonesia bukan tidak peduli dengan isu green economy. Dunia melihat komitmen tinggi Indonesia terhadap penyelamatan lingkungan sejak digelar UNFCCC di Bali pada 2007. Namun, persoalan ekonomi tak bisa semata-mata dilihat dari kacamata lingkungan.

Ia juga terkait dengan keadilan global, keseimbangan kawasan, dan penguasaan teknologi. Melalui sejumlah lobi dan negosiasi yang dilakukan Indonesia ke sejumlah negara, AS akhirnya “menyerah” dan terus menurunkan products list yang masuk pada EG dari 340 menjadi 97, 75, 60, hingga akhirnya hanya 54 produk.

Menjaga Momentum Kelapa Sawit

Khusus kelapa sawit, yang menjadi “produk emas” Indonesia karena kita sebagai the biggest exporter, Presiden SBY juga menekankan agar tidak berkompromi. Hal ini untuk memastikan ada jaminan kelapa sawit bisa masuk ke negara-negara maju tanpa banyak hambatan. AS awalnya menolak kelapa sawit. Namun, setelah dijelaskan bahwa ini merupakan produk yang memiliki keunikan, Washington mulai melunak dan bisa memahami.

Tak lama berselang, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) AS melegalisasi status kelapa sawit sehingga ke depan kemungkinan dalam waktu dekat akan makin lancar masuk ke negara tersebut. Walaupun demikian, ini tentu harus terus diperjuangkan pada level APEC (tak hanya AS) agar bisa masuk products list di pertemuan APEC mendatang. Lebih jauh forum APEC 2012 membahas empat agenda yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, integrasi ekonomi kawasan, penguatan ketahanan pangan, intensifikasi kerja sama guna memperkuat pertumbuhan inovatif, ketahanan energi, dan
forum kali ini.

Merealisasikan itu semua membutuhkan soliditas dan solidaritas antarnegara sehingga keseimbangan perdagangan dan pertumbuhan di seluruh negara-negara anggota bisa terwujud. Indonesia tahun depan, 2013, akan menjadi ketua APEC. Presiden SBY bertekad kita akan memanfaatkannya untuk bisa menguatkan kawasan Asia-Pasifik yang terbukti lebih tahan krisis dibandingkan dengan kawasan lainnya. Tema yang akan kita angkat pada APEC Bali 2013 adalah Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth. Dari tema tersebut, jelas sekali, kita ingin forum APEC tidak sekadar menjadi arena seremonial, tapi harus mampu menjadi pendorong mesin pertumbuhan kawasan dan dunia.

MIST Gantikan BRIC

Momentum keketuaan Indonesia di APEC juga linear dengan pencapaian ekonomi kita beberapa tahun terakhir. Kita kini berada di posisi strategis dalam menentukan arah dan kebijakan perekonomian global. Belum lama ini Goldman Sachs bahkan memasukkan Indonesia dalam kelompok negara berkembang dan berpengaruh di percaturan perekonomian global atau dikenal sebagai MIST (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, dan Turki).

Empat negara itu digadang-gadang akan menggantikan posisi negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) yang kini pertumbuhannya terus menurun. Hal itu ganjaran bagi tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu berada di atas angka 6% ketika sebagian besar negara di dunia mengalami tren pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif akibat krisis global. Tingkat konsumsi, investasi, dan ekspor telah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara serentak.

Tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini cukup diperhitungkan dunia internasional. Selain itu, keanggotaan Indonesia dalam berbagai forum ekonomi internasional seperti G-20 juga menjadikan Indonesia lebih diperhitungkan negara-negara lain. Pendapat dan pemikiran Indonesia menjadi lebih didengar dan diakomodasi. Semua pencapaian itu buah dari tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Indonesia satu dari sedikit negara yang memiliki pertumbuhan positif di tengah krisis yang melanda ekonomi global selama rentang waktu 2008-2009.

Kapasitas Indonesia sebagai ketua APEC kelak akan dihadapkan pada sejumlah isu penting seperti peningkatan perdagangan regional yang terbuka, penguatan peran APEC dalam investasi, pengupayaan sustainable growth with equity, dan penguatan ketahanan ekonomi regional antara lain melalui pembangunan konektivitas. Di tengah dinginnya suhu Kota Vladivostok, yang dalam bahasa Rusia berarti Penakluk dari Timur, Presiden SBY memimpin delegasi Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan kita.

Tak mudah memang karena setiap negara tentu juga memiliki kepentingan masing-masing. Kendati demikian, kemandirian harus terus kita pegang sebagai “kamus” diplomasi bebas aktif yang kita anut. Sepanjang kita memaknai dan menjalankan prinsip tersebut secara lurus, negara-negara sahabat justru memberikan respek dan apresiasi. Hal tersebut di antaranya dapat kita lihat dari penghormatan yang diberikan APEC dalam CEO Summit, Presiden SBY didaulat memberikan keynote speech.

Tak hanya itu, di tengah sempitnya waktu selama KTT, Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin China Hu Jintao juga bertemu SBY untuk meningkatkan kerja sama antarnegara dan mencari solusi atas isu-isu kawasan. Kita tahu Rusia dan China merupakan dua raksasa dunia saat ini selain AS. Indonesia tentu memiliki arti penting yang membuat keduanya perlu menjalin hubungan lebih erat. Dari sudut pandang lain, baru kali ini Indonesia bisa lebih bebas dan aktif dalam berdiplomasi dengan semua negara dari berbagai kutub. Kita dekat dengan China dan Rusia, pada saat yang sama juga akrab dengan AS, Inggris, Jepang, bahkan Iran.

Seperti ungkapan pada awal tulisan ini, kita bukan follower negara lain (kelompok tertentu). Namun, kita siap bekerja sama dengan siapa pun atas dasar kesamaan posisi. Itulah esensi politik bebas aktif yang digagas para pendiri republik.

◄ Newer Post Older Post ►