Fenomena para mudi-mudi penjaja cinta yang akrab berjuluk “ ayam kampus “ nampaknya bukan isapan jempol belaka, untuk kota metropolitan sekelas kota Banjarmasin pun kalau kita jeli. Prostitusi terselubung Ayam Kampus ini masih bisa kita temukan.
Sangat sulit memang untuk mengungkap Fenomena bisnis prostitusi di kalangan anak kampus di kota banjarmasin, pergerakan dan aktivitas mereka sangat rapi, trend masyarakat yang agamis seakan menutupi keberadaan mereka. Bahkan untuk menelusuri tabir bisnis prostitusi “ayam kampus ini”, Tim media wirausaha membutukan waktu yang cukup lama. Memerlukan hampir dua bulan untuk melacak Jaringan dan mencari penghubung keberadaan mereka.
Cerita Mantan Ayam Kampus Banjarmasin
Melalui seorang yang dapat di percaya, Tim Redaksi di arahkan mengenal sosok Linda ( nama di samarkan) yang dulunya seorang “pemain ayam kampus” di kota banjarmasin. Perempuan yang kini berusia 25 tahun kini telah insyaf dan sudah berkerja di salah satu Bank di kota Banjarmasin. Ia sudah lama meninggalkan Bisnis Hitam yang menggiurkan ini.
Melalui telpon genggamnya Tim Redaksi berhasil melakukan wawancara dan banyak mendapat informasi mengenai seluk beluk bisnis ini.Linda bercerita jika dulu awal mula ia terjun sebagai ayam kampus selain Faktor ekonomi juga pengaruh pergaulan bebas dengan teman-temannya. Saat menginjak semester IV pada salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Banjarmasin, saat itulah ia mengawali karir hitamnya.
Linda merupakan mahasiswi perantauan dari salah satu Kabupaten di Kalimantan Selatan . Saat kuliah tahun 2006 ia tinggal nge-kost ( di daerah Kayutangi Banjarmasin ). Menjadi Ayam Kampus karena dorongan ekonomi, namun Linda mengaku jika keluarganya bukan berasal dari keluarga kurang mampu. Orang tuanya tergolong berada, tetapi memang terkesan berkarakter disiplin. Semua biaya dan keperluan kuliah selalu di kirimkan orang tuanya dari kampung dengan catatan biaya tersebut benar-benar untuk keperluan kuliah tidak yang lain.
Saat menginjak semester ke III ia berteman dengan kawan-kawan yang notabene kelas menengah keatas yang membuat pola hidup Linda jadi sangat Konsumsif. Saat itu ia seakan di paksa ikut hidup dengan pola teman-temanya. Kebiasan nonton Bisokop, makan-makan di Dutta Mall dan memiliki aksesoris dan barang –barang mewah menjadi tuntunan jika masih ingin tetap bersosialisasi dengan teman-temannya saat itu.
Tentu untuk memenuhi biaya hidup yang tinggi tersebut ia tidak bisa serta merta meminta pada orang tuanya, mungkin orang tuanya mau memenuhi kebutuhan sekunder Linda yang berlebihan.
Memilih bekerja bukan pilihan yang tepat baginya saat itu, karena ia berpikir pekerjaan apa yang bisa di lakukan mahasiswi dengan bayaran yang tinggi. Sehingga secara tidak sengaja Linda pun berteman dengan seorang mahasiswi yang ternyata simpanan seorang pengusaha tambang dari sungai Danau.
Linda sempat iri, melihat semua kebutuhan materi temanya bisa terpenuhi. Linda di kenalkan oleh kawannya tersebut dengan seorang pria tua lain yang juga pengusaha tambang dari sungai danau. Namun saat itu menjadi seorang wanita simpanan adalah Aib baginya. Linda menolaknya. Linda yang memilki paras cantik sungguhnya tidak mau menjadi simpanan laki-laki tua yang harusnya menjadi om-nya tersebut. Resiko takut ketahuan dan memiliki beban tanggung jawab menurutnya.
Akan tetapi kebiasaan konsumtif yang semakin hari kian mendorongnya. Hingga ia pun nekat menjalin komunikasi dengan laki-laki tua tersebut. Saat itu Linda tetap tidak mau di ikat dengan hubungan. Ia hanya memilih menjalin hubungan cinta berdurasi pendek dengan bayaran tinggi. Semakin lama sifat konsumtif berlebihan menjadikan semua biaya hidupnya melambung tinggi. Pada tahun 2006 saja, dalam satu bulan ia bisa menghabiskan 5 juta rupiah.
Terang saja, ia kembali melakukan praktek bisnis hitamnya. Tidak sulit baginya untuk mencari pelanggan, apalagi Lindapun punya banyak teman dan bisa menjalin komunikasi dengan pria menengah hidung belang. Para konsumen Linda saat itu adalah orang-orang berduit tebal, mulai dari kalangan pengusaha dan pejabat dari daerah juga kota banjarmasin. Soal tariff, mulanya Linda tidak mau menyebutkan pastinya. Namun berkisar Rp 500 ribu- Rp. 1juta untuk sekali main atau short time saat itu bisa ia dapat.
