Bayu Galih
permukan iapetus |
VIVAnews - Tanah longsor yang terjadi di Iapetus, salah satu bulan di Saturnus, disebut ilmuwan bisa menjelaskan mengenai terjadinya tanah longsor besar lain yang terjadi di Sistem Tata Surya, termasuk di Bumi. Meski para ilmuwan telah melihat adanya sejumlah longsor besar di Bumi dan Mars, tapi hingga saat ini masih banyak perdebatan mengenai penyebabnya.
Para ilmuwan telah melakukan penelitian terhadap dimensi tanah longsor di Iapetus, dengan menggunakan gambar yang diambil dari misi luar angkasa Cassini. Dengan gambar ini, maka ilmuwan yakin bisa mengetahui penyebab terjadinya tanah longsor di Bumi yang menimbulkan dampak dahsyat.
Mengutip laman BBC, foto dalam misi Cassini yang kemudian dilaporkan jurnal "Nature Geoscience" ini menyebut bahwa pemanasan di permukaan es menyebabkan longsor terus terjadi. Longsor panjang atau Sturzstroms bergerak lebih cepat dan lebih jauh dari model geografi yang telah diprediksi sebelumnya.
Di Bumi, longsor biasanya bergerak dalam jarak horisontal yang kurang dari dua kali jarak material yang terlongsorkan. Sedangkan longsor panjang, secara kontras, bisa menempuh waktu 30 kali dari jarak jatuh secara vertikal.
Banyak mekanisme yang diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Misalnya, dari penjelasan mengenai gerak luncur lebih cepat di es, hingga gelombang suara yang dihasilkan longsoran menyebabkan batu dan materi longsor bergerak seperti cairan.
Tapi belum ada kesepakatan tentang teori apa yang benar mengenai longsor panjang.
Kini, Kelsi Singer dan koleganya dari Universitas Washington di St Louis, Amerika Serikat, melaporkan bahwa geografi Iapetus menjadi tempat unik untuk menguji teori itu.
"Longsor di Iapetus merupakan eksperimen skala planet yang tidak bisa kami lakukan di laboratorium atau kami observasi di Bumi," ujar Singer. "(Iapetus) itu memberi kami contoh dari longsor raksasa yang terjadi di es, dan bukan batu, dengan gravitasi berbeda dan tanpa atmosfer. Jadi segala teori mengenai longsor panjang di Bumi juga bisa terjadi untuk longsor es di Iapetus," ucap Singer.
Iapetus memang memiliki kondisi geografi yang menarik. Permukaan Iapetus yang "gepeng" diketahui lebih unik dengan ekuator yang lebih gemuk dari kutubnya.
Mengutip laman Daily Mail, bukit besar di ekuator Iapetus ditemukan pada tahun 2004 oleh misi ulang-alik Cassini milik NASA. Lingkar es misterius yang mengelilingi ekuator Iapetus diduga memiliki ketinggian lebih dari 12 mil atau 19.3 km, dan membentang ribuan mil dari ujung ke pangkal.Para ilmuwan telah melakukan penelitian terhadap dimensi tanah longsor di Iapetus, dengan menggunakan gambar yang diambil dari misi luar angkasa Cassini. Dengan gambar ini, maka ilmuwan yakin bisa mengetahui penyebab terjadinya tanah longsor di Bumi yang menimbulkan dampak dahsyat.
Mengutip laman BBC, foto dalam misi Cassini yang kemudian dilaporkan jurnal "Nature Geoscience" ini menyebut bahwa pemanasan di permukaan es menyebabkan longsor terus terjadi. Longsor panjang atau Sturzstroms bergerak lebih cepat dan lebih jauh dari model geografi yang telah diprediksi sebelumnya.
Di Bumi, longsor biasanya bergerak dalam jarak horisontal yang kurang dari dua kali jarak material yang terlongsorkan. Sedangkan longsor panjang, secara kontras, bisa menempuh waktu 30 kali dari jarak jatuh secara vertikal.
Banyak mekanisme yang diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Misalnya, dari penjelasan mengenai gerak luncur lebih cepat di es, hingga gelombang suara yang dihasilkan longsoran menyebabkan batu dan materi longsor bergerak seperti cairan.
Tapi belum ada kesepakatan tentang teori apa yang benar mengenai longsor panjang.
Kini, Kelsi Singer dan koleganya dari Universitas Washington di St Louis, Amerika Serikat, melaporkan bahwa geografi Iapetus menjadi tempat unik untuk menguji teori itu.
"Longsor di Iapetus merupakan eksperimen skala planet yang tidak bisa kami lakukan di laboratorium atau kami observasi di Bumi," ujar Singer. "(Iapetus) itu memberi kami contoh dari longsor raksasa yang terjadi di es, dan bukan batu, dengan gravitasi berbeda dan tanpa atmosfer. Jadi segala teori mengenai longsor panjang di Bumi juga bisa terjadi untuk longsor es di Iapetus," ucap Singer.
Iapetus memang memiliki kondisi geografi yang menarik. Permukaan Iapetus yang "gepeng" diketahui lebih unik dengan ekuator yang lebih gemuk dari kutubnya.
Di Iapetus juga terdapat kawah besar dengan kedalaman hingga 25 kilometer.
Satelit berlapis es ini memiliki longsor yang lebih banyak dari benda di Tata Surya lain, selain Mars. Penyebabnya, kata Profesor William McKinnon yang juga dari Universitas Washington, adalah topografi Iapetus yang spektakuler.
"Bukan hanya bentuknya yang tak bulat, tapi juga cekungan raksasa yang sangat dalam. Dan ada juga gunung raksasa yang lebih dari 20 kilometer (12 mil), jauh lebih tinggi dari Mount Everest," ujar McKinnon.
Kelsi Singer kala itu mencari patahan di es Iapetus. Namun, dia malah menemukan 30 longsor yang terjadi secara masif. Sebanyak 17 longsor terjadi di sepanjang tembok kawah, dan 13 longsor di sepanjang gunung ekuator.
Tim ilmuwan ini kemudian mengatakan titik kontak kecil di antara pecahan es yang ada di longsor bisa memanas. Ini kemudian menyebabkan es mencari dan membentuk cairan dan sejumlah material yang terbawa longsor.
Para ilmuwan ini juga berharap para ilmuwan di Bumi menguji temuan ini di laboratorium, dan tidak hanya bisa memberikan penjelasan mengenai apa yang terjadi di Iapetus, tapi juga di Bumi.
sumber:viva.co.id