Kitab "Durratun Nashihin"
Kitab "Durratun Nashihin" menghimpun mutiara nasihat, peringatan, ceritera-ceritera menarik dan penjelasan hukum, serta permasalahan yang meliputi duniawi dan ukhrawi, yang bertolak dari sumber aslinya (yakni Al Qur'an, Al Hadits dan Qiyas).
"Durratun Nashihin" bermakna "mutiara para juru nasihat", dimana dalam Pendahuluan, penulis kitab ini yang bernama Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khaubawi antara lain berkata: "Aku adalah seorang hamba yang haus rahmat Allah swt, menetap di sebuah kota bernama Konstantinopel, berharap semoga Allah swt selalu melindungi negeri kami dan negeri-negeri lainnya dari segala bencana dan bahaya. Amien. Kitab ini sudah sejak lama dikaji dipelajari dan dijadikan literatur di Pondok Pesantren, Perguruan Islam bahkan dewasa ini masyarakat luaspun mulai tertarik untuk membaca dan mempelajarinya.
"Durratun Nashihin" terbagi dalam beberapa Pengajian yang terdiri atas Fadlilah-Fadlilah (mis.nya Fadlilah Shalat Berjamaah, Fadlilah Birrul Walidain, Fadlilah Berdzikir dsb.nya) yang didukung ayat-ayat Al Qur'an, Haditsnya serta dilengkapi dengan pendapat para ulama dan kisah-kisah yang relevan dengan pembahasan masing-masing Fadlilah.
Fadlilah Birrul Walidain
Al Qur'anul Karim - Surat An Nisa ayat 36, berbunyi: "Dan sembahlah Allah, janganlah Dia sekutukan dengan sesuatu apapun, dan berbaktilah sesempurnanya kepada ayah - ibu , dan berbaiklah kepada sanak-keluarga terdekat, anak-anak yatim, dan fakir-miskin serta tetangga terdekat, tetangga jauh, juga kawan sejawat dan ibnu sabil, dan mereka yang jadi pembantumu . Sungguh Allah tidak suka kepada orang-orang sombong lagi membanggakan diri".
Menurut para ulama dalam "Tambihul Ghafilin" ada 10 hak bapak-ibu yang wajib dilakukan oleh anak, yaitu:
1. Memberi makan, jika mereka memerlukannya. 2. Memberi pelayanan, bila dibutuhkannya. 3. Memenuhi panggilannya. 4. Mentaati perintahnya, kecuali disuruh maksiat. 5. Berbicara dengan lemah lembut dan tidak menyakitkan hati. 6. Memberi pakaian sesuai kemampuan. 7. Berjalan dibelakangnya, tidak tergesa-gesa dengan mendahuluinya. 8. Mencari keridlaan hatinya. 9. Menghindari hal-hal yang dibencinya. 10.Memohonkan ampun bagi keduanya, ketika berdo'a.
Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad saw. bersabda:
"Ketika anak Adam sudah meninggal dunia, maka terhentilah pahala amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: Sedekah jariah, do'a anak shaleh untuk kedua orang-tuanya dan ilmu yang bermanfaat yang ditinggalkannya sesudah meninggal dunia."
Selanjutnya dalam Surat Luqman ayat 14, Allah swt. berfirman: "Bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu-bapakmu ".
H i k a y a h: Pada suatu waktu Nabi Sulaiman bepergian menjelajah kawasan antara langit dan bumi, hingga tiba disamudera yang besar ombaknya. Kemudian ia memerintahkan pada angin supaya berhenti berhembus. Dan kepada jin ifrit ia perintahkan agar menyelam kedalam samudera. Maka didasar samudera dilihatnya sebuah kubah mutiara-putih yang rapat tidak berlobang. Kemudian dibawanya keatas permukaan air, dan diserahkan kehadapan raja Sulaiman as. Maka dengan do'anya bergeserlah daun pintunya dan terbukalah kubah itu. Didalamnya nampak seorang pemuda yang sedang bersujud. Ketika ditanya Nabi Sulaiman as.: "Siapakah kamu, dari jenis malaikat, jin atau manusia?" Jawabnya: "Aku dari jenis manusia". "Lalu amal apakah yang mengangkatmu setinggi ini?" Jawabnya: "Dengan berbakti kepada kedua orang-tua. Disaat lanjut usia, ibu kugendong diatas punggungku, dan disaat itulah terdengar do'a ibuku: "Ya Allah, berikanlah sifat qana'ah kepada anakku ini, dan berikan pula tempat untuknya nanti sepeninggalku, bukan di bumi dan bukan pula di langit." (Majma' Latha-if)
A L - U M M
Al-Umm berarti Kitab Induk, sebuah kitab tebal yang menjelaskan secara terperinci tentang Ilmu Fiqh yang ditulis oleh seorang ulama- besar Al Imam Asy-Syafi'i ra. yang kemudian menimbulkan Madzhab Syafi'i
Karangan Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i ra. (Al Imam Asy-Syafi'i ra.) sangat banyak, diperkirakan mencapai 113 buah, tentang Tafsir, Hadits, Fiqh, Kesusasteraan Arab dan ilmu Ushul-Fiqh yang pertama disusun orang. Kitab Al-Umm tidak disusun sendiri oleh Imam Syafi'i tetapi dibantu oleh murid-muridnya, dimana yang paling berjasa adalah muridnya yang bernama Ar-Rabi' bin Sulaiman yang wafat pada usia 129 tahun.
