Negara ini merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat, tepatnya di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Ulasan sekilas ini akan membahas tentang Negeri Jiran, Malaysia. Tepatnya, kehidupan keislaman di negeri Malaysia.
Secara akar budaya, mayoritas warga asli Malaysia adalah keturunan Melayu. Warga Malaysia keturunan India dan Cina berjumlah lebih sedikit dibandingkan warga Melayu.
Peraturan ditegakkan, fasilitas ditambahkan
Semaraknya agama Islam di Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam penetapan peraturan dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan keagamaan yang memadai.
Di Malaysia, pembangunan setiap masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah, sekolah agama untuk anak-anak sekolah rendah (di Indonesia, “sekolah rendah” disebut dengan “sekolah dasar”), hingga pengajian rutin ibu-ibu.
Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Bedanya, di sekolah kerajaan, anak-anak tidak mendapat pelajaran Bahasa Jawi dan Bahasa Arab. Sedikit berbicara tentang sekolah agama, di Malaysia, warga negara Malaysia maupun warga negara asing yang beragama Islam boleh memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan (sekolah negeri) atau sekolah swasta Islam. Selain itu, para orang tua biasanya juga akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama di sekitar tempat tinggal mereka. Dengan biaya yang sangat terjangkau, sekitar pukul 03.00 hingga pukul 05.30 sore, anak-anak bisa mendapat beragam pelajaran agama, seperti: akidah, fikih, bahasa Arab, dan lain-lain. Sebagaimana sekolah formal, sekolah agama yang berbentuk nonformal ini membuka kelasnya setiap Senin hingga Jumat.
Mazhab negara dan mufti negeri
Di Malaysia, tidak sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang mufti (pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki mufti. Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh mufti.
Salah satu contoh peran mufti adalah dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak dilakukan oleh mufti negeri. Oleh karena itu, di Malaysia, tidak kita jumpai masyarakat yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam satu komando pemerintah.
Sebuah negara bagian yang bernama “Perlis”
Pemerintah Malaysia memiliki sistem kontrol yang baik dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan sebab itulah, alhamdulillah, kaum muslimin di Malaysia dapat menyantap makanan dan minuman dengan tenang, karena pemerintah Malaysia sangat ketat menyortir antara makanan halal dan makanan haram. Di hypermart, misalnya, makanan dan minuman yang haram dikonsumsi bagi umat Islam akan diletakkan dalam satu area tersendiri dan diberi peringatan “TIDAK HALAL”.
Selain itu, kawasan judi pun terlarang untuk didatangi oleh umat Islam, sebagaimana di sebuah kawasan judi yang cukup besar di daerah wisataGenting Highland. Setiap orang yang ingin memasuki area judi di sana akan diperiksa identity card-nya. Hanya orang nonmuslim yang boleh masuk ke sana. Bahkan, saking ketatnya menjaga kehidupan keislaman di negerinya, pemerintah Malaysia menangkap 100 pasangan muslim yang merayakanValentine Day pada Februari 2011 lalu. (link:http://www.antaranews.com/berita/246191/malaysia-tahan-muslim-yang-rayakan-valentine)
Tak ketinggalan pula sistem negara yang menetapkan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam struktur kenegaraan Malaysia pun, terdapat tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Setiap negara bagian juga memiliki raja, menteri besar (pemimpin negara bagian), dan mufti. Hampir seluruh negara bagian menetapkan Mazhab Syafi’i sebagai mazhab negerinya. Akan tetapi, ada satu negara bagian yang menetapkan “Ahlus Sunnah wal Jamaah As-Salafiyyah” sebagai mazhab negerinya. Dialah negeri Perlis. (link:http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0613&pub=Utusan_Malaysia&sec=Dalam_Negeri&pg=dn_11.htm)
Bagaimana para perantau bisa lebih dekat kepada Islam?
Warga Negara Indonesia (WNI) yang meneruskan studi di Malaysia cukup banyak. Komunitas masyarakat Indonesia pun tumbuh sumbur di berbagai negara bagian. Bukan hanya para mahasiswa, namun juga kumpulan ibu-ibu dan anak-anak. Kota tempat tinggal kami, Tronoh, pun demikian adanya.
Ada sebersit hikmah bagi para perantau yang menjalani hidup di kota ini. Sebagian dari mereka justru menjadi lebih dekat kepada Islam semenjak merantau di Negeri Jiran ini. Kota kecil yang tidak ramai, pusat perbelanjaan yang jauh terletak di pusat kota, dan rutinitas yang terfokus pada kegiatan kampus semata, membuat waktu luang para perantau bisa dimanfaatkan untuk lebih dekat kepada Islam yang murni. Itulah Islam yang diambil dari kemurnian Alquran dan kemuliaan hadis-hadis nabawiyyah, yang disandingkan dengan pemahaman lurus para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Alhamdulillah, ada salah seorang mahasiswa S3 bidang keteknikan yang juga mumpuni dalam bidang agama Islam. Beliaulah yang membabat alas, sehingga rekan-rekan lain bisa berkumpul dua pekan sekali untuk mengkaji Kitabullah dan Sunnah nabawiyyah. Alhamdulillah, atas hidayah Allah kemudian atas usaha beliau, tak sedikit dari kawan-kawan Indonesia di sini yang malah mengenal manhaj salafi sejak berada di sini. Tak sedikit pula kawan-kawan Malaysia yang mendapat cahaya manhaj salafi dengan adanya kajian-kajian Islam yang disampaikan oleh mahasiswa S3 tersebut.
Meski kini beliau telah kembali ke Tanah Air, Indonesia, tunas dakwah salafiah yang beliau tanam masih tetap berusaha dijaga oleh rekan muslimin Malaysia maupun Indonesia yang masih berada di sini. Tunas dakwah itu pun kini telah menjalar ke lingkungan para ibu-ibu Indonesia dan muslimah-muslimah Malaysia.
Akhirulkalam, semoga keistiqamahan selalu menyertai kita, di mana pun kita berada.
Malaysia, 12 Jumadil Ula 1432 H (16 April 2011),Penulis: Abu Asiyah dan Ummu Asiyah
[sumber;ukki.stikom.edu]