Senin, 27 Agustus 2012

Ekonomi Lebaran 2012


Ekonomi Lebaran 2012
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ;  Pengamat Ekonomi
SINDO, 27 Agustus 2012


Akhirnya, hari yang ditunggu- tunggu selama sebulan berpuasa, lewat sudah. Hari-hari ini kesibukan yang terjadi yakni mengevaluasi seberapa banyak “manajemen mudik” bisa diperbaiki. 

Di berbagai media kita membaca tentang jumlah korban mudik selama Lebaran dan bagaimana kita mampu mencegahnya di waktu-waktu mendatang. Sementara itu banyak pengusaha hotel, restoran, pedagang oleh-oleh, dan sebagainya di daerah sedang sibuk menghitung kenaikan penjualan yang terjadi selama libur Lebaran, setelah sebelumnya sibuk melakukan persiapan, termasuk mengelola stok untuk libur Lebaran yang sering sulit diprediksi.

Demikian juga pengusaha angkutan, terutama perusahaan penerbangan, juga ikut menghitung seberapa besar kenaikan penumpang yang mereka angkut selama liburan tahun ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu saya mencoba menghitung seberapa besar kekayaan yang berpindah dari Ibu Kota dan kota besar lainnya ke daerah-daerah asal mereka.

Penghasilan yang sudah ditabung selama setahun pada akhirnya berpindah ke daerahdaerah dan menghidupkan perekonomian di daerah masing-masing. Jadilah proses pemerataan pendapatan yang berulang setiap tahun. Sebelum libur Lebaran, bank-bank menyiapkan uang kas puluhan triliun rupiah, baik untuk memenuhi permintaan penarikan di kantor-kantor bank sebelum dimulainya liburan maupun, terlebih lagi, penyiapan uang tunai untuk pengisian ATM.

Ternyata bukan hanya petugas keamanan serta mereka yang harus mengelola lalu lintas arus mudik. Sebagian petugas bank pun bahkan harus melewatkan liburan mereka untuk berjaga agar persediaan uang tunai di ATM tetap tersedia. Yang menarik,saat sebelum libur Lebaran, dana-dana masyarakat di perbankan Ibu Kota mengalami penarikan yang cukup besar. Jumlah itu kemudian berpindah dan menambah dana-dana masyarakat di perbankan daerah, terutama uang yang berhasil dikumpulkan dunia usaha dari bisnis dan penjualan mereka.

Proses semacam ini selalu menarik untuk diamati sebab pemerataan kemakmuran selama libur Lebaran tersebut sungguh-sungguh terjadi dan sungguh riil. Pada hari-hari kerja sesudah Lebaran, bankbank di daerah sangat disibukkan oleh penghitungan uang yang masuk ke kas mereka dan kemudian menyalurkannya entah ke Bank Indonesia maupun ke daerah lain yang membutuhkan. Pada 2012 ini jumlah kekayaan yang berpindah ke daerah tentu lebih besar dari tahun lalu.

Bisa diprediksi, jumlah kekayaan tersebut akan semakin meningkat pada tahuntahun mendatang seiring dengan peningkatan pendapatan secara keseluruhan dari masyarakat. Moda pemindahan tersebut juga semakin bervariasi. Jika dahulu orang berlebaran banyak menggunakan kereta api dan bus, dewasa ini moda perjalanan mudik tersebut lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi roda dua maupun roda empat.

Hal inilah yang membuat kompleksitas “manajemen mudik” meningkat luar biasa. Inilah yang sering disebut sebagai
problem of success, keberhasilan kita dalam peningkatan pendapatan akhirnya menimbulkan permasalahan baru yaitu manajemen mudik yang luar biasa kompleks. Meskipun benar bahwa pemerintah, dan kita semua, ke depan harus meningkatkan manajemen tersebut agar jumlah korban dapat ditekan serendah mungkin, dugaan saya permasalahan tersebut justru akan lebih besar lagi pada tahun-tahun mendatang karena kemampuan masyarakat untuk memiliki kendaraan roda dua dan roda empat semakin banyak.