Kitab Al-Umm terdiri dari beberapa Pasal/Bab misalnya bagian yang membahas Bersuci (Ath-Thaharah) terdiri dari Bejana (tempat air) yang boleh digunakan untuk berwudhu'- Bejana yang bukan kulit dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan Persyaratan Air yang boleh dipakai untuk wudhu', Tata-Cara Berwudhu' dan hal-hal yang membatalkannya, Tata Cara Mandi Junub, berTayamum, masalah bagi wanita-Haid dan seterusnya.
Bagian pertama Al-Umm banyak mengupas tata-cara Shalat termasuk Adhan, Arah-Kiblat, Shalat-Berjamaah, Kedudukan Imam dan Makmum dalam Shalat-Berjamaah, Wanita dalam Shalat serta Shalat yang diQasharkan dan sebagainya.
Pembahasan Ilmu-Fiqh ini sudah barang tentu dilengkapi dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, misalnya, Dikabarkan kepada kami oleh Abuz-Zannad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya: "Apabila seseorang kamu bangun dari tidurnya, maka tidaklah membenamkan tangannya dalam bejana, sebelum membasuhkannya tiga kali. Sesungguhnya ia tidak tahu, dimanakah tangannya itu tidur". Dan dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 6, Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku!"
Kitab Al-Umm ini sudah mulai banyak diterjemahkan orang, antara lain kedalam Bahasa-Indonesia misalnya terjemahan Prof. Teuku H. Ismail Yakub SH MA yang diterbitkan oleh Victory Agencie - Kuala Lumpur, terdiri dari 9 jilid, dimana tiap jilid berisi tidak kurang dari 400 halaman.
Ihya Ulumiddin
Ihya Ulumiddin artinya Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, sebuah kitab yang sangat terkenal hasil karya Imam Al-Ghazali, atau lengkapnya Imam Abu Hamid Muhamed Bin Muhammad Al-Ghazali.
Pada waktu itu ilmu-ilmu Islam sudah hampir teledor (terlena) oleh Filsafat Yunani, khusus Filsafat Aristoteles yang pada waktu itu dinamai 'Ulumul Awail artinya pengetahuan orang jaman purbakala. Untuk menhadapi keadaan demikian Imam Al-Ghazali mempersiapkan diri dengan memperbanyak bekal mendalami Ilmu-Kalam, Ilmu-Fiqh dan Ilmu Filsafat, hingga lahirlah karya-karya "Al-Munqidu minadl dlalal" (Pembangkit dari Lembah Kesesatan), "Maqashid al=Falasifah" (Tujuan para Filosoof) dan "Tahafut al-Falasifah" (Kekacau-balauan para Filosoof)
.
Kitab Ihya' Ulumiddin, buah tangan Al-Imam Al-Ghazali adalah salah satu karya besar dari beliau dan salah satu karya besar dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang menjadi inti-sari dari seluruh karangan-karangan beliau itu ialah Kitab Ihya' Ulumiddin.
Apabila ilmu telah dihidupkan kembali, syariat mesti bertemu dengan hakikat, amal saleh mesti dinyawai oleh Iman dan disamping riadlah jasmani (latihan badan)kita, adalah riadlah annafs atau riadlah qalb (latihan jiwa atau latihan hati). Disitulah kita mendapat "Haqiqat al Hajjah" (hidup yang sejati).
Sejak daripada ibadat, sembahyang, puasa, zakat dan haji, sampai kepada mu'amalat (pergaulan hidup manusia sehari-hari), sampai kepada munakahat (pembangunan rumah-tangga), sampai kepada hukum-hukum pidana, semuanya beliau cari isi dan umbinya, inti atau sarinya dalam alam hakikat dan hikmat, sehingga hidup kita sebagai muslim berarti lahir dan bathin. (Hamka)
Kitab Ihya' Ulumiddin diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Ustadz Tengku H. Ismail Yakub MA SH pada 10 Rabi'ul-Akhir 1383 H / 30 Agustus 1963 M di Medan yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat termasuk Menteri Agama Bp K.H. Saifuddin Zuhri dan Al-Ustadz Dr H.A. Malik Karim Amrullah (Dr Hamka).
Ihya' Ulumiddin terbagi dalam beberapa Kitab mulai dari "Kitab Menerangkan Ilmu Pengetahuan", "Kitab Qaidah-Qaidah I'tiqad", "Kitab Rahasia Bersuci" dan seterusnya. Setiap Kitab terdiri dari beberapa Bab, misalnya Kitab Menerangkan Ilmu Pengetahuan berisi 7 Bab, dimana Bab I menguraikan tentang Kelebihan Ilmu, Keutamaan Belajar, Keutamaan Mengajar dan Dalil-dalil Akal, sampai Bab 7: Tentang Akal.
Tafsir Al-Maraghi
Ada beberapa Kitab Tafsir Al-Qur'an Bahasa Indonesia yang dipergunakan oleh para ulama, mahasiswa bahkan kini banyak masyarakat Islam yang memanfaatkan Tarjamah dan Tafsir Al-Qur'an untuk memperdalam pengertian dan makna yang terkandung dalam kitab suci ummat Islam - Al Qur'an. Salah satu diantaranya adalah Tafsir Al-Maraghi yang disusun oleh Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Bahrun Abubakar.
