Kamis, 30 Agustus 2012

Koperasi versus Korporasi


Koperasi versus Korporasi
Herman ;  Analis Perbankan dan Ekonomi Syariah FAI
Universitas Muhammadiyah Jakarta
SUARA KARYA, 29 Agustus 2012

Koperasi merupakan salah satu dari tiga pilar ekonomi Indonesia selain Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUM N/BUMD) dan BUMS. Eksistensi koperasi ini diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai soko-guru perekonomian Indonesia.

Sebagai anak bangsa, kita pasti tidak akan lupa dengan sosok tokoh koperasi Muhammad Hatta yang lebih akrab dipanggil Bung Hatta. Beliau adalah Bapak Koperasi Indonesia yang telah merumuskan keberadaan koperasi dalam Pancasila dan UUD 1945 bahwa koperasi adalah dasar ekonomi Indonesia.

Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi mendapat kedudukan yang sangat kuat karena memiliki dasar konstitusional, yaitu Pasal 33 UUD 1945, terutama ayat 1 yang menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bung Hatta dalam UUD 1945 tersebut menafsirkan bahwa usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan adalah koperasi.

Pada masa pertumbuhannya, koperasi mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hal itu menjadi motivasi tersendiri bagi pengelolanya dalam berkarya untuk bangsa dan negara lewat gerakan koperasi. Sehingga, koperasi benar-benar memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat luas, khususnya rakyat kecil. Semangat kekeluargaan yang merupakan roh koperasi pada dasarnya adalah representasi dari semangat berbangsa dan bernegara yang sudah ada sejak berdirinya bangsa ini.

Koperasi memiliki kekuatan dalam prinsip-prinsip kerjanya sehingga usaha koperasi tetap survive di tengah persaingan pasar bebas yang menelorkan gurita konglomerasi korporasi. Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi, yakni sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakan dari badan usaha lain. Bahkan, di banyak negara maju maupun negara berkembang, koperasi mengalami kemajuan pesat sehingga tampil sebagai kekuatan ekonomi nasional. (Bernhard Limbong, 2010)

Wajah Suram

Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) mengungkapkan bahwa koperasi meningkat rata-rata 23 persen per tahun dan pada 2011 telah mencapai 30.849.913 unit. Namun, peningkatan itu tidak memiliki korelasi dengan peningkatan pemahaman dan implementansi konsep koperasi yang sesungguhnya di tengah masyarakat. Hal ini diperkuat oleh laporan International Cooperative Alliance (ICA) yang merilis daftar 300 koperasi berprestasi global pada tahun 2011.

Koperasi yang dianggap sukses di antara indikatornya adalah tingkat perputaran uang atau omzetnya. Hasilnya justru mengejutkan, sebagian besar justru didominasi koperasi-koperasi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, Perancis dan Inggris. Ironis sekali jika kita melihat data tersebut. Sebagai bangsa yang menggagas berdirinya koperasi, bangsa kita tidak masuk dalam daftar koperasi berprestasi yang dilaporkan oleh ICA tersebut. Malah sebaliknya, negara-negara yang berpaham liberal yang lebih unggul dari bangsa Indonesia.

Di samping itu, koperasi saat ini juga dihadapkan dengan keberadaan korporasi multinasional dan transnasional yang terus membumi di Republik ini. Dalam sektor ekonomi, koperasi akan dihadapkan pada tantangan jangka panjang dunia yang semakin liberal dengan aktor utama multinational and transnational corporation (TNCs /MNCs) serta lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan dunia seperti International Monetery Fund (IMF), World Bank, dan World Trade Organization (WTO).

Sementara, korporasi yang ditopang oleh ideologi laissez faire ini akan berusaha memupuk modal tanpa mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan. Kapitalisme memasang agensinya seperti Dana Moneter Internasional (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) untuk mengkampanyekan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi. Melalui transaksi finansial spekulatif dan monopoli korporasi, kapitalisme telah menyajikan laju pertumbuhan yang asimetris terhadap persoalan kemanusian secara luas.
Untuk mengembalikan peran koperasi yang sebenarnya diperlukan peran pemerintah serta masyarakat sendiri. Baik pemerintah maupun masyarakat dituntut lebih memberikan perhatian terhadap perkembangan koperasi. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan koperasi.

Pertama, harus ada perubahan dalam pengelolaan koperasi. Dengan perubahan tersebut diharapkan koperasi benar-benar mampu memberikan dampak positif dalam menyejahterakan masyarakat.

Kedua, koperasi harus dikelola secara modern dengan menekankan kebutuhan pasar. Apalagi, di era globalisasi, koperasi harus mampu melakukan perubahan dalam pengelolaan, manajemen serta pengorganisasiannya.

Ketiga, perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM menjadi mutlak dipenuhi karena dengan adanya SDM yang berkualitas koperasi akan mampu bersaing dalam dunia global.

Keempat, sosialisasi. Strategi ini sangatlah penting untuk memberikan pengetahuan terhadap masyarakat luas berkaitan dengan koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa.

Dengan beberapa strategi di atas, kita semua berharap keberadaan koperasi benar-benar mampu berkontribusi dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat kecil sesuai bunyi UU Nomor 25 Tahun 1992. Bahwa, koperasi memiliki tujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
◄ Newer Post Older Post ►