Senin, 04 Februari 2013

Tanah Sejuta Mitos dan kisah mistis - Karebosi

Karebosi Tanah Sejuta Mitos dan kisah mistis

lapangan Karebosi adalah Salah satu tempat yang sering diidentikkan dengan Kota Makassar . Lapangan yang menjadi sentra masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas ini sarat dengan berbagai kisah mistis yang menjadi mitos kepercayaan sebagian masyarakat. Mulai dari penamaannya KAREBOSI sampai dengan adanya tujuh kuburan di tepi lapangan tersebut. Tapi apakah hal tersebut benar adanya atau hanya sekedar mitos ?
Karebosi
Bila merujuk pada peta yang terpajang di Museum Kota Makassar. Karebosi awalnya hanyalah merupakan hamparan yang difungsikan sebagai sawah kerajaan. Sejarahnya dimulai pada abad ke-10, saat Karebosi masih masuk dalam wilayah Kerajaan Gowa-Tall yang meliputi Sungai Tallo bagian Utara hingga Barombong bagian selatan.

Gowa pada saat itu merupakan negara yang kacau balau. Setiap orang ingin menunjukkan kekuatannya dengan menyingkirkan orang lain yang lebih lemah. Sehingga hukum yang berlaku adalah hukum rimba, siapa yang kuat maka dialah yang bertahan. Di tengah kekacauan hebat tersebut, Gowa mengalami hujan deras yang terjadi selama tujuh hari tujuh malam. Pada hari kedelapan hujan berubah menjadi hujan gerimis. Di tengah gerimis, dari langit muncul tujuh orang bergaun kuning keemasan. Ketujuh orang tersebt hanya terlihat sesaat. Kepergian mereka menyisakan tujuh gundukan tanah berbau harum di tengah-tengah hamparan sawah yang telah tergenang air itu.

Kemunculan ketujuh orang tersebut diyakini sebagai rahmat Tuhan yang dikirimkan untuk negeri Gowa. oleh karena itu, rakyat percaya bahwa mereka adalah Taumanurung atau Dewa dalam mitologi Bugis Makassar dan menyebutnya Karaeng Angngerang Bosi atau Tuan Yang Membawa Hujan. Adapun hamparan tempat mereka muncul dinamakan sebagai Kanrobosi. Kanro berarti anugerah Yang Maha Kuasa, dan Bosi artinya hujan atau kelimpahan. Namanya berubah menjadi Koningsplein saat VOC memerintah. Barulah pada saat Belanda berkuasa namanya berubah menjadi Karebosi, hingga saat ini.

Dalam perjalanan waktu selanjutnya lapangan Karebosi dijadikan sebagai alun-alun kota yang dipergunakan sebagai tempat untuk melakukan Pesta Panen Rakyat. Fungsi ini dilakukan sebelum Islam masuk ke Makassar, yakni sekitar 600 tahun lampau. Mengenai mitos tentang adanya terowongan bawah tanah yang menghubungkan antara Fort Rotterdam dan Lapangan Karebosi sampai saat ini tidak ada bukti otentik yang membenarkannya. Dahulu memang terdapat jalan yang menghubungkan antara Karebosi dan Fort Rotterdam. jalan itu merupakan setapak dan bukan sebuah terowongan bawah tanah seperti yang dipercayai oleh sebagian masyarakat. Namun kini, di zaman modern, sudah dibuat sebuah jalur bawah tanah yang menghubungkan Lapangan Karebosi (Karebosi Link) dengan pusat perdagangan Makassar Trade Centre.

Selain terowongan, mitos yang juga melingkupi Karebosi adalah bahwa terdapat “penjaga” yang melindungi sekitar tempat yang jadi pusat kota Makassar ini. Penjaga tersebut merupakan arwah dari tujuh orang yang disemayamkan di tepi lapangan. Setiap orang ataupun lembaga yang ingin mengadakan suatu kegiatan di tempat yang jadi public space ini mesti “meminta ijin” dulu di makam yang dikeramatkan tersebut. Ritual yang dilakukan dengan memberi sesajen pada ketujuh makam. Sesajennya berupa anak ayam kampung, kelapa muda dan pisang raja. Tak lupa pula menyalakan lilin merah (taibani eja) membasah ikuburan dengan air yang telah “dibacai” dan menaburkan bunga.

Selain sebagai tempat untuk meminta ijin, ketujuh kuburan itupun dipergunakan oleh sebagian masyarakat untuk memanjatkan doa. Mereka meyakini bahwa orang yang bersemayam di makam tersebut adalah perantara manusia dengan Tuhan, sehingga keinginan mereka akan lebih cepat dikabulkan bila berdoa di tempat tersebut.

Di dalam naskah lontara La Galigo dan naskah kuno Belanda  tidak ditemukan adanya tulisan mengenai lapangan Karebosi, baik fungsi maupun sejarahnya. Data mengenai perjalanan waktu lapangan inipun akan sulit ditemukan pada perpustakaan-perpustakaan sejarah, hal ini dikarenakan tidak ada bangunan yang berdiri di atas lapangan yang berada sekitar 500 meter dari Fort Rotterdam ini.

Terlepas dari sejarah dan mitos yang meliputinya, pembangunan Karebosi sebagai tempat relaksasi dan sarana olahraga, bahkan digunakan sebagai tempat beribadah shalat setiap IED bagi masyarakat dari segala kalangan. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda kota Makassar yang bertujuan untuk pembangunan haruslah mengikutsertakan Karebosi, sehingga karebosi kelak akan dikenang bukan hanya sebagai sebuah lapangan dengan berbagai fungsi melainkan juga sebagai salah satu Landmark Makassar. Karebosi tetap akan menjadi kebanggaan bukan hanya bagi masyarakat kota Makassar tetapi juga bangsa Indonesia.[sumber;palingindonesia.com]
◄ Newer Post Older Post ►