Dalam kitab tafsir ini Al-Maraghy mengatakan bahwa masyarakat tentu membutuhkan kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, dan masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung dengan hujjah , bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan yang diperlukan. Bisa pula dinukilkan pendapat-pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu yang berkait erat dengan Al-Qur'an, selaras dengan syarat penyajian yang harus sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Kita juga harus mengesampingkan permasalahan yang berkait dengan ceritera-ceritera yang bisa dipakai oleh para muffasir terdahulu, sebab ceritera-ceritera tersebut justru bertentangan dengan kebenaran. Hanya kepada Allah kami memohon taufiq dan petunjuk, serta menuntun kami kejalan yang lurus. (Awal Muharram 1365 H - Ahmad Musthafa Al-Maraghy).
Metode Penulisan Tafsir Al-Maraghi:
1. Menyampaikan Ayat-ayat di Awal Pembahasan.
Setiap pembahasan dimulai dengan satu atau lebih ayat Al-Qur'an yang disusun sedemikian rupa untuk memberikan pengertian yang menyatu.
2. Penjelasan Kata-kata.
Disertakan penjelasan kata secara bahasa untuk kata yang sulit dipahami.
3. Pengertian Ayat Secara Ijmal.
Makna ayat secara ijmal akan memberikan pengertian global sebelum memasuki pengertian tafsir.
4. Asbabu'n-Nuzul (Sebab-sebab Turun Ayat).
Dilengkapi dengan penjelasan Sebab-sebab Turun Ayat tertentu.
5. Mengesampingkan Istilah-istilah yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud ilmu pengetahuan disini misalnya Ilmu Sharaf, Nahwu, Balaghah dan sebagainya. Ilmu ini dianggap ilmu khusus (spesifik) yang akan menghambat pemahaman tafsir.
6. Gaya Bahasa Para Mufassir.
Gaya Bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
7. Pesatnya Sarana Komunikasi di Masa Modern.
Sesuai dengan perkembangan sarana komunikasi, maka bahasa tafsir sebagai bahasa komunikasi perlu memiliki sifat sederhana yang mudah dimengerti maksud tujuannya.
8. Seleksi terhadap Kisah-kisah yang terdapat dalam Kitab-kitab Tafsir.
Kisah-kisah yang dianggap kurang ilmiah dikhawatirkan dapat menimbulkan kontradiktif dengan akal-sehat bahkan mungkin bertentangan dengan maksud ayat yang ditafsirkan
9. Jumlah Juz Tafsir.
Kitab tafsir ini disusun menjadi 30 jilid , setiap jilid satu juz Al-Qur'an, dengan maksud mempermudah para pembaca.
Fiqhussunnah (Fikih Sunnah)
Kitab ini sesuai yang dikatakan pengarangnya (Sayyid Sabiq) membahas masalah-masalah Fikih Islam dengan disertai dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang sah, begitupun Ijma' (persetujuan, konsensus) dari umat Islam. Disajikan secara mudah dan gampang serta melenyapkan pertikaian dan fanatik madzhab.
Dalam Pendahuluan kitab ini banyak dicantumkan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits antara lain Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi, artinya: "Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu menjadi contoh utama bagi orang-orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan Hari Akhirat serta banyak mengingat Allah".
Kitab ini disusun secara sistimatis dan lengkap, misalnya dalam membahas Shalat pertama-tama dibahas Kedudukannya, yang dimaksud adalah kedudukan Shalat dalam agama Islam, dimana Shalat menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga. Ia merupakan tiang agama, sesuai sabda Rasulullah saw : "Pokok urusan ialah Islam, sedang tiangnya adalah shalat , dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah".
Setelah membahas Kedudukan Shalat, kemudian dibahas Hukum meninggalkan shalat, Waktu-waktu shalat, Adzaan, Syarat-syarat shalat, Fardhu-fardhu, Sunnat-sunnat shalat dan dilengkapi dengan Dzikir-dzikir dan do'a-do'a setelah memberi salam
Bagian ke 2 dari kitab ini masih melanjutkan pembahasan perihal shalat mencakup antara lain bahasan Mengqadla Shalat, Shalat bagi orang sakit, Shalat dalam perjalanan, Shalat Jum'at yang dilengkapi dengan Khutbah Jum'at dan diakhiri dengan pembicaraan mengenai Shalat 'Idul Fithri dan 'Idul Adha.
Tafsir Jalalain
Kitab tafsir ini, sesuai kata pengantar penerjemahnya (Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar, Lc.) merupakan kitab tafsir yang menonjolkan segi pembahasan ilmu nahwu, sharaf dan qira-ahnya atau penganalisaan segi susunan kalimat, asal-usul kata-katanya, dan segi bacaannya.
Kitab Tafsir Jalalain terdiri atas 2 jilid, masing-masing ditulis oleh seorang penulis. Mulai dari surat Al Baqarah hingga akhir surat Al Isra ditulis oleh Al-'Allamah al-Muhaqqiq Jalalud-Din as-Suyuthi. Sedangkan mulai dari surat Al-Kahfi hingga surat An-Naas ditulis oleh Al-Allamah al-Muhaqqiq Jalalud_din Muhammad ibnu Ahmad al-Mahalliy
Untuk melengkapi terjemahan tafsir ini, pada setiap surat dicantumkan pula "asbabun-nuzul"nya yang berasal dari kitab Lubabun-Nuqul karya Imam Jalalud-Din as-Suyuthi.Kitab ini tertera didalam hasyiyah (catatan pinggir) kitab Tafsir Jalalain. Selain itu ditambahkan pula terjemahan kitab Nasikh wal-Mansukh karya Imam Ibnu Hazm, mengingat masalah ini berkaitan erat dengan masalah tafsir. Dengan kata lain ilmu nasikh dan mansukh merupakan salah satu sarana untuk memahami kesimpulan makna yang dikandung oleh ayat-ayat Al Qur'an.