Bagaimanapun masyarakat ingin menikmati hasil pendapatan mereka dengan mengendarai kendaraan pribadi, baik untuk mobilitas di daerah tempat tujuan maupun untuk menunjukkan bukti keberhasilan hidup mereka di Ibu Kota dan di kota besar lainnya. Rasanya akan sangat sulit untuk membatasi mereka menggunakan kendaraan pribadi di musim mudik mendatang sebagaimana yang diusulkan beberapa pengamat. Dengan kegiatan mudik yang sangat masif tersebut Jakarta menjadi sangat sepi.

Jalan raya menjadi sangat mudah untuk dilalui.Apakah seluruh kegiatan bisnis menjadi mati dengan libur Lebaran tersebut? Ternyata tidak. Jika kawasan komersial memang menutup tokonya selama liburan, banyak hotel, mal, maupun restoran di Jakarta, dan saya yakin juga di kota besar lainnya yang ditinggal mudik, mengalami kenaikan bisnis mereka. Banyak keluarga di Jakarta dan kota besar lainnya sudah tidak terbiasa memasak sendiri.

Sebagai akibatnya banyak dari mereka yang memanfaatkan waktunya dengan tinggal di hotel-hotel selama liburan. Dengan demikian, mereka tidak perlu harus capek-capek menyapu dan mengepel lantai maupun memasak sendiri.Mal juga menjadi kunjungan penting, selain untuk tujuan berbelanja, banyak keluarga yang tidak memasak di rumah akhirnya mengunjungi mal untuk mencari makan.

Hal yang sama terjadi juga di restoran-restoran. Jika sebelum Lebaran kegiatan banyak restoran mengalami pasang naik karena buka bersama, selama libur Lebaran banyak restoran juga mengalami pasang naik karena harus menampung keluarga yang tidak sempat memasak sendiri. Jadilah peningkatan kegiatan di sektor-sektor tersebut selama libur Lebaran. Saya selama libur Lebaran tersebut justru menikmati jalan raya yang menyepi di Ibu Kota.

Perjalanan yang biasanya memakan waktu lebih dari sejam bisa ditempuh hanya dalam hitungan 20 menit.Pada akhirnya ini menunjukkan urbanisasi yang terjadi di Indonesia tersebut sungguh luar biasa. Dengan libur Lebaran tersebut, kita bisa mengetahui betapa besar masyarakat yang bermukim di Jakarta dan kotakota besar lainnya karena kuatnya daya tarik kota besar tersebut bagi masa depan mereka.

Selama libur Lebaran, saya secara serius mempelajari pergerakan masyarakat dalam mengunjungi restoran di Ibu Kota. Ternyata pendapatan yang meningkat telah membuat gaya hidup masyarakat Indonesia menjadikan mereka lebih menyukai makanan di luar rumah (eating out), terutama selama libur Lebaran tersebut. Pada waktu saya mengunjungi sebuah restoran besar yang bernuansa resor di daerah Bintaro, masyarakat yang datang menyebabkan antrean, bahkan sampai sejam.

Hal yang sama juga dialami di daerah lain baik di Jakarta maupun daerah Tangerang. Satu hal yang menarik adalah permintaan akan ikan gurame yang meningkat tajam sehingga pada Sabtu lalu terjadi kelangkaan ikan jenis tersebut untuk disuguhkan kepada para pelanggan. Ikan tersebut ternyata masih dalam perjalanan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur ke Jakarta, dan ternyata pengangkutannya sangat diperlambat oleh arus balik.

Sekali lagi, fenomena ini mencerminkan terjadi the problem of success sebagaimana yang saya kemukakan sebelumnya. Untuk itu semua, kita tetap perlu berbesar hati. Bagaimanapun bulan puasa yang lalu telah mengajarkan kepada kita untuk lebih sabar dan rendah hati. Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin.
◄ Newer Post Older Post ►