Tanah Sulawesi memang memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri yang berbeda dengan daerah lain. Selain memiliki keindahan alam dan budaya, juga memiliki satu komunitas suku yang cukup unik dan hanya satu-satunya yang ada di dunia. Masyarakat di sana menyebutnya sebagai Suku Tobalo.
Suku Tobalo adalah suku yang bermukim di pedalaman pegunungan bulu pao yang membentang melintasi wilayah kabupaten Barru dan pangkep Sulawesi Selatan sejak ratusan tahun silam. Seperti namanya, orang-orang komunitas tobalo memiliki tampakan unik dari kulit mereka terutama bagian kaki, tangan dan badan yang penuh dengan bercak putih. Belang di dahi pun cukup unik karena berbentuk segitiga yang menyerupai tokoh animasi Avatar dalam serial Avatar Aang. Dalam bahasa bugis “to” berarti manusia dan “balo” berarti belang. Suku Tobalo adalah komunitas Manusia Belang.
Konon nenek moyang mereka adalah pemberani. Pada zaman kerajaan-kerajaan kecil, kerajaan ini memiliki raja yang gemar berburu kuda liar. Pada suatu ketika, menurut masyarakat setempat, raja dan pengawalnya berburu di suatu hutan. Dalam perburuan itu para pengawalnya berhasil menangkap seekor kuda liar yang berwarna belang. Kuda itu kemudian digiring ke istana raja. Dalam perjalanan menuju istana, kuda itu tak pernah tenang dan mengamuk. Apa saja yang di dekatnya ditendang, bahkan setelah di istana, kerap kali pot-pot bunga halaman istana pecah dibuatnya. Perilaku kuda ini membuat raja tak tenang hingga suatu ketika raja membuat sayembara untuk menjinakkan kuda liar tersebut. Ia mengumumkan pada seluruh rakyatnya, barang siapa yang berhasil menjinakkan kuda itu, maka akan dikawinkan dengan anaknya, maka berbondong-bondonglah segenap pemuda di kerajaan itu untuk ikut dalam sayembara. Tapi rupanya tak ada yang berhasil. Pada saat itu, di tengah kegagalan seluruh pemuda yang ikut sayembara, datanglah seorang pemuda pemberani. Dikisahkan, baru saja pemuda itu mendekat kuda itu sudah diam dan jinak.
Dengan keberhasilannya itu, sesuai dengan isi sayembara, dinikahkanlah ia dengan putrid raja. Dalam setiap peperangan yang dipimpin oleh raja menghadapi kerajaan-kerajaaan di sekitarnya, si pemberani selalu diikutkan dan mendampingi raja di garis depan. Konon si pemuda itu memiliki ilmu kebal yang anti senjata tajam dan api. Olehnya itu ia dikenal dengan julukan pemberani oleh masyarakat setempat.
Setelah sekian lama menempuh hidup bersama istrinya di istana, rupanya pemuda pemberani tak jua dikaruniai anak. Suatu ketika ia bernazar dan memohon kepada dewata agar diberi anak. Dalam nazarnya ia mengatakan “wahai dewata, berilah aku anak meskipun mirip kuda ini (kuda belang)”. Tak dinyana dewata mengabulkan permohonannya. Namun syahdan, anak yang dilahirkan sesuai pula dengan permintaannya, balo (belang).
Versi lain mengatakan, konon ada satu keluarga yang menyaksikan sepasang kuda belang jantan dan betina yang hendak kawin. Bukan hanya menonton, keluarga itu juga menegur dan mengusik kelakuan kuda itu. Maka marahlah dewa lantas mengutuk keluarga ini berkulit belang atau Balo. Karena malu dengan kondisi kulit mereka yang belang, keluarga itu pun memilih hidup di lereng gunung , jauh dari keramaian.
Komunitas suku Tobalo menggunakan bahasa yang disebut bahasa bentong. Ini adalah bahasa paduan antara bahasa Makassar, Bugis dan Konjo.
Kelainan yang diidap kaum tobalo sampai sekarang ini bukanlah penyakit melainkan pembawaan gen. Dengan kata lain bercak atau belang di tubuh mereka bersifat turun temurun dari orang tua atau leluhurnya yang memiliki gen dominan. Artinya ketika pria dan wanita keturunan tobalo menjalin perkawinan dan memiliki regenerasi tobalo pula, maka tentu saja salah satu pasangan diantara keduanya memiliki gen dominan terhadap anak keturunannya.
Sebagaimana suku-suku lain yang ada di Indonesia, Suku Tobalo juga menghormati budaya mereka dan memiliki identitas kesenian sebagai penanda kesukuan. Suku Tobalo di Kabupaten Barru sangat dikenal dengan tari Sere Api ( menari di atas api).
Tari Sere Api sebenarnya adalah sebuah ritual budaya Suku Tobalo yang mengungkapkan rasa gembira kepada sang dewata atas kelahiran putra atau putri Penghulu Suku Tobalo (versi Pariwisata). Versi lain menyebutkan sebagai rasa gembira atas berhasilnya panen mereka dan merasa perlu mengungkapkannya dalam salah satu pesta panen. Karena itu tari “sere api” sering dikolaborasikan dengan ritual lain yang disebut Mappadendang (Pesta Panen).
Komunitas Tobalo hidup dengan berkebun, bertani dan membuat gula aren. Populasi Tobalo kini semakin berkurang karena tradisi mereka sendiri. Mereka memiliki kepercayaan untuk membatasi jumlah orang dalam satu keluarga yakni 10 orang saja. Jika lebih, maka harus dibunuh atau dibuang ke tempat tertentu yang diyakini bisa membuat orang ke 11 ini pada akhirnya mengalami kematian.
Suku Tobalo - Suku Belang dari Sulawesi [sumber;palingindonesia.com]