Dalam terjemahan ini sengaja didahulukan tafsir surat al-Fatihah yang diletakkan pada awal kitab agar dapat disesuaikan dengan mush-haf'Utsmaniy yang ada sekalipun menurut kitab aslinya ia diletakkan dibelakang.
Kitab Tafsir Jalalain ini sangat populer dikalangan ummat Islam di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Ia banyak dipakai di madrasah-madrasah tingkat 'Aliyah dan bahkan di kalangan universitas Islam pun kitab tafsir ini dijadikan salah satu dari bahan referensinya dalam cabang tafsir.
Bulughul-Maram
"Bulughul-Maram Min Adillatil-Ahkam" adalah judul asli dari kitab ini yang dikarang oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, merupakan kitab Fiqh yang berdasar sunnah Rasulullah saw., banyak terpakai dimana-mana termasuk di Indonesia terutama di madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren.
Kitab ini oleh penterjemahnya yakni A Hassan dibagi dalam dua jilid yang mengandung juz-juz 'Ibadah, Mu'amalah, Munakahah dan Jinayah. Sebelum sampai pada materinya, oleh penterjemah dicantumkan beberapa pengertian yang berkaitan dengan Hadits, Ushulul-Fiqh dan istilah-istilah lain yang berkaitan dengan ilmu Fiqh.
Pengertian atas istilah-istilah dicantumkan dalam bab Pendahuluan hingga mempermudah pembaca dalam memahami permasalahan yang dibahas pada bab selanjutnya, misalnya tentang arti-kata "Hadits" yang dijabarkan sebagai ucapan, perkataan atau sabda Nabi Muhammad saw. Bila disebut Hadits Bukhari maknanya adalah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitabnya. Sedangkan Lafazh Hadits yang diucapkan oleh Rasulullah saw. dinamakan matan Hadits atau isi Hadits. Selanjutnya istilah "A-tsar" dimaksudkan sebagai ucapan atau perkataan para sahabat Nabi saw. pada waktu itu, yang kemudian mempunyai padanan arti dari istilah "Riwayat".
Pasal-pasal yang mengandung penjelasan atas istilah ini memang perlu dimengerti oleh pembaca terutama bagi mereka yang baru mempelajari ilmu-Fiqh, karena didalam menjabarkan satu kata sering tidak hanya diuraikan arti katanya saja tapi diperluas dengan deskripsi maknanya misalnya kata "Sanad" selain arti kata tersebut juga diberikan penjelasan tentang rangkaiaannya dengan kata Rawi - Mudawwin - Shahabi - Tabi-i serta Auwal Sanad dan Akhirnya.
Seperti halnya kitab-kitab Fiqh yang lain, Bulughul Maram memulai bahasannya dengan masalah Thaharah dilanjutkan dengan Wudlu kemudian diikuti bab yang secara lengkap membahas tentang Shalat dan diakhiri dengan penjelasan Kitab Kelengkapan berisi uraian perihal Adab, Kebaikan dan Hubungan, Zuhud dan Wara serta Akhlak yang Tercela
Riadhus Shalihin
Kitab yang ditulis oleh Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Annawawy dan diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh H salim Bahreisy ini sangat populer dikalangan masyarakat Islam, tidak hanya di lingkungan madrasah, pesantren atau perguruan tinggi Islam saja, tapi banyak diminati oleh masyarakat umum, karena banyak menyangkut kehidupan sehari-hari. Kitab ini membimbing pembacanya menuju pada pengertian Agama dalam bidang Iman dan Akhlak, yang benar-benar merupakan jiwa atau pokok terpenting dalam agama Islam.
Dalam kitab ini penulis berusaha mengumpulkan dan menyajikan hadits-hadits sahih yang dapat menjadi perintis jalan menuju akhirat. Juga sebagai tuntunan Adab lahir batin yang berisi anjuran dan larangan, latihan jiwa, didikan akhlak, obat hati, pemeliharaan badan dan sebagainya.
Penyajian setiap masalah didahului terlebih dahulu dengan Firman Allah swt yang terdapat dalam Al Qur'an yang disusul dengan Hadits yang sahih serta uraian maknanya.
Pada pasal pertama disajikan masalah Niat Ikhlas dalam semua perkataan, perbuatan lahir dan bathin, dilanjutkan dengan Tobat, Sabar, Sidiq (benar), Muroqobah (Kewaspadaan, Pengawasan), Taqwa (Menjaga diri), Yaqin dan Tawakal serta Istiqomah.
Bila materi yang terdapat dalam Riadhus Shalihin benar-benar dimengerti dan dihayati mampu teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari di dunia fana ini, Insya Allah akan terhindar dari malapetaka hidup yang diakibatkan stress, khawatir, frustrasi dan kehilangan keseimbangan diri. Ajaran syukur ni'mah, sabar dan istiqamah akan menstabilkan perjalanan hidup seseorang menuju keridhaan-Nya walaupun terjadi berbagai macam erosi dan krisis yang melanda kehidupan ini. Amien.
