Belenggu Infrastruktur Joseph Henricus Gunawan ; Alumnus University of Southern Queensland (USQ), Australia |
SUARA KARYA, 16 Oktober 2012
Tanggal 7-8 September lalu, APEC CEO Summit 2012 diselenggarakan di Kampus Far Eastern Federal University, Vladivostok, Russky Island, Rusia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berusaha mempromosikan dan menarik investor untuk menanamkan modal pada sektor infrastruktur melalui skema public private partnership di mana MP3EI 2025 menyebut berbagai jenis proyek infrastruktur yang hendak dibangun di Indonesia memerlukan investasi sebesar 500 miliar dolar AS. Konsistensi dan keseriusan komitmen pemerintah tidak terefleksikan dalam alokasi anggaran karena pada RAPBN 2013, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran infrastruktur Rp 188,4 triliun atau sekitar 20 miliar dolar AS. Angka ini hanya 11,36 persen terhadap total APBN atau 2,28 persen terhadap PDB dan masih harus dibagi ke infrastruktur perhubungan, energi, pertanian, dan perumahan. Standar minimal alokasi anggaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seharusnya sekitar 5-6 persen dari PDB. Rasio anggaran infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal dari India (7-8 persen) dan China (9-10 persen) dari PDB yang menunjukkan pemerintah berkejaran waktu mengatasi ketertinggalan infrastruktur. Jadi, mayoritas 80 persen belanja masih tertuju pada pengeluaran yang sifatnya mandatori atau wajib di antaranya subsidi, gaji pegawai negeri, bayar utang, belanja kepentingan aparatur rutin lainnya ketimbang anggaran pembangunan infrastruktur dan belanja modal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak menunjukkan perbaikan dengan tidak meratanya perputaran kue pembangunan ekonomi secara komposisi maupun prioritas mengatasi kesenjangan, disparitas, dan ketimpangan antara si kaya dan si miskin makin melebar mengingat konsumsi masih tetap menjadi andalan. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi masyarakat adalah sesuatu hal yang umum dan wajar terjadi di negara yang jumlah penduduk sebesar Indonesia dengan 237,56 juta jiwa. Target pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2013 yang diproyeksikan mencapai 6,8 persen bakal sulit terealisasi karena Indonesia terbentur masalah klasik yang selalu menghantui. Yakni, terbengkalainya pembangunan infrastruktur yang menjadi titik lemah iklim investasi di Indonesia, walaupun sebenarnya Indonesia sudah memiliki visi besar pembangunan infrastruktur yang dituangkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Antara lain, memberikan perincian tentang pembangunan infrastruktur transportasi darat (jalan tol dan kereta api), laut, dan udara selain infrastruktur energi dan telekomunikasi dengan target investasi Rp 4.000 triliun hingga 2014. Diperlukan investasi infrastruktur transportasi sebesar Rp 1.626 triliun demi mendukung pencapaian target rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional 6,3 persen per tahun pada periode 2010-2014. Namun, saat ini kesiapan pemerintah mendanai hanya sebesar Rp 119,7 triliun atau 7 persen dari total dana tersebut dan bergantung pada aliran dana investor dalam maupun luar negeri yang akan menutup Rp 1.506,64 triliun. Keterlibatan pemerintah dan partisipasi dari berbagai unsur seluruh komponen bangsa yang memiliki potensi dalam perbaikan dan perumusan strategi kebijakan yang berpihak kepada rakyat untuk mengoptimalkan dan merealisasikan proyek-proyek pembangunan infrastruktur publik kalau tidak mau dikatakan sebagai negara tertinggal. Pemerintah harus merencanakan, menyiapkan, dan menyediakan infrastruktur dasar yang memadai berupa jaringan irigasi baru, akses masuk, pengelolaan air bersih, pasokan energi, sanitasi, tata ruang, berbagai bangunan pelengkap pemukiman. Juga, komponen kualitas infrastruktur meliputi jembatan, pelabuhan, rel kereta api, jaringan jalan, teknologi informasi yang menjadi syarat salah satu kunci sukses bergulirnya dan menghidupkan sektor riil. Pemerintah harus berakselerasi realisasi pembangunan infrastruktur dalam upaya membangun industri yang mengolah macam-macam bahan baku di dalam negeri dengan produktivitas dan mengarah ke pembentukan nilai tambah menjadi langkah berikutnya serta menggerakkan perekonomian dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang selama ini didorong oleh keterkaitan tiga mesin pertumbuhan yakni investasi, belanja pemerintah, dan konsumsi masyarakat. Ketiga elemen disinergikan untuk mencegah dan mengatasi krisis ekonomi global, yang imbasnya memakan korban seperti Ceko, Hungaria dan Vietnam dengan semakin saling terhubungnya perekonomian global. Alokasi belanja pemerintah pusat (APBN) dan daerah (APBD) harus efektif, tepat waktu, tepat guna, tepat sasaran. Kemudian, akselerasi dan tingkat penyerapan anggaran belanja negara harus optimal agar tidak menumpuk di akhir tahun, tersalur ke sektor produktif hingga bakal mendongkrak dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional. Masih banyak hambatan serius infrastruktur yang mendesak segera dibenahi, di antaranya transparansi bagi hasil, tarif, pengembalian modal, inefisiensi birokrasi, kendala pembebasan lahan, intervensi dan berbelit-belitnya proses tender. Strategi penanggulangan dan pengentasan kemiskinan melalui pemerataan pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan, memperluas, dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat secara lebih adil dan merata. Kualitas infrastruktur yang memadai diharapkan terdistribusinya ekonomi rakyat karena pergerakan ekonomi yang diprioritaskan kemajuan produk industri domestik dengan memperoleh keuntungan multiplier effect yang sangat besar. Yakni, menciptakan konektivitas pertumbuhan ekonomi nasional yang diharapkan mampu memacu, menstimulasi, dan merangsang perekonomian agar tumbuh lebih tinggi, pesat, berkualitas, inklusif, berimbang, berkeadilan, berkesinambungan, dan lebih merata. ● |