Setelah Denny Minta Maaf
Manunggal K Wardaya ; Dosen Fakultas Hukum Unsoed, PhD Researcher pada Radboud Universiteit Nijmegen Belanda |
SUARA MERDEKA, 29 Agustus 2012
"Kicauan Denny seyogianya menjadi cambuk bagi advokat untuk membuktikan kinerja, profesionalitas, dan dedikasi"
KICAUAN (tweet) Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana di jejaring sosial twitter menjadi polemik. Dia menyebut ad-vokat koruptor sama dengan koruptor itu sendiri karena menerima bayaran dari hasil korupsi. Kata Denny, masih banyak advokat yang menolak mendampingi koruptor, seraya mencontohkan dirinya sendiri yang menolak mendampingi koruptor manakala menjadi pengacara.
Kicauannya itu membuat berang sejumlah advokat yang sontak memperkarakannya secara pidana, menganggap profesor hukum tata negara UGM itu melecehkan profesi advokat. Denny pun meminta maaf kepada advokat yang bersih. Ia menyesalkan pernyataan soal oknum advokat ''maju tak gentar membela yang bayar'' menimbulkan kesalahpahaman (SM, 28/08/12). Tulisan ini hendak menelaah pernyataan dia dari sudut pandang hukum.
Adalah hak tiap orang yang disangka atau didakwa bersalah melakukan kejahatan untuk didampingi ahli hukum. Hak ini begitu penting mengingat hukum adalah pula kuasa, yang manakala mewujud di proses hukum pidana, berisiko menyebabkan seseorang terampas haknya karena aplikasinya yang tak tepat (entah karena kesalahan analisis maupun kesewenangan kuasa).
Orang yang buta hukum bisa saja mendapatkan putusan yang tak semestinya, tak seadilnya, karena tak sempurna atau bahkan tak mampu melakukan pembelaan atas tuduhan yang didakwakan kepadanya. Hasil dari penyidikan, penuntutan, dan peradilan terhadapnya bisa jadi berujung pada ketidakadilan lain, yang dalam kehidupan bernegara yang menghendaki tidak saja hukum yang tegak tapi juga tercapainya keadilan menjadi sesuatu yang harus dihindari.
Orang yang disangka ataupun didakwa melakukan suatu tindak pidana belum tentu melakukan tindak pidana yang disangkakan ataupun didakwakan padanya. Demikian pula dalam kasus korupsi: seseorang yang didakwa korupsi tak selalu benar-benar melakukan korupsi. Karenanya orang yang diadili atas tuduhan korupsi juga berhak melakukan pembelaan diri. Kalaupun nantinya terbukti melakukan, ada kemungkinan bahwa apa yang dituduhkan padanya bisa jadi tak seluruhnya benar.
Jumlah, macam kesalahan, dan derajat kejahatan bisa jadi berbeda dari yang disangkakan, didakwakan. Diperlukan kecakapan hukum dan kemelekan tata cara berperkara pidana yang mumpuni agar seseorang mendapat putusan yang adil, kalaupun terbukti korupsi maka akan dipidana sesuai dengan kesalahannya. Di sinilah makna penting pendampingan hukum oleh advokat/pengacara sehingga putusan hukum yang dijatuhkan pada terdakwa kasus korupsi memang benar-benar sesuai dengan prosedur hukum yang fair.
Terlepas bahwa peradilan di negeri ini kerap menjatuhkan putusan kontroversial dalam berbagai kasus korupsi dan sinyalemen banyak pihak akan penegak hukum (polisi, hakim, jaksa, pengacara) yang menjadi bagian dari mafia peradilan, tidak lantas menjadikan hak tiap tersangka ataupun terdakwa kasus korupsi untuk didampingi penasihat hukum menjadi alpa, menjadi tiada, dan kehilangan urgensinya.
Bukti Kinerja
Menjadi pilihan bebas advokat untuk menerima atau tidak menerima kasus yang disodorkan kepadanya. Bahwa ada sementara lawyer yang memiliki komitmen tidak mendampingi tersangka atau terdakwa kasus korupsi hal itu harus dipandang sebagai sikap moral pribadi yang tak lantas kemudian menjadi ideal hukum, apalagi generalisasi citra buruk advokat yang bersedia mendampingi tersangka atau terdakwa kasus korupsi.
Menyamakan advokat yang mendampingi tersangka ataupun terdakwa koruptor dengan koruptor itu sendiri sukar untuk dikatakan sebagai pernyataan tepat, terlebih disampaikan oleh pejabat negara yang menangani bidang hukum.
Namun kicauan Denny akan menjadi kritik konstruktif manakala diletakkan dan dipahami dengan kepala dingin, sebagai keprihatinan akan makin lenyapnya integritas penegak hukum, terutama dalam berbagai kasus yang menyangkut korupsi.
Begitu banyak peradilan korupsi berujung pada putusan bebas karena penegak hukum dapat dibeli dan bukan karena ketidakbersalahan si tersangka atau terdakwa.
Tertangkapnya hakim yang menerima suap oleh KPK di Semarang baru-baru ini ataupun kasus hakim bermasalah lainnya mengindikasikan sinyalemen ini, yakni hakim tersebut mempunyai rekam jejak membebaskan terdakwa kasus korupsi.
Padahal korupsi peradilan seperti itu bisa terjadi bukan karena peran satu pihak saja aparat penegak hukum melainkan akibat rantai korupsi yang telah menggurita dan membelit caturwangsa penegak hukum, termasuk advokat.
Karenanya, kicauan Denny kiranya memberi hikmah tidak saja kepada pejabat negara agar lebih arif dalam berkomunikasi dengan publik, namun seyogianya juga menjadi cambuk bagi advokat untuk membuktikan kinerja, profesionalitas, dan dedikasi mereka dalam berkontribusi terhadap tegaknya hukum dan keadilan. ●