Self Fulfilling Prophecy Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi |
SINDO, 01 Oktober 2012
Handry Satriago jelas bukan pria sembarangan. Doktor lulusan Universitas Indonesia dan peraih gelar MBA dari Monash University, Australia, tersebut saat ini menjabat sebagai president and chief executive officer (CEO) General Electric Indonesia, suatu perusahaan multinasional yang memproduksi lokomotif, mesin pesawat terbang, alat USG yang sangat dikenal di dunia kedokteran,dan sebagainya.
Handry Satriago yang karena kanker getah bening di tulang belakang pada saat usia 17 tahun membuat dia saat ini harus bergerak di atas kursi roda, pekan lalu, mengisi general session yang memuncaki acara Indonesian Knowledge Forum 2012 yang diselenggarakan selama dua hari oleh BCA Learning Service (BLS). Acara akbar yang menghadirkan tidak kurang dari 28 pembicara yang luar biasa tersebut sungguh tidak salah memilih Handry Satriago yang siang itu, tanggal 28 September 2012, mampu menyihir peserta forum yang jumlahnya ratusan. Berbicara dengan topik ”Kepemimpinan di Abad Ke-21”, Handry Satriago antara lain menjelaskan sebuah teori mengenai pentingnya menaruh harapan yang besar kepada kita semua.
Teori tersebut, yang kemudian disebut dengan pygmalion effect atau rosenthal effect, dilakukan melalui pengujian terhadap tiga kelompok yang sebetulnya memiliki kualitas yang sama. Kelompok pertama, kelompok yang leader-nya memberikan suatu ekspektasi kepada anak buahnya bahwa mereka akan mampu mencapai kinerja sampai 120% dari yang ditargetkan. Kelompok kedua, kelompok yang leader-nya menyatakan anak buahnya hanyalah biasa-biasa saja, sehingga syukur kalau bisa mencapai kinerja 80% dari yang ditargetkan. Sementara kelompok ketiga sering disebut sebagai control group, yaitu kelompok yang tidak diberi ekspektasi apa pun sehingga bisa dikatakan kelompok ini dianggap akan memperoleh 100% dari targetnya.
Ternyata dari hasil penelitian tersebut, kelompok pertama memang menghasilkan kinerja sangat baik, kelompok kedua akhirnya kinerjanya payah, sementara kelompok ketiga menjadi pembanding keduanya. Pada akhirnya dari sinilah muncul istilah self fulfilling prophecy, yaitu kalau kita memberikan optimisme kepada orang lain, kinerjanya akan melebihi kapasitas biasanya. Sementara kalau kita memberikan pesimisme, yang terjadi memang akan lebih buruk dari yang seharusnya. Dengan melihat teori tersebut, pada akhirnya kita bisa mengambil simpulan untuk tetap menjaga optimisme di kalangan kita sendiri, di perusahaan tempat kita berusaha atau bekerja maupun di dalam kita hidup bernegara ini.
Dengan optimisme yang senantiasa ditanamkan secara terus-menerus, gairah kerja manusia Indonesia akan mampu menghasilkan hal-hal yang mungkin melebihi kapasitasnya sehingga berbagai potensi yang kita miliki saat ini mampu membawa negara kita kepada tataran yang terhormat dalam kancah perekonomian global. Contoh konkret dari apa yang disampaikan Handry Satriago tersebut secara kebetulan sekali cocok dengan materi yang disampaikan Faik Fahmi, Direktur Service PT Garuda Indonesia Tbk, pada sesi sebelumnya dari Indonesia Knowledge Forum tersebut. Direktur lulusan Universitas Gadjah Mada yang masih berusia 44 tahun tersebut menyampaikan bahwa Garuda Indonesia Tbk di masa lampau adalah perusahaan yang sering menjadi bahan ejekan dari banyak pihak karena kinerjanya yang sangat payah.
