VIVAnews - Banyak misteri yang belum terkuak di situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Diduga kuat, ia tak hanya tumpukan bebatuan purba Megalitikum yang berserak dan dikeramatkan warga. Tapi sebuah bangunan besar dari sebuah peradaban yang maju.
Kolaborasi dari para ilmuwan tanah air dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang menguak bahwa Gunung Padang bukan hanya di permukaan, teras 1 sampai 5. Ketua Tim Arkeolog Ali Akbar mengatakan, ia adalah sebuah bangunan besar yang dikelilingi terasering. "Saat dilihat dari bawah adalah terasering tebal dengan tinggi 1,5 meter, hampir setinggi orang dewasa," kata dia kepada VIVAnews, Kamis 2 Agustus 2012.
Kolaborasi dari para ilmuwan tanah air dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang menguak bahwa Gunung Padang bukan hanya di permukaan, teras 1 sampai 5. Ketua Tim Arkeolog Ali Akbar mengatakan, ia adalah sebuah bangunan besar yang dikelilingi terasering. "Saat dilihat dari bawah adalah terasering tebal dengan tinggi 1,5 meter, hampir setinggi orang dewasa," kata dia kepada VIVAnews, Kamis 2 Agustus 2012.
Terasering itu diduga kuat adalah teknologi nenek moyang kita mencegah bangunannya longsor. Cara yang masih dipakai hingga saat ini.
Tim arkeolog pun melakukan survei dengan mengelilingi Gunung Padang. Dengan menyibak tanaman liar dan menyingkirkan lapisan tanah, ditemukan terasering berdinding batu di sekeliling bukit. Yang lebih meyakinkan bahwa itu adalah terasering, adalah bidang tanahnya yang datar, bukan batu. "Seperti yang ada di Manchu Picchu, yang ternyata usia situs di Peru itu lebih muda dari Borobudur, seangkatan Majapahit," kata dia.
Manchu Piccu dibangun sekitar tahun 1540 oleh Bangsa Inca. Sementara Borobudur dibangun tahun 800-an Masehi. Menurut kajian sementara arkeolog, Gunung Padang dibangun pada masa sekitar 2.500 Sebelum Masehi. "Jauh lebih tua dari Manchu Picchu. Manusia di era itu belum mengenal huruf, tapi istimewanya bisa membuat bangunan seperti itu."
Ali Akbar menambahkan, sebagian dari terasering itu oleh warga diubah menjadi tanah pertanian. Namun, aktivitas warga itu tidak merusaknya. "Justru aktivitas ini yang membuat bentuk terasering terlihat. Secara tak sengaja pola perilaku masyarakat zaman sekarang menguak keberadaan situs," kata dia.
Dilihat dari terasering yang mengelilingi bukit, bisa diperkirakan luas situs Gunung Padang. "Jadi bangunan itu luasnya satu bukit, 15 hektar. Ini monumental sekali," kata dia.
Tim arkeolog pun melakukan survei dengan mengelilingi Gunung Padang. Dengan menyibak tanaman liar dan menyingkirkan lapisan tanah, ditemukan terasering berdinding batu di sekeliling bukit. Yang lebih meyakinkan bahwa itu adalah terasering, adalah bidang tanahnya yang datar, bukan batu. "Seperti yang ada di Manchu Picchu, yang ternyata usia situs di Peru itu lebih muda dari Borobudur, seangkatan Majapahit," kata dia.
Manchu Piccu dibangun sekitar tahun 1540 oleh Bangsa Inca. Sementara Borobudur dibangun tahun 800-an Masehi. Menurut kajian sementara arkeolog, Gunung Padang dibangun pada masa sekitar 2.500 Sebelum Masehi. "Jauh lebih tua dari Manchu Picchu. Manusia di era itu belum mengenal huruf, tapi istimewanya bisa membuat bangunan seperti itu."
Ali Akbar menambahkan, sebagian dari terasering itu oleh warga diubah menjadi tanah pertanian. Namun, aktivitas warga itu tidak merusaknya. "Justru aktivitas ini yang membuat bentuk terasering terlihat. Secara tak sengaja pola perilaku masyarakat zaman sekarang menguak keberadaan situs," kata dia.
Dilihat dari terasering yang mengelilingi bukit, bisa diperkirakan luas situs Gunung Padang. "Jadi bangunan itu luasnya satu bukit, 15 hektar. Ini monumental sekali," kata dia.
Jauh lebih luas dari Borobudur yang luasnya sekitar 1,5 hektar. Gunung Padang yang sementara diperkirakan memiliki tinggi 100 meter juga jauh lebih tinggi dari candi Buddha terbesar di dunia itu yang tingginya 32 meter.
Tak hanya itu, meski tampak sederhana penyusunannya, bangunan ini tahan gempa dan tak hancur dimakan zaman. Ali Akbar menjelaskan, situs Gunung Padang memang disusun dengan batu columnar joint. Namun, ia tidak tersusun secara alami, ada campur tangan manusia yang menatanya. "Columnar joint alami biasanya satu arah semua. Tapi dari temuan di lapangan itu jelas buatan manusia."
Temuan arkeolog di Gunung Padang terbilang mengejutkan. "Bangunan yang diperkirakan kecil ternyata besar sekali," kata Ali Akbar.
Tak hanya itu, meski tampak sederhana penyusunannya, bangunan ini tahan gempa dan tak hancur dimakan zaman. Ali Akbar menjelaskan, situs Gunung Padang memang disusun dengan batu columnar joint. Namun, ia tidak tersusun secara alami, ada campur tangan manusia yang menatanya. "Columnar joint alami biasanya satu arah semua. Tapi dari temuan di lapangan itu jelas buatan manusia."
Temuan arkeolog di Gunung Padang terbilang mengejutkan. "Bangunan yang diperkirakan kecil ternyata besar sekali," kata Ali Akbar.
Dia menambahkan, berdasarkan yang termuat literatur megalitik Asia, ini adalah yang terbesar. Di wilayah lain, termasuk Eropa situs megalitikum biasanya terdiri dari satuan-satuan seperti menhir atau meja batu yang membentuk sebuah kompleks. Di Gunung Padang adalah bangunan yang utuh. "Prospek sebagai bangunan prasejarah terbesar di dunia sangat besar. Sebagai satu unit bangunan," kata Ali Akbar.
Ke depan ia berharap situs Gunung Padang dibuka dan dirapikan, agar terlihat agung seperti halnya Borobudur. "Dipugar, tapi menyisakan bagian yang alami atau berantakan sebagai pelajaran," kata dia.
Ke depan ia berharap situs Gunung Padang dibuka dan dirapikan, agar terlihat agung seperti halnya Borobudur. "Dipugar, tapi menyisakan bagian yang alami atau berantakan sebagai pelajaran," kata dia.
Sebelum Borobudur semegah sekarang, dulunya juga hanya tumpukan bukit batu yang dikelilingi semak belukar dan pepohonan.