Linda mengaku tidak setiap waktu ia melakukan kegitatan itu. “ Dulu saya melakukannya saat pas lagi perlu uang saja. Semisal saat pembayaraan biaya spp, karena uang untuk pembayaran SPP dari orang tua sudah habis terpakai” ujarnya.
Ia mengaku jika semua aktivitasnya ia lakukan secara tersembunyi dan tidak ada yang mencolok, ia tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Kuliah, berteman dengan teman kampus juga tetap menjalin komunikasi dengan kelurga. Saat ia menjadi wanita panggilan, Linda pun tidak mau menggunakan jasa perantara ( penghubung ) untuk mencari Kliennya. Rata-rata klien yang ia layani semua ia cari sendiri karena dengan begitu resiko untuk ketahuan bisa di hindari. Ketika di tanya apakah ada teman-temannya yang lain saat itu yang berprofesi serupa. Ia menjawab ada “ Bahkan bayaran mereka lebih tinggi, karena yang lain berani untuk di ajak pergi lama-lama hingga berhari-hari” ujarnya.
Linda sendiri menambahkan, jika klien yang ingin memakai jasanya tidak perlu pendekatan berlama-lama. . Namun tak semua calon konsumennya langsung direspons. “ Saya tak mau yang berasal dari lingkungan dekat, semisal dia mahasiswa, Dikhawatirkan akan membongkar identitas saya,” ujarnya. Cukup komunikasi sekedarnya, ia pasang tarif, jika sanggup, kliennya langsung memesankan Hotel.
Tapi terkadang Linda juga pernah memesankan sendiri Hotel tempat transaksi mereka. Karena menurutnya untuk jasa Hotel tidak bisa sembarangan, ada hotel-hotel tertentu yang membuatnnya merasa lebih aman. Bukan aman dari razia yang umumnya biasa di lakukan.
Tapi lebih pada dimana, ia tidak akan bertemu dengan kawan-kawan yang mungkin kenal dengan Linda. Dulu klien Linda kebanyakan adalah para pengusaha daerah yang memang suka menghabiskan liburanya di banjarmasin.
Menurut Linda selagi Banjarmasin menjadi kota Metropolitan Praktek Ayam kampus akan ikut tumbuh. Sejak menginjak semester IIX, tahun 2010 tepat saat ia akan menyelesaikan kuliahnya Lindapun mengaku insyaf dan telah meninggalkan dunia hitam tersebut. “ Agak berat memang, kebiasan belanja saya yang tinggi, tapi biarlah saya meninggalkan kenangan pahit saja” ujarnya penuh penyesalan kepada Redaksi.
Ayam Kampus Banjarmasin Memakai Jasa Perantara
Berbekal motif dan cerita dari Linda ( Mantan ayam kampus ) Tim Redaksi kembali mencoba menelusuri keberadaan Ayam Kampus yang masih aktif. Agak sulit memang menemukan keberadaan mereka. Karena tidak ada ciri-ciri khusus sebagai penandanya. Umumnya mahasiswa yang menjadi Ayam Kampus sama seperti mahasiswi-mahasiswi lain. Hingga beberapa orang yang kami yakin adalah perantara coba kami konfirmasi.
Namun para perantara lebih cari aman dan memilih diam, dengan berpura-pura mencarikan ayam kampus untuk rekan yang seorang pengusaha Tambang, ia pun percaya. Hingga tim redaksi di arahkan untuk bisa mendapatkan jasa Ayam Kampus. Saat itu Ayam Kampus yang di sodorkan pada kami sebut saja Mawar ( nama kembali di samarkan ) Status mahasiswi 20 tahun yang masih muda membuat harga yang di patok saat itu sekitar Rp.1.500.000 untuk sekali kencan. Dari Tarif tersebut si penguhubung sebut saja RIO ( nama di samarkan ) mengaku hanya mendapat untung Rp.300.000. Pembuktian kami akan keberadaan ayam kampus yang ternyata benar, akhirnya meyudahi Investigasi kami.
Di saat yang terpisah Psikolog yang juga Dosen Fsikologi Pada Fakultas Kedokteran Universitas lambung mangkurat Banjarbaru, Silvia Prabowo. Menjelaskan jika keberadaan Ayam kampus dalam Praktek Prostitusi di Kota Banjarmasin. Selain di pengaruhi oleh daya belanja Sekunder, dorongan konsumtif berlebihan juga di latari pergaulan yang salah.
Wanita alumnus magister Psikologi Universitas Airlangga ini menambahkan jika untuk menghilangkan Praktek ayam Kampus memang tidak mungkin. Kota banjarmasin telah menjadi Kota Metropolitan yang menjadi Konsekuensinya.[sumber;http://www.dylc.us]