Perusahaan penerbangan yang waktu itu masih bersifat monopoli tersebut mengalami kerugian yang sangat besar sehingga bahkan pernah suatu saat akan dilikuidasi. Namun di tangan pimpinan yang inspiratif, yaitu Emirsyah Satar, dan jajarannya, Garuda Indonesia disulap menjadi perusahaan yang saat ini sangat terhormat bukan hanya di Tanah Air, tetapi bahkan di kancah global. Di tangan Emirsyah Satar, Garuda mengembangkan strategi yang disebut dengan quantum leap, sebuah lompatan yang jauh.
Berbagai aspek dikembangkan secara serentak, termasuk jumlah armadanya yang direncanakan menjadi 154 unit di tahun 2015, meningkat dari di bawah 60 unit di tahun 2007. Bahkan semua pesawat yang berusia tua juga akan diganti sehingga di tahun 2015 nanti rata-rata usia pesawat Garuda akan berada di bawah 6 tahun, lebih baik dibandingkan rata-rata usia pesawat perusahaan penerbangan Singapore Airlines yang memang merupakan raja industri penerbangan dunia.
Ternyata perkembangan yang terjadi justru melampaui harapan saat dicanangkan quantum leap tersebut. Garuda akhirnya menyampaikan, target jumlah armada di tahun 2015 tidak lagi 154 pesawat tetapi 194 pesawat karena pada saat yang bersamaan Citilinkjuga akan dikembangkan secara serius. (Saya bahkan menduga, angka ini pun akan berkembang lagi menjadi di atas 200 pesawat di tahun 2015 karena pertumbuhan yang melampaui bayangan kita).
Ini terjadi karena berdasarkan perkembangan yang terakhir, ternyata telah terjadi peningkatan jumlah penumpang yang luar biasa sehingga prediksi jumlah penumpang Garuda di tahun 2015 tidak lagi 30 juta orang seperti yang diperkirakan semula, tetapi akan menjadi 45 juta orang, naik hampir separuhnya dari target semula. Di tahun 2011 yang lalu saja jumlah penumpang telah mencapai 17 juta dan tahun 2012 ini jumlahnya bisa mencapai 22 juta penumpang. Ini berarti angka 30 juta orang yang menjadi target di tahun 2015 sangat mungkin akan tercapai di tahun 2013.
Dengan melihat perkembangan itu, self fulfilling prophecy juga sangat diperlukan diterapkan di Angkasa Pura yang mengembangkan bandara. Lonjakan jumlah penumpang yang luar biasa tersebut pada akhirnya harus dilihat sebagai suatu peluang dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Faik Fahmi menyatakan, berdasarkan prediksi saat ini, pertumbuhan jumlah penumpang sampai beberapa tahun ke depan adalah 11% per tahun. Tapi tahun 2011 lalu pertumbuhannya 16%. Prediksi saya, angka 16% tersebut lebih mungkin akan terjadi di tahun-tahun mendatang, bahkan mungkin lebih tinggi lagi karena kebangkitan kelas menengah Indonesia.
Oleh karena itu strategi quantum leap, bahkan mungkin dengan skala yang lebih besar lagi, harus segera diterapkan oleh Angkasa Pura. Dunia perbankan Indonesia, termasuk BCA, sangat ingin mendukung perkembangan tersebut karena keyakinan yang sangat besar yang kita miliki bahwa kita akan mampu menghadapi tantangan tersebut. Jika dewasa ini masterplan pengembangan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng sudah menargetkan kapasitas 60 juta penumpang di tahun 2015, saya sangat yakin angka tersebut terlalu konservatif.
Target tersebut harus dinaikkan lagi melampaui apa yang sudah disiapkan saat ini karena memang perkembangan yang akan terjadi sungguh melampaui apa yang mampu kita bayangkan beberapa waktu yang lalu. Pembebasan lahan untuk perluasan bandara, termasuk untuk pembangunan landasan ketiga ataupun keempat dan terminal baru, harus segera dilaksanakan dan tidak lagi menjadi sekadar wacana. Jika Garuda mampu menjadi The Best Regional Airlines in the World versi SkyTrax, maka bandara kita juga pasti mampu untuk menjadi bandara terbesar dan terbaik di dunia. ●