Al - Adzkar
"Al-Adzkar" dapat diterjemahkan "Kumpulan Dzikir", salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, yang lebih dikenal dengan panggilan Imam An-Nawawi.
Menurut penerjemah kitab ini, Drs M Tarsi Hawi, Imam An-Nawawi dilahirkan di deas Nawa, wilayah Damaskus pada tahun 618 Hijriyah. Selama hayatnya dia menyumbangkan seluruh hidupnya untuk ilmu pengetahuan (Agama) sampai wafatnya pada tahun 667 H di Nawa. Imam An-Nawawi memang dikenal sebagai ulama yang banyak mewarnai faham mazhabnya, mazhab Syafi'i. Pendapat-pendapatnya banyak dinukil oleh ulama-ulama sesudahnya, sampai sekarang ini.
Menurut Imam An-Nawawi terdapat banyak kitab tentang Dzikir, Do'a dan bacaan harian yang ditulis para ulama, tetapi kitab-kitab tersebut dinilainya terlalu panjang-lebar membicarakan sanad-sanad haditsnya sehingga mengurangi himmah (gairah) para penuntut ilmu untuk mempelajarinya. Karena itu dia mengusahakan penulisan yang lebih ringkas dengan menghilangkan sanad-sanadnya yang panjang. Dan sebagai gantinya dalam kitab ini dilengkapi dengan keterangan tentang kedudukan haditsnya baik yang shahih, hasan, dha'if dan yang munkar. Selain itu disertakan pula hal-hal penting yang ada kaitannya dengan ilmu hadits, fikih, latihan jiwa (riyadhah, adab dan beberapa kaidah yang dianggap perlu diketahui bagi mereka yang suluk (menempuh jalan keridhaan Allah) untuk diketahui.
Kitab ini diawali dengan kajian tentang Ikhlas dan Niat yang baik, Fadhilah Amal, Arti Dzikir, Majelis Dzikir, Kitab-kitab Dzikir dan Sandaran Hadits. Pada bab selanjutnya kitab ini dipenuhi dengan Peringatan-peringatan, Larangan, Fadhilah serta begitu banyak Bacaan-Do'a mulai dari bacaan pada waktu pagi dan petang, bacaan apabila gelisah tidak dapat tidur sampai pada bacaan apabila memandang ke langit.
Shahih Bukhari
Kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Begitulah seruan yang ditiupkan oleh semangat zaman, seruan yang diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh telinga Dunia Islam, karena tidak ada jalan yang dapat mengembalikan kesulitan agama Islam sebagai asal mulanya, selain dari kembali kepada pokok pangkalnya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul,lebih ringkas Qur'an dan Hadis.
Itulah yang tertulis dalam Kata Pendahuluan dari Sidang Penyalin yang terdiri dari H Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs, Nasaruddin Thaha dan Djohar Arififn. Terjemahan kitab ini disusun pertama kalinya di Payakumbuh pada bulan Muharram 1358 H bertepatan dengan bulan Maret 1937 M, kira-kira 61 tahun yang lalu.
Siapakah Bukhari itu? Abu 'Abdullah Muhammad bin Ismail dilahirkan di negeri Bukhara 13 Syawal 194 H, dan meninggal dunia pada malam 'IdilFithri th 256 H, dalam usia 62 tahun. Sebelum genap berusia 10 tahun dia telah menghafaz Hadis dan belajar pada beberapa orang guru dalam Ilmu-Fiqhi dan Hadis. Untuk memperluas pengetahuannya, ia mengunjungi beberapa negeri yang terkenal sebagai gudang ilmu pengetahuan Islam seperti Syam, Mesir, Basrah, Kufah, Bagdad dan lain-lain.
Ditanah Hijaz ia berdiam 6 tahun untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis-hadis yang shahih dan yang lemah. Dengan sabar dan teliti Imam Bukhari mengumpulkannya kedalam sebuah kitab besar yang memakan waktu selama 16 tahun. Dan tiap-tiap hendak memuatkan sebuah hadis kedalamnya, terlebih dulu dia mandi dan sholat dua raka'at mohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.
Kitab "Al Djami'us Shahih" yang lebih dikenal dengan nama "Shahih Bukhari" diakui oleh Ulama-Ulama Islam sebagai buku kumpulan hadis yang sangat terpercaya, disamping kitab "Shahih Muslim". Keduanya, Bukhari dan Muslim sangat cermat dalam memeriksa orang yang membawa (menceriterakan) tiap-tiap hadis, baik tentang kejujuran dan kekuatan ingatannya, begitupun rangkaian hubungan orang-orang yang menyampaikan riwayat itu tidak putus pertaliannya sehingga sampai kepada sahabat yang menerima langsung dari Nabi Muhammad saw.
Dalam menyusun kitab terjemahan ini diusahakan oleh penulisnya:
- Salinan ringkas dan terang, untuk memudahkan pembaca.
- Dekat kepada susunan bahasanya yang asli ('Arab)
- Halus serta elok kalimat dan susunan bahasanya.
Dalam kumpulan jilid I sampai dengan jilid IV, kitab ini memiliki ketebalan lebih kurang 1200 halaman.
