Belenggu Subsidi Energi
Pande Radja Silalahi ; Ekonom CSIS |
SUARA KARYA, 30 Agustus 2012
Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, DPR bersama pemerintah akan membahas RAPBN 2013 yang diajukan pada pertengahan Agustus lalu. Di masa Orde Baru, galibnya RAPBN yang diajukan oleh pemerintah selalu mendapat persetujuan sepenuhnya dari DPR. Tetapi, dewasa ini DPR tidak lagi menjadi "stempel" pemerintah, tetapi menjadi pihak yang sangat menentukan. Bahkan DPR tidak jarang mengambil alih fungsi eksekutif (pemerintah).
Tampaknya pemerintah menyadari hal ini sehingga secara sadar bertujuan melakukan "politik anggaran" tertentu. Yang menjadi pertanyaan, apakah politik anggaran yang diterapkan akan makin mendekatkan atau menjauhkan masyarakat dari perolehan tingkat kemakmuran yang lebih tinggi?
Tahun anggaran yang sedang berjalan ini adalah pelajaran yang sangat penting dan berharga bagi Indonesia. Hampir semua komponen masyarakat mengakui bahwa pemberian subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) yang tengah berlangsung, dan tidak memihak kepada masyarakat miskin. Namun, kenyataannya, kesepakatan menekan subsidi tidak mendapat persetujuan DPR sehingga pada RAPBN-P 2012, subsidi BBM yang dianggarkan justru membengkak hingga Rp 137.379,8 miliar atau sekitar 8,9 persen dari seluruh belanja negara.
Sangat sulit dipercaya bahwa pada RAPBN 2013, pemerintah justru mengajukan anggaran subsidi yang membengkak secara signifikan. Untuk tahun anggaran yang akan datang, pemerintah mengajukan anggaran subsidi total Rp 316.097,5 miliar dan di antaranya sebesar Rp 193.805,2 miliar atau 11,7 persen dari belanja negara untuk subsidi BBM.
Seandainya pemerintah membagikan setengah saja dari jumlah subsidi BBM yang dianggarkan pada RAPBN 2013 kepada seluruh masyarakat miskin di negeri ini, maka pada tahun yang akan datang tidak ada lagi penduduk miskin di Indonesia.
Dengan data ini, perlu dipertanyakan apa sebenarnya yang diinginkan oleh pemerintah? Apakah yang dinamakan kebijakan yang pro poor tecermin dari anggaran subsidi yang membengkak tahun anggaran 2013? Apabila DPR masih mempunyai hati nurani yang memihak masyarakat miskin. Untuk masalah ini harus dibahas dan dicari solusi yang baik dan optimal.
Tak dapat disangkal bahwa daya dorong RAPBN 2013 bagi pertumbuhan ekonomi adalah positif. Dengan kata lain, RAPBN 2013 dalam wujudnya yang sekarang adalah bersifat ekspansif. Namun, apabila dibandingkan dengan RAPBN-P 2012, dapat disimpulkan bahwa daya ekspansinya berkurang secara berarti. Di tengah ekonomi dunia yang melesu, seyogianya RAPBN 2013 yang diajukan oleh pemerintah lebih bersifat ekspansif.
Kecenderungan makin jelas menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Eropa akan berlangsung lama dan sekarang pengaruhnya telah menjalar dengan cepat ke China dan India. Pertumbuhan ekonomi China dan India tampaknya akan melorot lebih dalam sehingga kebijakan dasar Indonesia tentunya adalah mendorong pertumbuhan melalui pengaturan komponen-komponen APBN.
Pada RAPBN 2013, porsi belanja barang dan belanja modal yang seharusnya meningkat justru mengalami penurunan--dari 23,0 persen tahun 2012 menjadi 21,3 persen dari belanja negara pada RAPBN 2013. Bagaimanapun, menjadi makin jelas bahwa pemberian subsidi energi yang berlebihan telah membelenggu sektor pemerintah dalam memainkan peran ekonominya. ●