Selasa, 28 Agustus 2012

Berbagi Kasih Usai Idul Fitri

Berbagi Kasih Usai Idul Fitri
Haryono Suyono ;  Mantan Menko Kesra dan Taskin
SUARA KARYA, 27 Agustus 2012


Perayaan Hari Raya Idul Fitri secara resmi telah berakhir, tetapi bulan Syawal masih merupakan kesempatan emas untuk merenung, apakah selama bulan suci Ramadhan telah cukup melaksanakan amanat berbagi kasih terhadap sesama. Apabila belum cukup, atau kepingin menambahkan, Tuhan Yang Maha Kuasa pasti memberikan nilai lebih kepada siapa saja yang pada bulan Syawal ini, dan bulan-bulan sesudah itu, memberi perhatian berbagi kasih terhadap sesama.

Ada beberapa pilihan yang selama bulan Ramadhan telah dipilih oleh keluarga Indonesia sebagai kegiatan untuk pengentasan kemiskinan sekaligus bersama-sama menikmati Hari Raya Idul Fitri demi masa depan yang indah. Salah satunya yang banyak dilakukan oleh banyak keluarga di sekitar Jabodetabek adalah dengan bergotong-royong mengangkat keluarga miskin atau keluarga prasejahtera sebagai anggota keluarga angkatnya.

Mereka dijadikan keluarga binaan tanpa melalui proyek pemerintah yang disalurkan melalui beberapa kementerian atau saluran resmi lainnya. Keluarga mampu mengangkat keluarga binaan dalam konteks pengembangan kebersamaan dalam wadah pos pemberdayaan keluarga (posdaya). Ada satu keluarga mengangkat satu keluarga binaan, ada pula satu keluarga mempunyai dua atau tiga keluarga binaan.

Sesuai program yang dikembangkan oleh setiap posdaya, keluarga binaan itu didampingi dalam proses pemberdayaan yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, wirausaha dan pengembangan lingkungan di sekitar rumahnya. Dalam bidang pendidikan, keluarga pembina membantu anak usia sekolah keluarga yang dibinanya agar bisa sekolah. Ketidakmampuan untuk mempunyai pakaian yang wajar dibantu secara sederhana. Ada yang dibelikan pakaian murah di pasar Jatinegara atau Tanah Abang, Jakarta. Ada pula yang dengan sopan diberikan pakaian yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh anak-anak keluarga pembina karena anaknya sudah tumbuh dewasa.

Sebagai keluarga binaan, melalui musyawarah di posdaya ditekankan bahwa pemberian sarana belajar atau lainnya itu bukan bermaksud sebagai hinaan. Tetapi, diberikan dengan rasa kasih dan kehormatan untuk mencapai cita-cita masa depan yang lebih baik. Untungnya, Gubernur Fauzi Bowo telah membebaskan semua biaya sekolah, sehingga keluarga pembina hanya perlu memberi bantuan keperluan lain yang tidak disediakan di sekolah. Beban yang sangat ringan untuk keluarga mampu yang berhati mulia.

Dalam bidang kesehatan, untuk berobat ke Puskesmas atau rumah sakit, bagi keluarga yak mampu, telah sangat diperingan. Keluarga pembina hanya perlu memberikan pendampingan agar keluarga binaannya menganut pola hidup sehat dengan makan secara teratur, membuang sampah atau mengolah sampah menjadi pupuk kompos atau menganut kebiasaan lain untuk hidup sehat. Keluarga pembina yang biasa bepergian dan menginap di hotel-hotel dapat dengan mudah membawa pulang sikat gigi gratis dan dihadiahkan kepada anak-anak keluarga miskin.

Dalam hal wirausaha, Yayasan Damandiri, melalui beberapa bank dan koperasi Sudara Indra, sedang memperkenalkan kredit Tabur Puja dengan plafon tidak lebih dari Rp 2 juta. Kredit Tabur Puja itu diperuntukkan bagi keluarga miskin anggota posdaya yang ingin memulai usaha ekonomi produktif. Keluarga pembina dapat mengajak keluarga binaannya bermitra dengan pengusaha atau pemilik warung di desa atau RT/RW untuk belajar wirausaha.

Dengan pendampingan dari keluarga pembina, keluarga binaan dapat mengambil kredit hingga Rp 2 juta. Kalau kredit ini dicicil selama satu tahun, maka cicilan dan bunganya tidak lebih dari Rp 200 ribu setiap bulan. Andaikan satu bulan keluarga binaan tidak dapat membayar cicilan, atau hanya mampu membayar separuhnya, maka keluarga pembina hanya perlu memberi bantuan antara Rp 100 ribu sampai maksimum Rp 200 ribu saja. Dengan modal Rp 2 juta, keluarga binaannya akan bisa mulai menjadi "pengusaha" dengan bimbingan keluarga lain yang punya usaha dalam kelompoknya.

Dalam praktiknya, di wilayah Jabodetabek, ternyata keluarga binaan itu tidak langsung meminjam uang sebanyak Rp 2 juta, tetapi hanya Rp 500 ribu atau Rp 1 juta saja. Dalam hal seperti ini, risiko sebagai keluarga pembina setiap bulannya hanya antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu saja. Suatu risiko yang sangat kecil padahal keluarga binaannya akan melepas diri dari lembah kemiskinan dengan penuh hormat dan kebanggaan. Karena pembinaan yang berarti, ternyata keluarga binaan juga rajin mengubah halaman rumahnya menjadi kebun bergizi dengan menanam sayuran, tomat, cabe dan lainnya sehingga asupan gizi anak-anaknya bertambah baik.

Berkembangnya keluarga binaan semacam ini ternyata juga terjadi pada posdaya yang ada di Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Di Bantul dan Kulon Progo, baru baru ini bahkan mulai dikembangkan koperasi perkulakan posdaya yang melayani keluarga miskin (gakin). Oleh kelompok posdayanya, gakin ini dibantu membuka warung posdaya untuk melayani tetangganya. Kegiatan kooperatif itu sangat menarik karena "memaksa" semua keluarga dalam lingkungan posdaya untuk bekerja cerdas dan keras.

Di daerah lain, seperti di Kabupaten Bangli, Bali, kegiatan ini oleh bupatinya diberi nama "Nyama Anyar" yang berarti keluarga baru. Keluarga baru terdiri atas keluarga tanpa hubungan biologis atau hukum perkawinan. Dengan kata lain, Nyama Anyar adalah keluarga gotong-royong antara keluarga kaya atau keluarga mampu dengan keluarga miskin atau keluarga prasejahtera. Keluarga kaya diwajibkan membantu dan mendampingi keluarga miskin untuk bersiap bekerja cerdas dan keras agar bisa memotong rantai kemiskinan.

Rupanya bulan Ramadhan memberi ilham untuk saling berbagi dan memberikan dukungan bagi upaya pengentasan kemiskinan tanpa henti. Insya Allah.
◄ Newer Post Older Post ►