Pada cetakan pertama Alm. K H A Wahid Hasyim berkesempatan menuliskan sambutannya yang antara lain mengatakan bahwa terdapat kesalahan memahamkan antara orang yang taat beragama dengan orang yang berpengetahuan agama, sebagaimana orang yang bersikap taat pada undang-undang negara, tidak usah ia menjadi ahli hukum atau rechtskundig. Orang yang taat pada agama cukuplah mendengar bahwa Allah swt mewajibkan ini dan melarang itu, dan dengan demikian ia lalu mentaati kewajiban dan menghentikan larangan.
Shahih Muslim
Terjemahan kitab ini didahului dengan Firman Allah yang berbunyi: " . . . .Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah . . . . (Al Hasyr:7).
Sebagaimana diketahui, hadis adalah sumber atau pedoman kedua sesudah Al Qur'an bagi pembentukan dan pembinaan insan serta masyarakat muslim dalam segala bidang kehidupan. Rasulullah saw. telah bersabda dalam khutbah beliau yang terakhir : "Aku tinggalkan bagimu dua macam pegangan, yang jika kamu berpegang dengan keduanya, kamu tidak akan sesat selama-lamanya. Yaitu Al Qur'an dan As Sunnah". Karena itu tidaklah dapat disangkal bagaimana pentingnya mengetahui dan memahami Hadis disamping Al Qur'an.
"Shahih Muslim" adalah sebuah kitab hadis yang paling dipercaya di antara segala kitab hadis di samping "Shahih Bukhari". Dan terjemahan ini diangkat dari "Shahih Muslim bi Syarhi An Nawawi", terbitan Al Sya'bi Cairo, 1393 H/1973 M, yang terdiri dari lima jilid. Demikian dikemukakan oleh Ma'mur Daud penterjemah dari kitab ini yang mendapat bantuan pentashih Syekh H Abd Syukur Rahimy.
Imam Muslim Bin Hajjaj Al Qusyairy An Nisabury, lahir pada tahun 204 H/820 M di Nisabur sebuah kota terbesar ketika itu di propinsi Khurasan Iran dan meninggal di kota kelahirannya itu pada hari Ahad 24 Rajab 261 H/875M. Semenjak berusia kanak-kanak beliau telah rajin menuntut ilmu, didukung dengan kecerdasan luar biasa, kekuatan ingatan, kemauan keras dan ketekunan yang mengagumkan. Konon kabarnya, pada usia 10 tahun beliau telah hafal Al Qur'an seutuhnya serta ribuan hadis berikut sanadnya. Sebagai seorang ahli hadis, beliau berhasil mengumpulkan sejumlah 300.000 hadis. Kemudian dengan sanat cermat dan teliti hadis sebanyak itu diperiksanya satu persatu dengan suatu sistem yang amat ketat, yang sekarang dapat kita pelajari dalam Ilmu Mushthalah Hadis. Dari hasil penelitiannya itu, hanya sebanyak 7.275 hadis yang termasuk kategori shahih. Tetapi yang dituangkannya dalam Shahih Muslim hanya sekitar 4000 hadis, karena 3000 diantaranya ternyata berulang.
Al Lu'lu' wal Marjan
Kitab ini merupakan himpunan Hadits Shahih yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, disusun oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dan diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh H Salim Bahreisy. Penyusunan kitab ini terutama disebabkan penterjamah merasa adanya kewajiban kepada setiap muslim sebagaimana yang tersebut dalam ayat 187 surat Al-Imran, juga dalam sabda Nabi Muhammad saw :"Ballighu anni walau ayah" (Sampaikan apa yang kalian dapat dariku walau hanya se-ayat). Disamping adanya keinginan membuat suatu amal jariyah yang berguna seterusnya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: "Ilmun yuntafa'u bihi" (Ilmu pengetahuan yang berguna).
Ibn Asshalaah (Abu Amr, Usman bin Abdurrahman) Asysyahrazuri Asysyafi'i membagi tingkat Hadits Shahih dalam tujuh tingkat:
1. Sahih muttafaq alaihi, disepakati oleh Bukhari - Muslim.
2. Sahih hanya diriwayatkan oleh Bukhari.
3. Sahih hanya diriwayatkan oleh Muslim.
4. Sahih menurut syarat yang ditentukan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkan hadits itu.
5. Sahih hanya menurut syarat Bukhari, tetapi ia tidak meriwayatkannya.
6. Sahih hanya menurut syarat Muslim, tetapi ia tidak meriwayatkannya.
7. Sahih menurut riwayat lain-lainnya tidak menurut syarat keduanya.
Kesemuanya ini termasuk hadits sahih yang dapat diterima oleh ummat Islam dalam menentukan hukum.
Asbabun Nuzul
Kitab Asbabun Nuzul yang telah banyak dikenal oleh kalangan orang-orang yang mendalami al-Islam, adalah Kitab "Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul" yang disusun oleh Imam Jalaluddin Assuyuthi. Kitab tersebut melukiskan latar belakang peristiwa turunnya ayat-ayat al-Qur'an berlandaskan Hadits Rasulullah saw melalui para rawinya.
Dengan mengetahui latar belakang peristiwa turunnya ayat-ayat al-Qur'an, para pembaca akan memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang isi al-Qur'an. Latar belakang peristiwa turunnya ayat-ayat al-Qur'an akan memberikan bahan yang penting dalam usaha menafsirkan ayat-ayat itu.
Oleh karena itu patut kita hargai usaha dan karya al-Ustadz K.H. Qomaruddin Shaleh, yang dibantu oleh sdr. H.A.A.Dahlan dan sdr Dr M.D.Dahlan dalam menterjemahkan dan mengolah kitab Lubabun Nuqul tersebut. Hasil usaha mereka ini dilengkapi berbagai Hadits dan penjelasan lain berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ahli dalam bidang itu.
Mempelajari isi al-Qur'an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatnya perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi kita akan lebih yakin akan ke-unik-kan isinya yang menunjukkan Maha Besar Allah Pengasih Penyayang, sebagai penciptanya.
Berbagai usaha telah dilakukan orang dalam menganalisa isi al-Qur'an itu, dan ternyata makin banyak kita menganalisa dan membahasnya, makin diketahui betapa kecilnya kemampuan manusia apabila dibandingkan dengan kebesaran Allah swt.
Apabiala kita meneliti cara pendekatan al-Qur'an akan didapatkan dua cara:
1. Pendekatan yang tidak didahului pertanyaan.
Ayat diturunkan berisikan perintah langsung mis.nya "Wahai orang-orang yang beriman; diwajibkan kepada kalian shaum, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang terdahulu daripada kalian, supaya kalian bertaqwa." (Q S Al-Baqarah: 264).
2. Pendekatan sebagai jawaban terhadap pertanyaan.
a. Pertanyaan kaum Muslimin/Mu'minin yang ditujukan kepada Nabi saw. berkenaan dengan hal-hal yang belum ada ketetapan dari Allah swt atau sebagai penjelasan lebih lanjut., misalnya: "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tenteng Aku, sesungguhnya Aku dekat ...... (Q.S. al-Baqarah: 186)
b. Pertanyaan orang-orang yang ingkar kepada da'wah Rasulullah saw. misalnya: "Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?" Demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami (menurunkannya) dan membacakannya kelompok demi kelompok. (Q.S. al-Furqan: 32)
Asbab Wurud Al-Hadits
Kitab karangan al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi ini judul aslinya adalah Asbab Wurud al-Hadits au al-Luma' fi Asbab al-Hadits yang diterjemahkan oleh Drs H.O Taufiqullah, Afif Mohammad, dimana terlebih dulu diedit dan dikaji oleh Yahya Ismail Ahmad dan mendapat judul baru 'Asbab Wurud al-Hadits Li as-Suyuthi: Tahqiqan wa Ta'liqan wa Dirasatan' yang diterjemahkan menjadi 'Proses Lahirnya Sebuah Hadits: Editing, Komentar dan Kajian'.
Alasan yang mendorong diadakannya Editing dan Pengkajian adalah:
1. Topik yang berkenaan dengan 'Asbabul Hadits' merupakan masalah penting yang harus dipahami, disamping 'Asbabun Nuzul'.
2. Kitab as-Suyuthi ini merupakan kitab pertama yang membahas sebab-sebab lahirnya sebuah hadits.
3. Manuskrip kitab ini merupakan naskah kuno dimana teknik penulisannya belum menggunakan teknik penulisan sebaik yang ada sekarang ini.
Untuk memudahkan penelaahannya kitab ini disusun dalam dua bagian, yakni Bagian Pertama membahas tentang topik yang disajikan, terdiri dari Pendahuluan dengan dua bab tambahan dan Penutup, sedang Bagian Kedua berisi Editing dan Kajian, terdiri dari Pendahuluan, Nash-Nash Hadits yang diangkat, disertai dengan catatan dan editingnya.
Bagian Pertama, Bab Pendahuluan menguraikan 'Sebab-Sebab Lahirnya Sebuah Hadits' yang terdiri dari tiga Pasal yakni 'Sebab-Sebab Lahirnya Sebuah Hadits, manfaat dan Jenis-jenisnya' dilanjutkan dengan 'Kaitan antara Sebab-sebab Lahirnya dengan Sebab-sebab Turunnya Ayat Al-Qur'an' serta 'Sejarah serta Kitab Referensi Terkenal'.
Bab Kedua memperkenalkan Biodata as-Suyuthi dan Kedudukan Intelektualitasnya, Kitab Obyek Kajian dan Methode Penyusunannya serta Referensi, Nilai dan Arti Pentingnya Kitab as-Suyuthi.
Hadits Qudsi
Pola Pembinaan Akhlak Muslim
Kitab "Hadits Qudsi" yang disusun oleh K.H.M Ali Usman, H.A.A Dahlan, Dr H.M.D Dahlan inisebagian besar berkenaan dengan akhlak, budi pekerti dan pensucian bathin. Disaat membacanya perlu renungan dan pemikiran, sehingga menumbuhkan keyakinan yang benar dan membuahkan amal dan perilaku yang ikhlas. Kitab ini mengajak pembaca untuk mengukur dan bertanya pada pribadi dan kata hati, sebelum diukur dan dihisab oleh Allah swt. Demikian sebagian dari apa yang diungkapkan dalam pengantar Penerbit kitab ini.
Selanjutnya disampaikan dalam menganalisa Hadits Qudsi ini, para penyusun mencoba menghubungkannya engan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits-Hadits Nabawi. Di sana-sini terdapat pula kata-kata mutiara dari para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in yang dapat menggugah dan mengetuk hati para pembaca. Membaca kitab ini berarti menggali segala rahasia amal ibadah kita, kedalaman dan keluasannya, kesuburannya ataupun jauh dekatnya dari tuntunan Illahi.
Kitab ini didasarkan atas kitab "Adabul Ahaditsil Qudsiyah" yang disusun oleh Dr Ahmad Asyibashi, dosen Universitas al-Azhar Kairo. Namun ulasan dan analisanya dilengkapi oleh para penulis bersumberkan kitab-kitab standard lainnya.
Hadits Qudsi ialah hadits yang bersumber dari Rasulullah saw. dan disanadkan (dihubungkan, disandarkan) kepada Allah Jalla Jal'aluhu. Menurut para ulama Hadits Qudsi ialah "Sesuatu yang diberitakan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril atau dengan jalan ilham atau mimpi waktu tidur, lalu oleh Rasulullah saw. diberitahukannya maksud dan tujuan erita diatas kepada ummatnya dengan lafadh dan ucapan beliau sendiri, berdasarkan taufiq dari Allah swt.
Apabila Rasulullah saw. meriwayatkan Hadits Qudsi, biasanya mengucapkan kata "Qalallahu ta'ala" - "Allah berfirman", tapi firman itu tidak dimasukkan dalam Al Qur'an. Begitu juga uslubnya (susunan kata) tidak sama dengan uslub ayat-ayat Al Qur'an. Apabila para sahabat menceriterakan Rasulullah saw. ketika meriwayatkan Hadits Qudsi , biasanya mereka mengucapkan "Rasulullah saw. telah bersabda dalam satu riwayat yang disanadkan kepada Rab-nya".
Kitab Kuning
Yang dimaksud "Kitab Kuning" disini adalah judul buku karangan Martin Van Bruinessen yang mendapat Pengantar dari Abdurrahman Wahid. Dalam kata pengantar antara lain dinyatakan: Bermula dari upaya mengenal obyek kajian berupa berbagai aspek kehidupan Islam di negeri ini, upaya pakar yang satu ini akhirnya berujung pada pemetaan masalah-masalah yang masih dihadapi ummat Islam di Indonesia. Bermula dari sekadar keingintahuan obyektif dari seorang peneliti, buku ini berkesudahan pada munculnya rasa empati akan kehadiran Islam di kepulauan katulistiwa ini.
Terbukanya jalur pelayaran baru dan munculnya kekuatan ekonomi baru, yang pada gilirannya memungkinkan munculnya tradisi baru untuk "menuntut ilmu ditanah suci". Superioritas tradisi keilmuan kaum tarekat Naqsyabandiyah dari Kurdistan, yang telah merajai kawasan Hijaz dalam abad ke-19 M, segera dirasakan bekasnya yang sangat mendalam oleh kaum Muslim dari kawasan Asia Tenggara. Keterpautan kaum Muslim Kurdi kepada mazhab Syafi'i dalam Fiqih (hukum Agama) membuat mudahnya tradisi keilmuan mereka segera diserap dan disebarluaskan di kalangan ulama Nusantara, yang umumnya bermazhab sama.
Pada bahasan topik 'Pesantren dan Kitab Kuning: Kesinambungan dan Perkembangan Tradisi Keilmuan Islam di Indonesia', pengarang antara lain menulis: Salah satu tradisi agung ('great tradition') di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di Pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa serta Semenanjung Malaya. Alasan pokok munculnya Pesantren ini adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai Kitab Kuning.
jumlah teks klasik yang diterima di Pesantren sebagai ortodoks (al-kutub al-mu'tabarah) pada prisipnya terbatas. Ilmu yang bersangkutan dianggap sesuatu yang sudah bulat dan tidak dapat ditambah; hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali.
As-Sunnah An-Nabawiyyah: Baina Ahl Al-Fiqh wa Ahl Al-Hadits
Muhammad Al-Ghazali, penulis buku Studi Kritis atas hadits Nabi saw.: Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual (judul aslinya: As-Sunnah An-Nabawiyyah Baina Ahl Al-Fiqh wa Ahl Al-Hadits) ini, adalah salah seorang ulama jebolan Universitas Al-Azhar Mesir yang disegani di dunia Islam, khususnya Timur Tengah,dan salah seorang penulis Arab yang sangat produktif, dimana tidak kurang dari empat puluh buku telah ditulisnya.
Pada cover belakang dari buku yang diterjemahkan oleh Muhammad Al-Baqir dan diterbitkan Mizan ini, tertulis: Dengan mendasarkan kajiannya atas pendapat para ahli hadis (yang seringkali memahami hadis secara tekstual saja) da para fuqaha (yang berusaha memahami hadis secara kontekstual), Syaikh Muhammad Al-Ghazali berupaya meletakkan hadis-hadis Nabi saw. secara proporsional. Ia mengajak para ulama agar melakukan penelitian ulang guna membersihkan hadis-hadis tersebut dari cacat-cacat perawiannya dan menghindarkan dari pemahaman yang keliru. Ia bahkan "menggugat" beberapa hadis yang digolongkan sebagai "sahih" namun matn (redaksi)-nya patut dicurigai karena mengandung cacat atau kejanggalan tertentu. Buku ini semakin lengkap dan penting dengan adanya pengantar Dr Muhammad Quraish Shihab yang memberikan wawasan luas tentang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hadis, ilmu fiqih dan ushul fiqh.
Itulah Mengenal Kitab-Kitab Islam dan Literatur Islam,
Semoga Menghibur dan Bermanfaat,
Di Poskan Oleh : www.armhando.com .
Berita Aneh,Unik,Lucu,Hot Terbaik dan Terbaru.
[sumber;centrin21.tripod.com]